44. Melodi Jiwa (2)

6.7K 566 14
                                    

Happy reading..... ლ(´ ❥ 'ლ)

Dwina butuh waktu sejenak menatap wajah Arya sebelum dia beranjak pulang. Sekarang laki-laki itu sedang tertidur pulas dengan dengkuran pelan. Mereka tadi mengobrol panjang tentang banyak hal, cukup menyenangkan. Dia dan Arya saling antusias. Keadaan Dwina sudah lebih baik. 

Diri Dwina bangkit dari tidur, diapun menarik selimut untuk menyelimuti tubuh Arya. Kemudian secara hati-hati Dwina menuruni kasur, berjalan keluar kamar namun dia sempat menoleh ke Arya kembali. Dwina tidak akan lupa perkataan Arya yang menjelaskan kalau lelaki tersebut tidak butuh alasan untuk menikahi dan mencintai dia. Arya hanya butuh hidup bersama dirinya. Dan Dwina akan mencoba hal yang sama. 

"Terima kasih untuk hari ini." Dwina memebelai pelan kepala Arya tanpa keraguan. 

Dwina berjalan ke lobby apartermen, taxi online yang sudah dia pesan telah tiba beberapa menit lalu. Langit di luar sudah berubah menjadi malam, awan masih kelihatan mendung usai hujan deras sore tadi kemudian menyisakan semilir angin dingin serta ketenangan. 

Selama perjalanan pulang Dwina menghadap keluar jendela mobil. Kotak poranda di dalam hati yang berisi keegoisan kembali terkunci. Dwina harus mulai menata hatinya, menatap hidupnya, dan dia akan terus menatap Arya di dalam benaknya. Tubuh Dwina menggigil sesaat. Kerumitan ini bagaikan penjara hidup untuk Dwina. 

Dwina mengambil bingkisan cokelat pemberian mama Ratih dari dalam tas. Diapun memakan potongan kecil cokelat pahit tersebut. Sebuah kemurnian cokelat berada di rasa pahitnya, namun itu menandakan kualitas serta kemewahan dari cokelat mahal. Sama seperti kehidupan, semakin dia banyak menelan pil pahit perjalanan hidup dan terus menghadapinya dengan tabah serta terus mengambil pelajaran, lalu hidupnya akan semakin  bermakna.  

...…

Arya tersentak dari tidur, waktu sudah menunjuk pukul sepuluh malam. Dia ketiduran di pertengahan obrolan. Ketika Arya mencoba memperhatikan sekitar, sayang sekali dia tidak menemukan sosok Dwina di sampingnya. Arya menyerngit dalam sambil memijit pelan pangkal hidung. Secara perlahan dia turun dari ranjang berjalan keluar kamar, tetap saja Dwina tidak ada dimana di apartemen ini. Seharusnya dia mengantar Dwina pulang. 

Jadilah Arya terduduk di atas sofa karena masih dilanda kantuk dan lelah. 

Apakah Dwina mulai merasa baikan? Jujur Arya sendiri tidak mengerti cara menghibur kesedihan seseorang. Meski begitu dia tetap ingin membantu, Dwina perlahan mulai menempati sisi di dalam benaknya. Mungkin bertumbuh lambat, namun pasti. 

Sesuai rencana yang Arya bicarakan dengan orang tuanya, awal tahun ini dia akan melamar Dwina. Walaupun dia sempat dibantai oleh berbagai tekanan, pertanyaan serta pertanggung jawaban. Orang tuanya tetap mendukung Arya. 

Menikah? Sempurna hidup seseorang terletak bagaimana dia berhasil dalam pernikahan. Terdapat konsekuensi besar yang nanti akan dihadapi. Namun sebuah pernikahan tetaplah mempunyai nilai unggul sebab ada kebahagian dimana itu tidak di rasakan bagi orang yang tidak menikah. Begitu yang dikatakan ibunya. 

Kehadiran Dwina bisa memenuhi harapan tersebut, bahkan saat ini Arya kembali ingin merasakan pelukan dari Dwina, mencium aroma perempuan itu yang selalu membekas di ingatannya. 

Sisi paling Arya sukai dari Dwina sejak awal hingga sekarang ialah nada lembut setiap kali dia berbicara. Belum lagi wajah Dwina yang kadang kala bersemu merah menambahkan nuansa manis sekaligus cantik, begitu menyenangkan hati Arya. 

Trust Your Heart [END]Where stories live. Discover now