9. Mengenal (7)

34.6K 3.4K 27
                                    

Arya mengamati Dwina, sesuatu apalagi yang akan perempuan itu sembunyikan darinya. Sekilas Arya ingat wejangan dari Bayu ' jangan biarin adik gue jalan sendirian. Dia buta jalan. Awas lo!! jangan sampai Dwina hilang apalagi sampai kenapa-napa sama dia!'

"Nggak papa. Dari sebelumnya udah aku backup data-data pentingnya. Jadi masih bisa diakses lagi. Sorry kak. Aku udah mau berangkat." Dwina mengalihkan pembicaraan.

"Tunggu sebentar. Aku ganti baju dulu."

"Nggak usah kak. Nggak enak lagi main sama temen malah ditungguin. Takut kelamaan." Bujuk Dwina.

"Santai aja kali. Hp kamu juga rusak sama keponakan aku, nanti takut ada apa-apa sama kamu dan nggak bisa dihubungin." Dwina ingin membenturkan kepalanya ke tembok mendengar sahutan Arya. Gue tuh cuman mau maen sebentar.. Masya Allah, ribet banget dah.

Arya bergegas ganti pakaian, kemudian dia dan Dwina berpamitan pada kedua orangnya Arya sebelum mereka berdua berangkat. Arya menyarankan mereka pergi naik motor karena ternyata jarak rumah Angel itu cukup dekat dari kediaman orang tua Arya, waktu tempuhnya hanya lima belas menit dan Dwina setuju saja. Dipegang salah satu pundak Arya dengan lembut ketika Dwina mencoba menaiki jok belakang, tak sengaja seulas senyum terbentuk dibibir Arya. Rasanya mau pergi kencan. Kekeh alam bawah sadar Arya yang kemudian di balas desisah oleh Arya, menolak kelas pemikiran itu.

"Kalau kamu mau minta dianterin bilang aku aja jangan segan, kurang baik jalan sendirian," ucapan itu ditunjukan Arya tidak khusus di Bandung saja, namun kapanpun Dwina bisa minta bantuan. Sayangnya Dwina bukan berpikir demikian.

"Pasti Kak Bayu ngehasut kakak buat nganterin aku. Kak Bayu itu berlebihan, cuma gara-gara aku pernah hilang sekali di mall. Dia panik kayak orang kehilangan dua ratus juta. Memangnya kak Bayu ngomong apa ke kakak?"

"Dia bilang kamu buta jalan" Arya meyakini sekali satu hal ini karena menghindari resiko adalah pilihan terbaik.

"Hah? Bener-bener deh kak Bayu." Dwina mencebikan bibirnya jengkel. Buta jalan! Enak saja? memang dia nenek-nenek pikun. Sudah hampir sembilan tahun yang lalu dia pernah hilang di mall karena salah ngikutin orang lain yang ia kira adalah kak Bayu sebab baju dan bentuk tubuhnya mirip.

Motor Arya kini akhirnya meluncur ke jalanan. Dwina menggenggam erat jaket milik Arya untuk dijadikan pegangan. Motor melaju dengan kecepatan sedang, sekalian untuk menikmati pemandangan pegunungan yang sangat indah nan menyejukan mata. Dwina sangat senang melihat keindahan kota Bandung walaupun udara dingin semakin menerpa tubuhnya padahal ia sudah menggunakan empat lapis pakaian.

Arya merenung, di dalam benaknya muncul intuisi sesaat dimana ia ingin lebih dari keadaan ini. Dwina adalah sosok perempuan yang bisa dipertimbangkan untuknya tanpa boleh menyianyiakannya begitu saja. Bahaya, Dwina jauh lebih menarik dari perkiraannya. Terutama sikap Dwina sering kali menutup diri dan menganggap dia orang asing, membuat Arya jengah sekaligus penasaran. Kenapa Dwina sulit percaya padanya?

Perjalanan mereka tiba di sebuah rumah mungil bercat putih dengan gazebo cukup mencolok. Dwina menekan bel rumah sambil memandang mobil merah terparkir di halaman rumah. Ia berharap Angel benar ada di rumah. Selang lima menit sosok Angel muncul, rambut panjangnya terkepang rapih serta kulitnya lebih gelap menambah kesan eksotis.

"Ya ampun..." Angle bersahut heboh. Dia berlari tanpa sandal membukakan pintu gerbang untuk Dwina. Angel mendapati pelukan hangat dari sahabat SMA nya dulu. Hampir setahun terakhir ini mereka belum saling bertemu.

"Kenapa nggak bilang-bilang kalo mau dateng kesini?"

"Biarin aja. Biar lo kaget." Dwina payah memberi alasan yang tepat.

"Untung aja gue udah sampe sini. Pagi tadi gue baru pulang dari Lombok."

"Pantesan aja lo kelihatan beda."

Selepas percakapan itu, Angel mengamati sosok laki-laki berdiri di dekat Dwina. Dia adalah produk lokal asli Indonesia berpostur ideal tanpa ada perut buncit atau kurus kering, Angel bisa melihat otot bisep trisep terbentuk proposional di balik kemeja hitam. Sangat menarik perhatian perempuan manapun sebab kedua mata mereka sayang melewati seorang cowok ganteng. Belum lagi alis matanya tebal, matanya sipit-sipit gimana gitu pengen dilirik, serta potongan rambutnya cepak menambah kesan bahwa dia mirip seorang tentara. Bikin meleleh.

"Eh. ganteng banget dia," Angle menyikut lengan Dwina.

"Apaan sih," Dwina malu pada Arya atas sikap Angel. Diapun mencubit pelan pinggang Angel. Sejak dulu Angle ngomong kadang nggak di rem, sekali ada cowok ganteng tatapannya mendadak mesum bikin orang lain ngeri.

"Siapa nih? Pacar lo? Kok elo nggak pernah ada omongan apa-apa sih? Parah lo Dwina," tuduh Angel tanpa melepaskan pandangannya dari laki-laki ganteng dihadapannya bahkan pacarnya produk campuran kalah jauh darinya.

Dwina memberi cengiran memaksa pada Arya untuk menyatakan jika ucapan Angel tadi tidak perlu di dengarkan. Dwina kemudian memperkenalkan mereka satu sama lain. "Kenalin ini namanya kak Arya temen kak Bayu dan dia bukan pacar aku," ujar Dwina dengan menekankan kata-kata terakhirnya sambil memelototi Angel.

"Santai aja kali Dwina, jadi pacar juga nggak papa. Iyakan kak Arya?" ledek Angel.

Arya hanya tersenyum tipis. Dia menerima jabatan tangan Angel sebagai perkenalan. Ucapan Angel barusan memiliki dua jawaban, Dwina mau sama dengannya atau mereka berdua cukup menjadi kenalan saja. Arya menghela napas pelan, ia khawatir berasumsi lebih.


________________

Jangan lupa berikan vote ⭐ dan komentar atas dukungan dari cerita ini..

Terima kasih

Trust Your Heart [END]Where stories live. Discover now