40. Merakit hati (8)

6.8K 572 11
                                    

Happy reading (~ ̄³ ̄)~


Di awal cerita, cinta akan penuh gairah karena api gelora membakar perasaan seorang insan, berbeda dengan cinta yang terhanyut oleh ketenangan tentu disaat itulah puncak dari sebuah cinta. Mereka tetap berdiri tegak tanpa terpengaruhi apapun.

Jadi tahap manakah mereka berada? Tanya Dwina dalam hati. Ini masih terlalu awal mendapatkan ketenangan. Laju cerita mereka terlampau lambat, dan itu disebabkan oleh Dwina sendiri.

"Kegedean ya bajunya? Maaf aku nggak punya ukuran yang lebih kecil dari pada itu." Seru Arya menyodorkan segelas teh hangat pada Dwina, diapun lalu duduk di sofa di samping perempuan itu.

"Iya nggak pa-pa kak." Sahut Dwina kemudian mengalihkan pandangan kepada seekor kucing hitam yang tampak mengintip dari balik tembok. "Itu si kucing Mike?"

"Iya bener. Mike agak sensitif sama orang yang baru dia temuin beda banget sama Gabe, tapi Gabe aku lihat dia lagi tidur."

Dwina meneguk pelan teh hangat tersebut sambil berpikir bagaimana mengutarakan perasaan dirinya. Jiwa Dwina terbilang datar, rasa menggebu itu telah sirna dan nyaris saja dia melangkah mundur karena ragu. Apakah Arya bisa menerima dia apa adanya? Dwina meletakkan gelas teh di atas meja, dia menarik napas dalam lalu sedikit menghadap ke Arya.

"Setelah beberapa lama kita saling deket, aku sadar sikap aku terlalu pasif ke kakak. Aku minta maaf untuk itu." Pandangan mereka saling bertemu, Dwina mencoba berhati-hati atas setiap perkataannya. "Hubungan kita terbilang lambat dan membosankan, itu juga kesalahan aku. Bisa di bilang aku overthingki sampai kadang aku capek sendiri sama sifat aku itu."

"Aku udah tahu itu dari awal."

"Aku juga sadar kalau kakak udah tahu itu, jadi aku lihat kakak banyak menahan diri. Sebenarnya hubungan kita itu aneh ya?" Dwina meringis, ia pikir apa yang dia katakan belum menjelaskan utuh betapa buruknya hubungan mereka.

"Hem.. Menurut aku biasa aja. Setiap orang punya caranya masing-masing dan salah ketika mencoba disamakan dengan orang lain. Bisa dibilang selama ini kamu udah berusaha keras walaupun dalam diam dan tanpa sepengetahuan banyak orang. Dwina, kamu orang yang hati-hati karena itu cara kamu ngehargai perasaan orang lain." Tangan Arya membelai lembut pinggiran rambut Dwina.

"Tapi sebelumnya banyak laki-laki nyerah sama aku yang begini."

"Karena dia nggak serius sama kamu." Suara Arya terdengar dalam. Memikirkan ada laki-laki lain pernah dekat dengan Dwina spontan membuat dia tersulut emosi, walau itu hanyalah masa lalu dia tetap tak akan tinggal diam bila salah satu dari mereka masih mencoba dekat. "Orang lain ngira sikap aku terbilang santai untuk dapetin kamu. Padahal mereka nggak tau apa isi hati aku sebenarnya." Dwina selalu terpantri di depan mata Arya, dan satu langkah Dwina mendekati dirinya Arya akan langsung mengikat dia. Dia tak peduli akan hubungan yang berlaju lama atau membosankan. Kenapa? Karena yang dia tunggu adalah musim semi dimana bunga mawar paling akan mekar. Dwina bisa mengejutkan siapapun. Dwina bernilai tinggi bagi Arya. Dia rela menuggu.

Tangan dingin Dwina meraih tangan Arya, dengan mengumpulkan keyakinan Dwina berkata, "ada orang bilang sebaiknya tidak menikahi orang yang kita cintai tetapi mencintai orang yang kita nikahi. Dan aku setuju sama ucapan itu. Jadi aku terima.. lamaran kakak."

Keduanya terhanyut pada momentum saling beradu tatapan dan masih dalam keadaan tenang terkendali. Bisakah mereka menikmati perasaan yang terbuai di detik ini? Dwina sendiri ingin itu, dan berharap terus dapat menghidupkan jiwanya.

Trust Your Heart [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora