24. Tentang dia (1)

9K 750 22
                                    

Proposal pernikahan?

Dwina pernah menghadapi ini sebelumnya. Joshua teman sekolahnya dulu melamarnya setahun yang lalu. Dia memikirkan Joshua dengan baik karena mereka memang sudah akrab dari sebelumnya, Dwina tahu seperti apa diri Joshua, latar belakangnya, karakternya dan perasaan terhadap dia, meski dibalik itu semua Dwina mempertimbangkan Joshua hanya sekedar itu saja. Dwina dulu lebih memakai logikanya dari pada perasaannya. Menurutnya perasaan cinta bisa tumbuh seiringnya waktu.

Namun ketika Arya memintanya untuk menikah dengan pria itu, otak dan hati Dwina sempat berhenti berfikir sepersekian detik, kendali dirinya seolah hilang diterpa angin serta dia sulit berkutik dari tatapan pekat Arya. Lelaki itu seperti menguncinya.

"Menikah sama kamu adalah hal terakhir yang aku pikirkan dari berbagai hubungan berpasangan. Waktu kamu bilang kamu nggak tertarik sama pacaran, ternyata itu keputusan terbaik. Aku nggak perlu lagi cari-cari alasan untuk ketemu sama kamu, telpon kamu, dan aku nggak perlu khawatir natap kamu seperti ini." Arya masih menggenggam lembut tangan Dwina berbanding terbalik dengan ucapan berat yang Arya lontarkan.

Dwina merasa Arya semakin menggila. Perasaannya terlampau besar, dia sekarang tidak segan mengungkapkan semuanya tanpa mempertimbangkan Dwina berpresepsi buruk tentangnya.

"Coba pikirin baik-baik dan pertimbangin permintaan aku Dwina." Ada nada frustasi dari diri Arya. Dwina masih terdiam tanpa jawaban, dia seolah meragukan semua yang Arya ucapkan seolah itu hanya bualan semata.

"Kak Arya, jangan khawatir aku akan serius mempertimbangkan semuanya."

"Kamu butuh berapa lama untuk jawab itu." Semua orang butuh sekali kepastian karena menunggu dalama kurun waktu tertentu bukanlah hal mudah.

"Satu bulan. Disitu kita juga bisa kenal dekat satu sama lain, aku akan belajar banyak tentang kakak supaya aku nggak nyesal di akhir."

"Oke." Ketegangan Arya mulai luntur. Dia cukup puas atas permintaan Dwina.

"Dan lagi, Aku atau kakak nggak perlu cari alasan untuk saling ketemuan tapi dalam batas wajar." Dwina memberi peringatan keras di akhir.

"Oke."

"Oh iya. Terima kasih banyak sama bunganya, aku suka." Dwina tersenyum kecil. Siapa yang menyangka jika sebenarnya Dwina sedang menutup semua kegugupannya. Entah kenapa di dalam hati kecilnya ingin sekali memeluk menenangkan lelaki itu, dia ikut sedih melihat Arya sangat gelisah hanya karena memikirkan semua ini. Apakah semua lelaki di dunia ini akan merasakan kekhawatiran berlebih ketika melamar seorang perempuan?

"Kamu udah baca surat dari aku." Arya menangkap wajah Dwina mulai merah padam.

Dwina berdehem untuk mengatur suaranya, andai Arya tau dia telah membaca surat itu puluhan kali. "Aku udah baca. Tulisan tangan kakak bagus."

Ada seseorang yang menyarankan Arya untuk mengirim surat kepada Dwina. Karena sebuah surat memiliki kesan tersendiri dalam mengutarakan sebuah perasaan si penulis. Jujur Arya tidak pernah melakukan itu sebelumnya dan ia baru sadar ternyata menulis surat untuk seseorang begitu menguras pikirannya, ia berusaha membuat si pembaca mengerti maksud hati dia terdalam.

"Kakak mau mampir ke dalam? Aku buatin minuman." Perlahan Dwina mengalihkan pembicaraan, dia juga menarik pelan tangannya dari genggaman Arya.

Trust Your Heart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang