72. Awal Pernikahan (3)

7.4K 562 15
                                    

Kami tiba di hotel hampir menyentuh tengah malam. Kak Arya memintaku untuk membersihkan diri lebih dulu, sedangkan kulihat dia langsung berbaring di atas ranjang karena kelelahan. Aku tak banyak bicara yang kemudian membongkar sedikit koper untuk mengambil beberapa barang lalu melesak ke kamar mandi.

Kesunyian di kamar hotel ini lenyap oleh suara pancuran air hangat dari shower, seluruh keletihan di tubuhku pun larut secara perlahan. Aku tidak biasa mandi malam, tapi menurutku kali ini adalah pilihan yang terbaik.

Setelah beberapa saat akupun selesai mandi, kukenakan salah satu kimono handuk yang sudah disiapkan untuk kami. Masih di dalam kamar mandi, aku menatap pantulan wajahku tanpa make-up di cermin begitu lekat. Sepertinya aku butuh memoles sedikit lipstik di bibir untuk mengurangi kesan pucat. Tidak, tampaknya itu masih kurang. Aku mengambil maskara dengan tipe sikat Skinny Wands favoritku dari tas khusus make-up lalu menyikat bulu mata pendekku. Setelah itu ku oleskan sedikit BB cream ke wajah lalu menaburinya dengan bedak tipis. Ini lebih baik.

Entah sudah berapa lama waktu yang kuhabiskan di kamar mandi. Perlahan aku melangkah keluar dan melirik ke arah kak Arya yang masih terbaring di atas ranjang dengan sebuah lengan menutupi wajahnya.

"Udah selesai?" tanyanya spontan membuatku nyaris terlonjak. Tanpa perlu ditebak, dia mengerti alasan kenapa aku begitu lama. Kuharap dia tidak marah.

"Iya." Sahutku sambil memalingkan diri ke koper untuk mengambil hairdryer.

Kudengar kak Arya menarik napas panjang, dia berusaha bangkit dari kasur kemudian berjalan setengah menyeret ke kamar mandi. Aku langsung bernapas lega ketika kudengar air shower menyala.

Sumpah hingga detik ini aku sama sekali belum memahami karakter seorang Arya Wijaya. Meski hari ini dia sudah menjadi suamiku, aku masih terlalu khawatir juga takut untuk membuat masalah. Lebih tepatnya aku tidak ingin dia membenciku karena kesanku yang buruk. Aku mendesah, sekali lagi aku berpikiran negatif.

Aku duduk di tepi ranjang, menyalakan mesin hairdyrer lalu mengarahkannya ke rambutku. Sulitku jelaskan kenapa aku tak berhenti menatap kamar mandi. Sebenarnya aku mencoba berpura-pura bodoh kalau ini adalah malam pertama kita dalam tanda kutip kita tidak hanya tidur saja. 'Dia akan meniduriku!' Ingat itu, dan tubuhku langsung merinding ketakutan.

Mataku terpejam rapat, tampaknya rasa lelahku dikalahkan oleh kegugupan. Aku bukan wanita yang buta akan hubungan seksual. Cara mencapai puncak klimaks sekaligus cara membuat bayi. Kata sebagian besar orang hubungan itu sangat menyenangkan, tak terlupakan bahkan dapat mempercantik kulit akibat meningkatnya hormon kebahagiaan dan..

Suara pintu kamar mandi terbuka, membuatku langsung menelan ludah sebanyak mungkin. "Kesini, aku keringin rambutnya." Ucapkanku tiba-tiba saja meluncur, sedangkan kak Arya hanya mengikuti permintaanku dan duduk di bawah ranjang tepat di antara kedua kakiku yang kini luar biasa beku.

Jemariku menyisiri rambut pendeknya sambil mengarahkan uap panas dari mesin hairdryer. Aku tidak pernah berpikir akan seberani ini menyentuh kepala seorang laki-laki. Sensasinya sangat menakjubkan. Rambutnya halus dan wangi shampo membutaku diam-diam tersenyum kecil. Naluriku jadi ingin memanjakan dia.

"Aku lupa ngasih tau kalau ibuku punya hadiah buat kamu. Sekarang itu ada di koperku." Seru kak Arya.

"Terima kasih." Aku bingung harus menjawab apa. Hari ini aku mendapatkan tumpukan kado pernikahan, tapi belum satupun sempat ku buka sebelum aku pergi ke Lombok. Kami kembali terdiam dan sepertinya dia masih ingin mengatakan sesuatu. Pikirku begitu.

Trust Your Heart [END]Where stories live. Discover now