2. Tak Terduga (2)

51.6K 4.1K 36
                                    

Diluar dugaan ternyata Kak Bayu sudah pergi duluan dengan pacarnya dan Dwina terjebak dengan sosok lelaki asing yang mengaku sebagai teman sekaligus rekan kerja Kak Bayu. Kalau begini ceritanya dia tidak akan mau ikut. Sayangnya Dwina gengsi menolak pergi karena sudah tampak rapih dan siap jalan dengan tas ranselnya.

Kak Bayu nyebelin! Omel Dwina dalam hati.

"Nama kamu Dwina kan?" tanya Arya sukses membangunkan Dwina dari gerutuannya.

"Iya kak. Nama saya Dwina." Mata Dwina langsung membulat lebar tanda dia benar-benar terkejut.

"Kenalin saya Arya Wijaya." Dwina menyambut uluran tangan Arya dengan kikuk. Bagaimana tidak, sulit sekali menghilangkan kegugupannya bila menyadari kalau mereka hanya berduaan saja. Tangan Dwina terasa sangat dingin serta berkeringat.

"Bayu duluan sama pacarnya, katanya dia mau mampir ke tempat service mobil. Jadi mau nggak mau kita perginya bareng."  Arya beralasan. Jelas kata 'mau nggak mau' terdengar ganjil namun Dwina memilih mengabaikan pemikirannya sendiri lalu mengangguk paham.

"Ya udah kita langsung berangkat aja." Ajakan Arya diikuti oleh Dwina.

Tetapi yang terjadi mereka berdua masih membeku di tempat. Sumpah, ini menjadi perkenalan paling kaku seumur hidup Dwina. Dia sampai sulit berkata-kata. "Maaf, saya mau masuk mobil kak." Ujar Dwina sebab tubuh Arya menutupi pintu penumpang.

"Tas kamu aku taruh belakang aja." Arya masih terlihat santai padahal Dwina sudah sangat gugup.

"Ini tas aku kak." Terburu Dwina menyerahkan ranselnya. Sungguh Dwina ingin lenyap dari permukaan bumi ini. Dia malu setengah mati karena bingung sendiri.

"Udah nggak ada barang yang ketinggalan kan?" tanya Arya sekali lagi.

"Buku, baju, celana, jaket, botol minum, kaos kaki, skin care, sikat gigi, Hp... Hp aku ternyata masih di charger di kamar." Dwina kaget sendiri spontan dia menepuk keningnya. Dia sering ketinggalan dan lupa taruh ponsel dimana. Dwina terburu kembali ke dalam rumah.

Disisi lain Arya tampak meremas puncak kepalanya dengan erat, dia juga mendesah berat. Demi apapun interaksi mereka canggung luar biasa bikin dia salah tingkah sendiri walaupun sebisa mungkin dia tetap relaks. "Ada apa sih sama gue?" Umpat Arya pada dirinya sendiri yang minder ngehadepin bocah yang lebih mirip umur tujuh belas tahun dari pada dua puluh tahun. Atau ini semua karena dia agak ragu meminjam jasa Dwina beberapa hari ke depan menenangkan ibunya yang sedang sakit sambil memelas bertanya kapan dirinya nikah.

Memang gila, Bayu menyarankan hal aneh dan kelinci percobaannya adalah adiknya sendiri. Meskipun ada banyak syarat dan wejangan yang Bayu lontarkan untuknya jika Arya benar-benar ingin meminjam Dwina. Hati kecil Arya sebenarnya sedikit tidak enak telah menipu seorang cewek yang belum ngerti apa-apa.

Sudahlah...

"Maaf kak..." Dwina kembali dengan napas sedikit tersengal. Hp beserta charger nya sudah dia bawa.

"Iya santai aja. Nggak perlu buru-buru." Balas Arya susah payah menelan ludahnya sendiri. Dia diliputi rasa berdosa yang tak kunjung reda. Dikatakan jika Dwina orang yang penurut dan baik. Dalam arti lain dia berbaik sangka pada siapapun tanpa pandang bulu. Sebenarnya Arya kurang percaya saat Bayu bercerita seperti itu, tapi sekarang dia melihat fakta. Sama sekali Dwina tidak curiga atas keanehan yang terjadi menimpanya di wajah polosnya.

"Di Bandung nanti kita nginep dimana kak?" Tanya Dwina ketika mereka sudah dalam mobil untuk memulai perjalanan ke kota Bandung. Seatbelt terpasang baik dan sebisa mungkin Dwina menyandarkan santai tubuhnya di bangku. Dia butuh releaks meski beberapa waktu saja.

"Di rumah orang tua saya." Arya menstabilkan suaranya yang tiba-tiba terasa serak seolah ada mengganjal di pangkal tenggorokan.

"Oh, aku kira kita sewa villa." Villa ataupun penginapan sejenisnya bukankah itu pilihan lebih baik, begitulah menurut Dwina. Tidak terbayangkan bagaimana kediaman orang tua Arya, intinya dia luar biasa tegang dan jengah atas keringat dingin yang makin parah. Serasa mengidap Hipoglikemia. Mungkin karena sejak awal Dwina telah curiga jika cowok yang disampingnya sekarang adalah Arya mantan pacar sahabatnya. Meski berulang kali Dwina mengelak kenyataan itu. Dwina bersikap tenang, dia mencari jejak foto dan komentar di instagram sahabatnya bernama Putri Anjani. Putri dan Arya memang sudah putus lama tapi diingatakan Dwina, Putri masih menyisakan satu foto Arya secara privat.

Scroll... Scroll...

Akhirnya terpampang sebuah foto Putri merangkul pundak Arya, mereka berdua tampak tersenyum bahagia. Diperhatikan baik-baik foto Arya sambil sesekali mencuri pandang ke balik kemudi. Berusaha mencari persamaan Arya mantan Putri dan Arya yang disampingnya sekarang.

Kulit gelap, tubuh tinggi, alis tebal, hidung agak mancung, rambut hitam agak bergelombang dan model pakaiannya sama dengan yang di foto. Fix, mereka orang yang sama. Pantas saja Dwina merasa familiar sekali saat pertama kali melihat walaupun sebelumnya mereka tidak pernah bertemu. Putri pernah menjelaskan alasan dia putus dengan Arya, pria itu seorang psikopat, mempunyai obsesi gila dan bertemperamen buruk.

Awalnya Dwina hanya mengabaikan hal tersebut. Kenapa begitu? Well, Putri cerita banyak hal lain tentang hubungan mereka. Arya terbilang cukup romantis, perhatian, gentleman dan setia. Dia cowok perfect bagaikan bayangan asli dari novel fiksi romantis yang mendebarkan jantung para pembaca. Hingga diam-diam Dwina menjadi penggemarnya seorang cowok bernama Arya tersebut.

Tapikan.... Ini bukan berarti Dwina ingin mereka saling bertemu! Imajinasinya tidak mungkin sampai di situ.

Dwina ingin sekali membenturkan kepalanya ke jendela mobil di sampingnya melampiaskan berbagai perasaan tidak nyaman yang menenggelamkannya detik ini. Kenapa harus Arya-nya si mantan Putri? Ini buruk walaupun semestinya ia tidak perlu berfikir hingga seperti itu. Dwina menghela napas berat sambil masih berkutat pada foto mesra Putri dan Arya.

Dwina sendiripun tau alasan Putri masih memasang foto tersebut. Itu karena bentuk pertahanan diri bahwa dia bukanlah orang yang gagal move on. Bibir Dwina tersenyum miring, tentu bahwa hal tersebut memiliki maksud lain.

Dari sudut matanya, Arya dapat melihat Dwina berulang kali resah. Dia pikir Dwina mempunyai firasat tentang rencananya ini. Sepertinya dia memang harus memulai perbincangan, mengusir ketegangan dan melarutkan suasana. Arya menyalakan pelan radio musik, kemudian tatapan mereka saling bertemu.

"Lagu Ed Sheeran-Perfect. Aku suka itu." Suara Dwina mencicit. Ini hanyalah sebuah naluri bagi Dwina, lagu ini menjadi favorit temannya dan dia sering mendengar lagu ini di tempat kosannya.

Respon Arya hanya anggukan dan malah membuat Dwina ingin kabur saja dari sini. Dwina khawatir apakah ucapannya tadi terdengar aneh? Tentu saja. Arya tidak beratnya ataupun peduli apapun tentangnya. Dwina sedikit meringkuk.

"Aku juga suka lagu itu, lagunya bagus." Dwina langsung menoleh kembali ke arah Arya. Cowok itu tersenyum tipis namun bagi Dwina dia sedang berusaha menahan tawa.

Aku mau pulang. Aku mau pergi dari sini. Lari dari kenyataan lalu menjadi pengecut. Bukan masalah untuk aku karena keadaan ini jauh lebih bermasalah. Seru Dwina dalam hati. Dikeluarkan sebuah permen lolipop chuhpa cups dan membukanya dengan tergesa lalu memasukkannya dalam mulu. Dia butuh glukosa banyak agar otaknya kembali aktif setelah konslet sesaat. Dwina tidak ingin mempermalukan dirinya lebih parah.

___________________

Hai.. jangan lupa letakan vote⭐ dan cuapan komentar kalian ya..

Terima kasih sudah membaca 😘😘

Trust Your Heart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang