14. Perasaan ini (2)

31.8K 3.1K 24
                                    

Dwina jalan menuju ruang tv dan ketika tiba semua orang menatap senang kehadirannya. Langsung Dwina melihat ke arah kak Bayu, apa jangan-jangan kakaknya membicarakan hal aneh tentangnya?

"Ini dia pemenang lomba puisi pentas seni waktu SMA. Bener deh, Dwina bikin merinding orang kalau lagi bacain puisi." Seru kak Bayu penuh semangat membara tanpa memikirkan pendapat Dwina. Ingin sekali Dwina menyeret kakaknya pulang sekarang juga lalu menguncinya di kamar mandi selama seminggu. Sebanarnya kemana otak jenius kak Bayu, dan kenapa dia harus mengumbar-ngumbar privasinya?

"Aku nggak pernah menang lomba puisi. Kak Bayu itu asal ngomong aja." Dwina menyalahkan kak Bayu. Sayangnya semua orang lebih memihak ucapan kak Bayu.

"Nih lihat akun Instagram Dwina. Dia sering posting puisi bentuk caption atau video, pada banyak yang nge-like." Kak Bayu mulai menunjukan akun Instagramnya ke orang-orang. Memang benar jika Dwina sejak SMA berkonstribusi banyak tentang dunia puisi, mengikuti sejumlah acara perlombaan

Dwina duduk di samping kak Bayu sambil menarik-narik lengan bajunya dengan wajah merengut, "Ngampain sih kak Bayu... Malu tau."

"Coba dong bacain puisinya kakak Dwina yang lain juga mau denger nih." Teh Bika mulai iseng.

"Aku bisa berubah jelek kalau bacain puisi."

"Bohong itu." Sahut bang Ares tiba-tiba ikut menyahut.

"Nanti malah diketawain." Dwina mencari alasan lain.

"Siapa juga yang mau ngetawain kamu." Seru Arya.

"Udah sana bacain puisi, siapa tau di kasih amplop. Sekali-kali ngehibur orang lain Dwina." Kak Bayu menimpali.

"Amplopnya doang, nggak ada isinya." Balas Dwina.

"Ada kok isinya." Teh Bika memberi isyarat jari berbentuk love khas orang korea. "Isinya cinta."

"Aku mah udah punya 'cinta' teh Bika. Maunya yang lain." Wajah Dwina bersemu merah hingga ke telinga, semua orang akan langsung tau kalau dia sangat malu tanpa berniat disembunyikan apapun. Sayangnya tetap tidak ada orang mau memihak Dwina. Kenapa sih jadi aneh begini?

"Jangan pulang kalau nggak bacain puisi dulu." Kini giliran bu Laras berkata.

"Tuhkan, cepet berdiri bacain puisi sana. Nanti kakak kasih tepuk tangan nih." Ledek kak Bayu namun adiknya malah menyembunyikan wajahnya di balik tubuh kak Bayu. "Jangan ngumpet dek."

Dwina menarik napas panjang, kemudian bangkit dari duduknya. Sejenak Dwina menutup wajahnya dengan kedua tangan berusaha untuk menenangkan diri. Anggap saja disini dia bersama patung-patung batu hingga dia tidak khawatir sudah mempermalukan harga dirinya. "Oke. Cukup sekali aja ya?"

"Iya...." Jawab yang lain serempak.

Dwina meminjam hp kak Bayu, memilih sebuah instrumen musik Satie - Je te veux. "Puisi yang akau bawakan berjudul 'Bilamana'. Sebuah kisah tentang perasaan seorang pecinta bertemu belahan jiwanya tapi sayangnya takdir berkata lain, perasaannya ditolak hingga dia merasa dirinya adalah seorang pecundang. Hatinya sangat hancur, padahal segala ketulusan sudah dia berikan. Dan akhir cerita orang itu akhirnya terima pada takdir Tuhan.


"Bilamana menatap sepasang manik mata yang rupawan

Tak ku sangka indah kata orang

Trust Your Heart [END]Where stories live. Discover now