90. Dinding Batas (3)

23.7K 2.4K 25
                                    

Mereka telah balik ke Jakarta. Waktu memang berjalan cepat terutama ketika  menikmati liburan, saat mereka berpamitan Arya melihat ekspresi Dwina sedikit masam tidak mau pulang. Tentu, untuk hal lain Arya merasa senang Dwina bisa menyatu dengan keluarganya.

Pukul setengah dua belas malam, mobil Arya berjalan memasuki basemen parkir gedung apartemennya. Setelah itu, mesin mobil di matikan dan ia melepaskan seatbelt-nya, Arya mengehela napas lega beruntung tadi tidak macet.

Di sebelah Arya, Dwina masih tertidur pulas tanpa ada tanda-tanda akan bangun.

"Kita udah sampe." Ujar Arya lembut sambil melepaskan seatbelt milik Dwina.

Dwina langsung tersentak bangun. Pandangannya menatap bingung ke sekeliling, dia terkejut karena sebelum ini mereka masih di perjalanan. Tatapan Dwina pun terhenti pada sosok Arya yang memperhatikannya tanpa ekspresi.

"Maaf aku ketiduran." Dwina melenguh, seperti ingin menggeliat di atas bangkunya.

"Ayo kita turun, sebaiknya kamu lanjutin tidur di kamar aja. Disini nggak nyaman." Arya merapihkan rambut Dwina yang sedikit berantakan serta mengusap sisa guratan bekas tidur di wajah perempuan itu. "Mau minum dulu?"

Arya menyerahkan sebotol air mineral, lekas Dwina menurutinya meneguk sedikit agar membuat dia kembali sadar sepenuhnya.

Dwina jarang melakukan perjalanan panjang. Itu kadang membuat Arya khawatir, bahkan dulu waktu pertama kali mereka pergi ke Bandung wajah Dwina hampir sampai pucat sepenuhnya.

Arya turun dari mobil, mengeluarkan barang dari bagasi kemudian menggengga tangan Dwina menuntunya ke lift basemen menuju apartemen mereka.

"Besok kamu ada kuliah pagi?" Tanya Arya.

"Besok aku nggak ada kuliah pagi, tapi aku udah buat janji dengan Tari untuk ngerjain laporan magang dan ketemu senior untuk membahas rencana proposal skripsi."

"Bagus kalau ada temennya ngerjain tugas, jadi nggak terlalu beban. Nanti aku anterin kamu ke kampus." Sebagai jawaban Dwina hanya berdeham pelan. Lalu ia melepas genggaman, merangkul pinggang Arya untuk mencari kehangatan. Udara malam sangat dingin dan di perjalanan tadi sempat hujan.

Di ujung basemen tanpa penerangan, terdapat seseorang sengaja bersembunyi di kegelapan, mengawasi dengan raut marah mendapati kedekatan Dwina dan Arya. Mereka tidak layak untuk bahagia bersama. Dia harus menyadarkannya sebelum semua terlambat.

.................

Aktivitas yang padat di hari Senin, beruntung semangat Dwina sudah kembali. Setelah Arya mengantar ke kampus, dia segera menyusul Tari di perpustakaan.

Mereka bekerja sama menyusun data yang dibutuhkan dalam laporan magang, mencari referensi dari berbagai buku dan jurnal sebagai komposisi teori, serta mengetik laporan. Memang pengumpulan tugas magang masih beberapa Minggu lagi, tapi menurut mereka lebih cepat selesai lebih baik.

"Aku udah hubungan senior, dia katanya datang jam 12 siang. Dia bakalan ngasih kita data khusus untuk tema skripsi kita. Karena tema kita sama kayak dia." Tari memberikan penjelasan sambil berkutat pada laptopnya.

"Memang nggak papa? Bukannya ngerepotin?" Dwina sontak beralih memandang Tari, mendapatkan data secara spesifik dari senior tentang skripsi itu tidak mudah kecuali mereka adalah orang yang dekat.

Tari memberi cengiran lebar, "uang. Orang tua aku ngasih uang lebih untuk hal ini."

"Seriusan.. mahal banget ya? Terus kenapa kamu ngajak aku? Bukannya itu malah ngerugiin... kamu?" Kehidupan kampus memang seperti itu, banyak sekali mahasiswa yang memilih menyimpan data dan trik penting dalam pembelajaran maupun tugas akhir semester. Yang dipikirkan adalah mereka tidak mau orang lain merasakan enaknya saja sedangkan dia sudah mati-matian menyelesaikannya.

Trust Your Heart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang