27. Tentang dia (4)

7.8K 633 11
                                    

Kembali ke rutinitas kuliah. Pikiran Dwina penuh oleh berbagai perencanaan tentang garapan skripsinya. Kata orang ini terlalu dini untuk sekelas semester muda namun bagi dia tidak. Kak Bayu selalu mewanti-wanti agar Dwina dapat kelar kuliah secepat mungkin sebab kebijakan kampus akan sering berganti dan menjadi amat merepotkan. Semua ini berdasarkan pengalaman.

"Terima kasih pak." Dwina bangkit dari kursinya, dia habis melakukan bimbingan ke dosen pembimbing akademiknya bersama Tari. Mereka menentukan satu dari berbagai judul skripsi lalu membahas mengenai tujuan permasalahan dan metode. Ini masih awal namun otak Dwina dan Tari terasa tertiban batu raksasa. Bahkan telinganya hampir mengepulkan asap.

"Kalian harus cari jurnal dari lima tahun terakhir, baiknya dalam bahasa Inggris. Ini saya rekomendasikan beberapa situs jurnal internasional. Dan judul kalian ajukan sekarang menurut saya masih kurang, kalian bisa tambahkan subjek atau objeknya agar lebih baik." Tukas sang dosen memperingati kembali.

"Iya pak." Ujar Dwina dan Tari serempak, mengangguk nurut bagaikan kerbau yang di cucuk hidungnya. Bahkan ini lebih nyeri dari itu sebab sang dosen sekarang begitu sensitif dan lebih banyak omelan dari pada memberi masukan secara spesifik. Mencari jurnal luar negeri dan lain-lain itu sudah Dwina ketahui sejak semester satu.

Dwina dan Tari pamit keluar. Mereka bersamaan menghela napas panjang. "Aduh pusing kepala gue. Butuh asupan camilan nih."

"Gimana yang semester akhir ya? Kalau belum siapin apa-apa dari sekarang dia pasti kepalanya mau copot." Sahut Dwina berjalan ke arah lift.

"Judul! Judul! Datanglah ke gue. Kenapa sih banyak penelitian di dunia ini, sampai gue bingung nyari judul apa yang bagus tapi belum ada yang punya."

"Aku baca ratusan judul jurnal dalam bahasa Inggris sebagai referensi malah aku makin bingung."

"Kita memang kurang banyak pengalaman baca jurnal internasional." Dwina langsung mengangguk setuju. "Ternyata tugas-tugas kuliah untuk cari jurnal nyatanya nggak cukup sama sekali."

"Pantes aja bu dosen mata kuliah Interaksi Obat suka ngomel kalau kita copy paste google doang." Mereka terbahak, entah kenapa kebiasaan itu berulang kali mahasiswa lakukan tanpa peduli peringatan. Alasan lainnya yaitu sebagian besar mahasiswa tidak mempelajari secara detail dan mengandalkan google. Huh. Mereka berdua tak bisa menyalahkan, karena penentu keberhasilan nilai akhir adalah giatnya belajar, dosen hanya memberi materi dan nasihat saja.

Setelah pergi dari kantin untuk membeli camilan Dwina dan Tari masuk ke kelas selanjutnya. Ada dua mata kuliah yang terjadwal di hari ini, sedangkan sisa waktu lain mereka pakai tadi untuk bimbingan skripsi.

Sebuah mata kuliah tidak wajib yaitu kosmetik. Dari sekian banyak pelajaran farmasi Dwina menyukai satu ini bahkan bisa dibilang dia sangat antusias bersama Tari. Mereka mengenal bagaimana dasar-dasar pembuatan kosmetik, bahkan persaingan kosmetik dari berbagai brand ternama lumayan mengesankan.

"Coba kalian lihat komposisi atau ingredient suatu produk kosmetik. Perusahaan akan memberitahu bahan apa saja yang mereka gunakan dalam produk kosmetik tersebut namun tidak dengan jumlah detail formulasinya dari satuan bahan. Mereka pelit sekali untuk memberitahu itu karena itulah resep rahasia dari formulasi kosmetik. Mereka memainkan jumlah kadar, menguji coba, melakukan pengulangan hingga mendapatkan jumlah kadar terbaik dengan hasil maksimal." Seru sang dosen berdiri menerangkan secara lugas.

"Pengujian sampel kosmetik harus dilakukan pada manusia bukan pada hewan, itu berbeda dengan pengujian bahan obat yang bisa dilakukan pada hewan percobaan seperti mencit. Kenapa? Karena hewan tidak bisa berbicara. Misalkan 'aduh lotion ini ternyata bikin kulit aku malah makin kering' mencit mana mungkin bisa bicara begitu?" Semua orang tertawa pelan. Hal itu memang masuk akal.

"Tetap parameter pengujian produk kosmetik adalah uji iritasi kulit, uji kadar logam berat, uji toksisitas, uji pH, uji bakteri dan masih banyak lagi sampai suatu produk dapat di edarkan ke masyarakat di bawah BPOM. Dulu marak beredar bahan dasar kosmetik pencerah kulit yaitu merkuri. Hasilnya benar-benar instan dan bagus, tapi tidak baik dalam jangka panjang karena zat merkuri tersebut tidak bisa keluar dari dalam tubuh, ginjal tidak mampu mengeluarkan zat berbahaya itu dan alhasil banyak orang terkenal batu ginjal, kerusakan ginjal karena menumpuk banyak zat merkuri di organ tersebut." Lanjut sang dosen.

Semua menyimak dengan baik. Banyak juga ilmu-ilmu yang tidak diterangkan secara detail bila kita pelajari secara mandiri. Dan beruntungnya dosen pengajar ini adalah orang lulusan Prancis untuk mendalami bidang kosmetik.

Sesi pelajaran belum berakhir, namun sang dosen istirahat sejenak untuk minum. Dwina menghela napas ringan, diapun mengecek sebentar hpnya untuk mengetahui apakah ada notifikasi pesan dan ternyata dia mendapatkan tiga panggilan tak terjawab dari Arya.

Perasaan Dwina langsung tidak enak. Dia membaca pesan Arya yang menyatakan jika laki-laki itu menunggu di parkiran kampus. Teh Bika, kakaknya Arya masuk rumah sakit dan bayinya terpaksa di titipkan ke tetangga. Arya diminta untuk mengambil bayinya karena tetangganya ada keperluan penting. Maka dari itu Arya sangat membutuhkan Dwina.

Segera Dwina izin keluar kelas dan sang dosen mengijinkannya pergi. Dwina setengah berlari ke parkiran kampus sambil mencari mobil Arya. "Dimana kak?"

"Tunggu, aku keluar dari mobil dulu." Langsug Dwina melihat sosok Arya masih dalam pakaian kerja berdiri di samping mobil audy hitam. Dia menghampiri Arya lalu mereka berdua lekas masuk ke mobil.

"Sorry ya, tiba-tiba minta kamu kamu keluar dari kelas." Seru Arya sambil menjalankan mobil keluar pelantaran kampus.

Sebenarnya memang sayang sekali masih ada satu jam kelas kosmetik berlangsung, ya terus mau bagaimana lagi? Gumam Dwina dalam hati. "Nggak papa kak. Memang teh Bika sakit apa?"

"Sakit DBD. Dia hampir pingsan kena demam tinggi, untung suaminya punya perasaan aneh dan buru-buru pulang kerja."

"Terus?"

"Teh Bika di bawa ke rumah sakit, dia katanya kritis. Setengah jam yang lalu ibu sama ayah aku baru berangkat dari Bandung ke Jakarta." Arya benar-benar gusar, sedangkan Dwina hanya bisa diam saja. Mengatakan agar tenang kepada orang panik belum tentu berhasil, jalan satu-satunya adalah cukup menemaninya saja. Intinya kurang lebih Dwina sudah tahu kronologi kejadian yang sedang dia hadapi sekarang.

Mobil Arya menelusuri jalanan yang ramai lancar. Arya sangat fokus mengemudi, sampai wajahnya kaku sulit terbaca. Dwina bisa lihat tangan Arya mencengkram kuat kemudi seolah melampiaskan emosinya. Ini pertama kalinya bagi Dwina menghadapi kegelisahan laki-laki itu. Biasanya Arya masih dalam kendali baik. Namanya juga ada keluarga yang masuk rumah sakit, bukankah itu wajar? Arya sangat sayang pada teh Bika.

"Dwi nanti kita langsung ke rumah teh Bika, ngambil bayinya yang dititipin ke tetangga." Dwina mengangguk paham, padahal sebelumnya Arya sudah menjelaskan itu di pesan chat.

_____________________

Hai., Jangan lupa klik vote ⭐ dan cuatkan komentar anda.

Terima kasih sudah berkunjung ke lapak ini 🥰🥰🥰

Trust Your Heart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang