18. Harry Styles : Move On!

1.3K 38 2
                                    

aku pikir, semua yang kita miliki was real. termasuk cinta.-

***

Aku menengadah ketika merasakan bulir-bulir air turun dari atas langit. Hujan, pikirku. Teringat akan figurnya yang selalu bermain-main dikepalaku dengan liarnya. Muncul tanpa diminta dan hilang begitu saja, persis seperti dirinya dikenyataan. 

Aku ingat, kamu suka sekali menggeurutu ketika hujan turun apalagi saat acara pergi kita harus batal karena hujan yang deras. Kamu akan mengomel, menyumpah serapahi orang-orang yang meminta hujan dan aku hanya bisa tertawa sambil menyesap segelas cokelat hangat. Aku merindukanmu, Harry.

“Meisy! Keluar dari lamunanmu!” Cameron menyentak lenganku dengan kasar, hampir membuatku menjatuhkan gelas yang kupegang. “Pasti deh mikirin Harry” cibirnya.

“Tidak! Lagian untuk apa memikirkannya” aku mengelak tuduhan Cameron. Pria itu mengambil tempat disampingku, membuka Lunch Box berwarna merah yang ia bawa dari rumah lalu mulai memakan isinya.

“Kau tidak makan ?” Tanya Cameron disela-sela aktivitas mengunyahnya ketika melihat Lunch Box bening milikku tidak tersentuh sama sekali.  “Jangan terpaku sama masa lalu, kamu kadang terlalu sibuk memikirkan Harry yang mungkin saat ini tidak sedang memikirkanmu”

jleb

Aku tertegun ketika mendengar ucapan Cameron. Tidak biasanya pria itu berubah menjadi seseorang yang bijak atau hobi menasehati orang lain. Dengan gaya serampangan dan pendiriannya yang suka berubah-ubah a.k.a labil begitu, mau sok menasehati.

                Dengan malas kubuka Lunch Box milikku. Hanya ada sayuran, saus mayo dan saus cabai. Cameron tertawa ketika melihatku mulai menuangkan saus mayo diatas sayuran. “Cam, im trying to eat, seperti katamu. Jadi berhenti tertawa”

                “Makanmu sayuran terus dari senin sampai jumat, kau tidak bosan ?”

                “aku lupa caranya makan makanan lain” ucapku lirih.

                Pandanganku beralih pada kaca jendela dihadapan kami, gelap dan dingin. Hujan yang tak kunjung berhenti berhasil membuat setengah dari populasi manusia dikantor ini merasa malas untuk bekerja, malas menulis, mengedit dan menemui beberapa narasumber  yang sudah memiliki janji untuk berwawancara. Kalau sudah hujan seperti ini, ruang makan ditiap lantai pasti ramai. Beberapa pegawai memilih untuk me-refill kopi atau teh dicangkir mereka, beberapa memilih untuk menikmati makan siang lebih awal – contohnya aku dan Cam, beberapa ada yang memilih untuk tidur ‘kilat’ seperti yang dilakukan Josh tepat disamping Cam.

                “Kamu ga cocok hidup dilondon” celetuk Cam. Matanya menatapku dengan intens. “Cuacanya bipolar, labil kayak aku. Keseringan hujan atau mendung persis kayak hati sama otak kamu”

                “Sial kau! Berhenti meledek Cam!”

                “Move On Honey” sahut Cam dia merapikan kotak makannya lalu meneguk sebotol air mineral yang ia ambil dari dispenser kantor. “Kamu disini nunggu dia yang jelas-jelas lagi sibuk sama pacar-nya emang kamu yakin dia bakal balik ?”

                Jleb, Jleb

Dengan begitu Cam berjalan meninggalkanku yang masih terpaku akan perkataannya dan Josh yang asik mendengkur, dasar pemalas!

                Seusainya makan siang, aku dan Josh kembali kemeja kami masing-masing. Mengingat masih ada beberapa materi yang harus kami edit untuk majalah bulan ini. Dengan kertas yang berserakan dimeja bundar, Josh mulai mengeluarkan ide-ide gilanya dan meminta kami untuk berdiskusi mengenai issue majalah bulan ini.

Clouds ❌ o.s [CLOSED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora