41. Merakit hati (9)

6.7K 576 7
                                    

Semua orang memiliki hati, termasuk anak-anak. Maka dari itu jangan pernah lupa bahwa mereka bisa merasakan perihnya disakiti, sedihnya diabaikan dan dia akan tau jika orang tuanya pilih kasih terhadap saudara sendiri. Pada dasarnya semua anak kecil suka merengek atas banyak hal, namun salah satu penyebabnya adalah sebagai orang tua tidak bisa memahami dia. Orang tua sering bersikap acuh lalu terus menganggap bahwa seorang anak kecil paham keinginan mereka, sayangnya sekali lagi tidak. Sampai kapanpun anak kecil sulit memahami hal tersebut, dia masih dalam tahap berkembang, bahkan akalnya belum seimbang, jadi bagaimana mungkin dia tidak menangis dan sakit hati bila orang tua terus memarahi serta menyalahkannya?

Dan kini setelah dewasa, Dwina paham bahwa menjadi orang tua mempunyai tanggung jawab besar. Dia harus mempunyai kasih sayang penuh terhadap anak-anak mereka demi masa depan yang baik. Lalu tentang apa yang terjadi di masa lalu, dia hanya perlu melupakan segala kemarahan dan rasa sakit hati. Walaupun seseorang itu kadang sulit berpindah dari satu titik permasalahan. 

Jangan marah! Karena itu tidak mempunyai manfaat. Jadi bila hati terguncang terutama bagi seorang wanita maka lebih baik dia menangis saja untuk meluapkan semuanya. 

Dwina menghapus kasar air matanya yang tidak bisa berhenti, suaranya sesenggukan kemudian mama langsung mendekapnya. 

"Aduh.. adek jangan nangis dong." Seru mama membelai kepala Dwina. Mau seperti apapun, Dwina tetap bersikap kekanak-kanankan. Dan semua orang tahu itu. 

"Maaf ya, Dwina padahal jarang begini." Lanjut mama merasa sedikit bersalah pada mama Ratih. 

"Ya sudah, Dwina kayaknya perlu istirahat. Kita pulang saja, nanti kapan-kapan saya akan mampir ke sini lagi.." Mama Ratih meletakan bingkisan di atas meja sebagai hadiah untuk Dwina. 

"Masa langsung pulang? Bu Ratihkan baru nyampe. Seenggaknya makan malem dulu bareng kita."

"Tidak bu, saya takut ngerepotin. Si Destina anak saya juga kelihatan ngantuk banget, lebih baik kita pulang." Mama Ratih dan keluarganya pamit pergi. Bahkan mereka tidak meminta Dwina untuk salim maupun mengantar kepergian mereka. 

Dwina sendiri langsung masuk ke dalam kamar, mengunci diri, berusaha menenangkan hatinya. Dia tau mama, ayah dan kak Bayu merasa sangat khawatir padanya namun tak satupun datang untuk menghiburnya. Dwina perlu waktu sendiri. 

"Kenapa dia tiba-tiba dateng ke sini?" tanya kak Bayu pada mama dan itu terdengar jelas dari dalam kamar Dwina. 

"Mama juga nggak tau. Padahal dulu dia bilang nggak bakalan ketemu sama Dwina lagi. Kita juga udah pindah rumah, berarti bu Ratih ada maksud untuk nemuin Dwina sampai cari alamat rumah kita yang baru." 

"Dwinakan udah jelas di adopsi sama keluarga kita." Sejak awal Bayu diberi pengertian alasan kenapa orang tuanya memasukkan Dwina ke dalam keluarga mereka. Dwina mengalami kekerasan pada anak, bahkan dia nyaris sekarat. Karena merasa kasihan, orang tuanya berusaha memenangkan pengadopsian Dwina di pengadilan dan menyatakan mereka layak menjadi orang tua angkat. 

"Aduh Bayu, sebagai orang tua mau bagaimanapun tetap mikirin anaknya. Bu Ratih juga menikah lagi dan punya anak, jadi mama pikir kehidupannya udah mulai membaik."

"Terus..?"

"Kita ambil positifnya aja. Mungkin dia mencoba memperbaiki hubungan dengan Dwina, lagi pula nggak ada salahnya." Lanjut mama. 

Trust Your Heart [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon