49. Melodi Jiwa (7)

5.5K 465 6
                                    

Maaf tadi aku lupa update..(๑•﹏•)

Happy reading..

Arya bersikap tegang, sampai tiap ruas-ruas jarinya bersimpah keringat hingga dia tanpa sadar mengusapkan tangan ke kain celana.

Kini dihadapan Arya ada ayahnya Dwina. Kelihatan dari tatapan mata yang sendu layaknya wibawa seorang pemimpin keluarga. Beliau tersenyum ramah ke Arya, tidak ada tanda-tanda intimidasi.

"Gimana kabar orang tua kamu? Kata Dwina beberapa hari lalu kamu balik ke Bandung?" ayahnya Dwina mengawali pembicaraan. Suasana ruang tengah makin bertambah tegang.

"Syukur, kabar orang tua saya baik dan mereka sehat." Punggung Arya sampai ke pinggang mendadak kaku. Dia sulit mengikuti alur santai terpancar dari keluarga Dwina.

"Kalau kabar kamu sendiri?" Menurut Arya itu pertanyaan menjebak.

"Kabar saya juga, dan agak sibuk di kantor."

"Kurang lebih saya paham, profesi nak Arya dan saya kan sama. Kita kontraktor." Ayah tertawa ringan. "Ayo silahkan diminum tehnya."

"Iya pak." Arya mengambil cangkir tehnya dari meja pendek sembari sekilas melihat Dwina duduk di sofa di samping mamanya. Dwina tersenyum kecil sebagai penyemangat jiwa. Betul Arya butuh itu.

"Kamu serius mau nikah sama Dwina?"

Belum sempat Arya menyesap tehnya, dia langsung menurunkan cangkir dari mulut lalu di letakan kembali ke atas meja "Iya pak, saya mau nikah sama Dwina."

"Kenapa kamu mau nikah sama dia? Kan diluaran sana banyak perempuan yang lebih cantik dari Dwina?

Pertanyaan mengerikan akhirnya dimulai. Jangan sampai Arya terjebak dan salah menjawab hingga dia mendapatkan nilai buruk di mata orang tua Dwina.

"Dwina sudah cukup cantik di mata saya. Dia orang yang baik dari keluarga baik-baik." Jawab Arya ekstra hati-hati.

"Kamu tahu kalau Dwina itu anak angkat?" Suasana berubah kalut mendengar pertanyaan itu. Memang ada benarnya jika semua ini di jelaskan dari awal dan langsung dari orang tuanya Dwina demi menghindari skenario terburuk.

"Iya saya udah dengar itu dari orang tua saya. Tapi saya dan orang tua saya tetap terima Dwina." Jawab Arya.

Jantung Dwina berdetak cepat, Arya ternyata sudah mengetahui tentang latar belakangnya. Dan menyadari lelaki itu terus memperjuangkan dirinya, Dwina merasa terharu.

Mama kemudian membelai punggung Dwina untuk menyalurkan ketenangan, karena ayah akan sungguh-sungguh mempertimbangkan Arya menjadi suaminya Dwina.

"Kalau jawaban kamu begitu, berarti bagus. Dwina itu kami angkat jadi anak ketika umurnya kurang dari sepuluh tahun. Dia melalui kejadian berat waktu kecil. Orangnya memang banyak diam di depan orang lain, tapi dia bisa cerewet kalau udah akrab."

Ayah memberi jeda supaya semua dapat menarik napas sebelum dia melanjutkan perkataannya.

"Misalkan Dwina menikah, yang jadi walinya adalah wali hakim. Kita tidak tau kabar apapun tentang ayah kandung Dwina, sedangkan ibunya baru-baru ini datang berkunjung setelah bertahun-tahun lamanya."

Trust Your Heart [END]Where stories live. Discover now