87. Bayangan Rasa (10)

23.5K 2.4K 22
                                    


"Jadilah suami yang baik, mencintai istri meski banyak kekurangan itu adalah pahala pernikahan, tidak akan merugi sama sekali."

Sedikitpun Arya tidak menyela nasihat ibunya. Ia mengerti, ibunya sering memikirkan perasaan orang lain dengan hati-hati. Sifat penyayang dan bijaksananya bisa membuat seseorang memahami ketulusan yang dia berikan.

Arya mengangguk patuh. Biasanya ibu tidak akan mencampuri urusan pribadinya, ia dibiarkan untuk menyelesaikan masalah secara mandiri. Namun jika ibu sampai menceramahinya seperti ini, pertanda kalau Arya sudah melewatkan poin penting.

"Bimbing istrimu, tapi jangan lupa kamu juga membimbing dirimu sendiri sebagai suami. Dalam rumah tangga itu saling mengingatkan juga saling bekerja sama. Suatu saat kamu akan mengerti, pentingnya memberi kepercayaan pada pasangan sendiri."

Bu Laras memang tak menyadari bahwa selama ini Arya mengalami patah hati dan kecewa? Meski anak-anaknya sering menyembunyikan masalah, firasatnya selalu sadar akan hal itu.

"Baik bu.." seru Arya.

Bu Laras menepuk pelan tangan Arya, "Ngerti nggak? Kamu yang minta menikahi dia, jadi jaga istri kamu baik-baik. Jangan arogan, perhitungan atas banyak hal apalagi sampai memukul istri. Kasihan."

"Ya ampun, mana mungkin aku tega ngelakuin itu Bu." Memukul istri? Mendengar kalimat itu saja membuat Arya merasa miris, hanya lelaki bajingan saja sampai tega melakukannya.

"Orang kadang khilaf sama perbuatannya sendiri, bukan maksud ibu mendoakan yang buruk-buruk."

"Aku tahu, aku tahu... Aku bakalan patuh sama nasihat ibu."

"Awas kalau masuk kuping kiri keluar kuping kanan!" Dari dulu Bu Laras gemas dengan Arya yang suka cengengesan kalau di nasihatkan, membuat dia nggak yakin apa anak itu paham perkataannya.

"Sama satu lagi..." Bu Laras menampilkan wajah serius dua kali lipat. "Jangan terlalu dekat sama Indira, bisa terjadi salah paham kamu sama Dwina. Tau sendiri dari kecil dia suka ngikutin kamu main kemana-mana. Ibu juga tau kalau dia ada hati sama kamu."

Tidak bisa di pungkiri, Arya pernah mendengar pernyataan cinta Indira berulang kali. Perempuan itu ambisius, suka mendominasi dan berkarakter kuat. Arya senang menjadikan orang berlatar hebat itu teman, namun sebagai pasangan dia menghindarinya.

Arya sadar sendiri kalau dia memiliki bersifat persis Indira. Namun bila dua orang dengan kesamaan seperti ini akan terjadi peperangan setiap waktu. Arya butuh karakter yang berlawan untuk menutupi kekurangannya. Dan Dwina lah sosok yang tepat. Dwina bukan orang agresif, dia cenderung hati-hati. Dwina juga bukan orang yang suka mendominasi namun dia bisa beradaptasi secara fleksibel. Keunggulan yang tak dimiliki Arya.

Terdengar pintu kamar diketuk, muncul Teh Kila bertanya tentang masakan apa yang di buat untuk makan siang hari ini.

"Masak tumis toge dan tahu, kamu mau nggak?" tanya Bu Laras ke Arya.

"Aku mah terserah."

"Ada yang lain lagi nggak? Anak aku cuma minta dimasakin nugget dan sayur bayem aja." Seru Teh Kila

Arya menggelengkan kepala. "Teh Kila, Dwina di tinggal sendirian di ruang tengah?"

"Nggak, kan ada Indira. Anak aku tas agak rewel nggak mau sama ayahnya." Bang Ares masih sibuk di depan laptop ada urusan kerjaan yang mendadak, jadi anaknya ngambek.

Bu Laras panik, "udah balik sana temenin istri kamu." Arya pun segera menghampiri Dwina.

Ketika tiba di ruang tengah, Arya merasakan ketegangan di antara Dwina dan Indira. Tetapi sikap Dwina yang santai membuat orang lain tak bisa menilai siapa yang menindas dan siapa yang ditindas.

Trust Your Heart [END]Where stories live. Discover now