36. Merakit hati (4)

6.8K 571 11
                                    

Happy reading..

Putri mendapati sosok Dwina saat dia membuka pintu rumah ketika akan pergi ke kampus. Jelas Putri bingung, Dwina selalu memberitahunya jika dia ingin berkunjung ke tempatnya walaupun itu sekedar pesan singkat.

"Boleh aku pinjam novel." Dwina hanya beralasan saja, sampai kapanpun dia tidak pandai menutupi kebohongan bila di hadapan Putri. Dwina bagaikan buku terbuka bagi Putri.

"Kamu memang nggak kuliah?" tanya Putri, dia masih bersikap tenang. Dia mempersilahkan Dwina masuk ke dalam rumah, kemudian menuju ke ruang baca. Jika dibandingkan antara koleksi novel Putri dan Dwina, milik Putrilah yang menang. Perpustakaan kecil namun mampu menampung banyak buku itu semua berkat kehebatan seorang design interior mantan pacar Putri lalu ruangan tersebut di padukan dengan pemandangan taman yang minimalis.

"Aku ada kelas jam satu siang." Sahut Dwina tanpa ekspresi.

"Aku mau kuliah. Kamu aku tinggal ya?" Sebenarnya Putri enggan meninggalkan Dwina. Padahal biasanya dia sering melakukan itu. Kadang kala Dwina memang menghabiskan waktu membaca di perpustakaan miliknya dan menjadi hal wajar bagi mereka berdua. Terlebih Putri hanya tinggal seorag diri di rumah besar ini, dia tidak terlalu terikat oleh keluarga. Jadi, dia bebas melakukan apapun tanpa merasa khawatir.

"Iya." Dwina mulai mencari novel di antara rak-rak buku.

"Wi, muka kamu pucet tau. Kamu sakit?" Celetuk Putri sambil bersedekap. Dulu sekali ketika kelulusan SMA Dwina juga bersikap aneh seperti ini bagaikan tidak ada hari esok. Dwina memang bukan orang penuh keantusiasan, dia hidup hampir selalu dalam mode tetap terkendali. Tapi sekarang dia bagaikan terguncang hebat disebabkan sesuatu yang parah.

"Aku baik-baik aja." Dwina mengelak. Dia akhirnya memutuskan mengambil sebuah buku karangan Julia Queen bukan karena tertarik, dia hanya terpaku pada cover wanita cantik beserta bunga mawar terpampang di depan.

"Serius?"

"Iya." Kening Putri langsung berkerut dalam. Keambiguan Dwina menimbulkan kejengkelan luar biasa. Tapi ya sudahlah, Dwina akan bercerita jika dia sudah siap melakukannya. Putri kemudian menutup pintu lalu pergi.

...….

Hari ini berlalu begitu saja, tidak biasanya seorang Arya pulang cepat dari pekerjaan. Dia memang bukan penggila pekerjaan namun setiap proyek yang dilakukan selalu selesai tepat waktu sehingga dia kadang membantu rekan kerjanya agar mencapai deadline. Arya menghentakan tubuhnya di ranjang, kedua mata terpejam erat melepaskan segala kelelahan. Lalu perlahan bayangan wajah Dwina menenggelamkannya.

Dengan kasar Arya melonggarkan dasi mengikat leher dia. Arya perlu mandi air dingin, kehadiran Dwina berulang kali terlintas dipikiran sampai Arya merasa frustasi terlebih hari ini dia tidak bisa menghubungi perempuan itu. Telponnya mati, pesannya juga belum terbalas. Apakah Dwina menghindarinya? ia kira permasalah mereka sudah selesai. Perempuan memang sangat sulit dipahami.

Arya berjalan malas ke kamar mandi, dia cukup lama berdiri di bawah terjangan air shower sambil terus merenung. Dwina selalu ragu akan perasaannya. Kenyataannya Arya belum mencintai perempuan itu dan Dwina langsung menyadari. Dia pikir Dwina orang rasional tanpa memikirkan cinta dalam suatu hubungan lawan jenis.

Ternyata hubungan mereka lebih rumit dari yang ia kira.

Ponsel Arya berdering tanda dia mendapatkan panggilan masuk. Segera dia tuntaskan acara mandi yang suntuk itu lalu menjawab panggilan tersebut. Itu dari rekannya.

Trust Your Heart [END]Where stories live. Discover now