6. Liam Payne : I Wanted You More

1.6K 46 0
                                    

Hi if you read this thankyou xx

***

“Only 3 days left, Glenda. Do you remember ?”

“I do. Back off from Liam!”

 

Aku menatap Liam yang tengah serius menjelaskan pelajaran matematika yang tak kumengerti.  Caranya dia menjeleskan, caranya menatapku silih berganti dengan tulisan dibuku dan bagaimana helai-helaian rambutnya terbang akibat tiupan angin.

 

Seharusnya aku tidak mengiyakan taruhan itu, seharusnya.

 

Liam terlalu baik untuk disakiti, Liam tidak pantas untuk dijadikan taruhan. Aku menyeselai semua yang kuperbuat. Bodohnya kenapa aku tidak memikirkan dampak dari semua keputusanku. Hanya tersisa tiga hari untukku jujur pada Liam dan itu berarti aku hanya punya tiga hari untuk tertawa,belajar dan menyayanginya karena setelah aku mengatakan hal yang sebenarnya maka aku yakin seratus – seribu – persen bahwa Liam akan marah.

 

Sebenarnya hal itu bisa kucegah, jika Liam menyatakan cintanya – menembakku – sebelum atau tepat dihari ketiga. Cinta yang murni, tanpa suruhan apapun tapi bagiku itu mustahil. Kami sudah berteman selama enam bulan – semenjak taruhan itu dimulai – tapi tak ada tanda-tanda bahwa Liam menaruh hati padaku. Sigh.

 

“Glenda!”

 

Teguran Liam berhasil menyadarkanku. Aku segera bertemu dengan mata cokelat miliknya yang indah, ia menatapku dengan tatapan bingung. Entah darimana datangnya rasa sesak langsung memenuhi dadaku, melihat wajah polos dan tulusnya. Aku yang salah dari awal, aku yang salah.

 

“Li..”panggilku. Liam mengalihkan pandangannya dari buku IPA kearahku. “Apa ?”

 

“Can we do the Sleep Over ?” tanyaku. Liam mengerutkan alisnya bingung. “tonight ?”

 

“besok juga libur, hari sabtu. Please ?” pintaku dengan wajah memelas.  Liam hanya mengangguk sambil menepuk-nepuk kepalaku. Ia melirik jam yang tertempel didindingnya, menunjukkan pukul Sembilan malam.

 

 “sudah jam Sembilan, belajarnya udahan yah ?” tawar Liam. Aku mengangguk kemudian meringkas semua buku yang ada dimeja belajar Liam lalu memasukkannya kedalam tas. Kami sama-sama duduk dilantai, tidak tahu apa yang harus dilakukan dan dibicarakan.  Liam tengah sibuk bermain Games diIpadnya dan aku lagi-lagi hanya bisa menatap wajahnya secara detail.

 

“Aku ingin jadi CEO disebuah perusahaan besar, atau General Manager. How about you ?”

 

“aku suka design – entah design apa – aku  tidak tahu. Intinya kelak aku ingin bekerja dibidang yang aku sukai, design”

 

“good luck then” ucap Liam. Aku menatapnya kembali namun detik berikutnya aku mengalihkan pandanganku pada Ipad milikku, dan memainkan salah satu permainan secara asal hanya untuk mengalihkan pembicaraan.

Clouds ❌ o.s [CLOSED]Where stories live. Discover now