96. Jordan Avendis

3.5K 304 13
                                    

Dwina Aryani, setelah sekian lama akhirnya dia dapat melihat wanita itu lebih dekat. Mengawasi setiap bentuk ekspresi serta rasa ketakutan yang dia miliki khusus untuknya. Hal ini menandakan dirinya mempunyai tempat khusus di ingatannya.

"Apakah kau kira akan memperkosamu?" Ia hanya menakuti saja untuk menciptakan reaksi sesuai harapannya. Yaitu ketakutan, kepanikan, rasa tertekan sulit di kendalikan.

Sekali lagi Jordan tertawa, ia sangat menikmatinya dan kondisi ini belum pernah ia rasakan sebelumnya. Luar biasa!

Pertemuan mereka memang singkat, namun ini lebih dari cukup. Ia akan menahan diri kembali sampai waktu yang ditetapkan.

Setelah keluar melewati koridor, ia melesak ke dalam mobil hitamnya yang terparkir di basemen. Segera ia menginjak gas bergerak menembus jalan protokol utama, ia akan kembali ke penthouse.

Kecepatan mobil meningkat, di genggaman strik mobil tangan Jordan dingin serta gemetaran. Namun senyuman di wajahnya tak kunjung luput seolah serotonin meliputi seluruh pembuluh darahnya dan otaknya.

"Tidak menyangka, malam ini dia cantik sekali. Kalau begitu aku akan memesan gaun mewah lainnya untuknya. Tidak hanya satu." Jordan menyeringai dalam meski napasnya mulai tersengal.

"Shit..!" Tangan Jordan memukul stir kemudi merasakan jantungnya berdetak kencang sampai dia kesulitan menahan fokus. Ia harus segera tiba di rumahnya.

Setengah jam dari Hall Grand Marcure, akhirnya Jordan tiba di penthouse nya, tempat teratas hotel Willian Avendis. Jordan melangkah gontai ke lift pribadinya yang berada di bagian belakang hotel. Di sana sepi dan memiliki sedikit pencahayaan.

Tanpa menunggu lama, Jordan berhasil sampai di kediamannya. Dengan langkah cepat dia masuk ke dalam kantor pribadinya lalu membuka lemari nakas dekat jendela besar. Diambilah sebuah suntikan serta botol vial berisi obat penenang atau sebut saja narkoba dengan dosis terendah.

Jordan mengikat lengannya dengan sabuk kecil. Rahangnya saling mengatup kuat tatkala cairan suntikan itu masuk ke dalam jaringan darahnya. Benar-benar obat penyelamat!

Dalam sepuluh detik napas Jordan kembali stabil, begitu juga jantungnya mulai berdetak normal. Jordan masih terduduk di lantai sambil memandang foto Dwina Aryani di dinding. Lebih tepatnya, Eriska Davira korban pertamanya sekaligus kekasih pertamanya.

Kenapa dia mengincar Dwina Aryani? Karena Jordan benar-benar tidak menyangka wanita itu mirip sekali dengan korban pertamanya.

Wajah, mata, hidung, bentuk tubuh, nada bicara namun kepribadian mereka berbeda. Sosok Dwina langsung menarik perhatiannya ketika Putri Anjani-sasaran korban kelimanya menunjukkan foto dia dan Dwina di media sosial.

Aku sangat menyukainya, latar belakang kita hampir sama. Kita telah melalui banyak hal yang buruk di masa lalu. Pikir Jordan begitu saat ia mencari banyak informasi tentang Dwina.

Setiap membayangkan bagaimana wajah asli dan kepribadian Dwina Aryani selalu membuat dirinya menjadi tak terkendali. Bahkan setiap pertemuan gejolak serotonin di tubuhnya membuat dia menjadi gemetar luar biasa. Sebuah dampak yang besar.

Sekali lagi Jordan menghela napas berat. Bila diingat kembali para korban sebelumnya tidak memiliki dampak kuat seperti ini terhadapnya, atau mungkin karena ia terlalu antusias bagaikan Eriska Davira hidup kembali? Ya, wanita telah mati di rumah sakit jiwa pasca orang tuanya sendiri menjual dia ke tempat pelacuran akibat jatuh miskin. Dan pastinya semua dibawah skenarionya.

Jordan melepaskan ikatan di lengannya. Ia bangkit dari duduk lalu berjalan menuju dinding yang terpasang banyak foto Eriska Davira. "Apa sebenarnya kau hidup kembali Eriska? Kau masih mencintaiku? Dulu aku tidak yakin atas pengakuan cintamu itu. Tapi melihat kau hidup kembali untukku lalu menarik segala perhatianku. Aku katakan, kau telah berhasil melakukannya." Jordan mendesis sambil menyentuh foto demi foto Eriska yang sedang tersenyum.

Trust Your Heart [END]Where stories live. Discover now