Pecinta Wanita 2

194 24 2
                                    

Setelah kejadian di kolam renang Sem dan Nara terlibat kecanggungan yang luar biasa, mungkin hanya Nara karena Sem terlihat seperti biasa. Bahkan pria tampan itu lebih menunjukkan afeksinya untuk Nara, Sem sudah bertekat akan menunjukkan perhatiannya pada Nara agar wanita cantik itu sadar akan perasaan yang Sem miliki untuknya.

Mereka baru saja tiba dikantor setelah acara perusahaan, Nara baru saja menuruni bus namun dirinya sudah dihadang oleh Sem yang kini berada dihadapannya. Karyawan lain yang melihat itu sebenarnya sedikit bertanya-tanya namun mereka memilih abai mengingat bos mereka yang sangat tidak suka jika privasinya diganggu.

"Kamu pulang sama siapa?" tanya Sem.

"Emm...saya pulang sendiri pak" jawab Nara. Jujur saja saat Nara melihat Sem dirinya akan teringat tentang ciuman mereka berdua dikolam renang.

"Saya antar" ujar Sem.

Mata Nara sedikit membola mendengar ucapan bosnya itu, menurut Nara itu bukanlah ide yang bagus. Berada disatu mobil dengan Sem hanya berdua, Nara sudah bisa menebak akan secanggung apa mereka berdua nanti, ah mungkin hanya dirinya yang canggung. Sem terlihat biasa saja, seakan ciuman itu bukanlah sesuatu hal yang besar. Nara jadi mengutuk dirinya sendiri karena terlalu berlebihan menanggapi ciuman itu, harusnya Nara sudah tahu jika ciuman itu tidak berarti apa-apa untuk Sem.

"Maaf pak, lebih baik saya-

"NARA"

Panggil seseorang dari jarak beberapa meter dari arah samping Nara, membuat Nara dan Sem menoleh bersamaan. Disana berdiri pria tampan dengan pakaian yang lebih casual dari biasanya sedang tersenyum kearah Nara dan kini mulai melangkah semakin dekat kearah Nara. Sem yang melihat kedatangan pria yang sangat tidak diharapkan kehadirannya oleh dirinya itu hanya memandang dingin.

"Wian? Kamu ngapain disini?" tanya Nara saat Wian sudah berada disebelahnya.

Wian tersenyum, "Jemput kamu" jawab Wian.

Dalam hati Nara bersorak senang karena kehadiran Wian yang sangat membantunya menghindar dari Sem. Sedangkan Sem saat ini sedang mengutuk pria bernama Wian karena sudah menggagalkan rencananya agar lebih dekat dengan Nara.

"Maaf pak Sem, sepertinya saya pulang dengan teman saya saja. Terima kasih atas tawarannya" ujar Nara.

Wian hanya melirik kearah Sem sekilas begitupun dengan Sem. Sem hanya mengangguk sebagai jawaban, mau bagaimana lagi Nara sendiri yang sudah memutuskan dan memilih. Sem tidak mungkin memaksakan kehendaknya, Nara bisa saja merasa tidak nyaman.

"Iya ngga apa-apa Nara, mungkin next time" jawab Sem.

Nara tersenyum canggung, sebenarnya ada rasa tidak enak saat menolak tawaran Sem. Namun rasanya Nara harus sedikit menghindar dari bosnya itu.

"Mau pulang sekarang?" tanya Wian, tangannya mengambil alih ransel yang dibawa Nara.

Nara hanya mengangguk sebagai jawaban, "Saya duluan pak" pamit Nara.

Sem mengangguk sebagai jawaban. Wian menatap Sem sebentar lalu mengangguk pamit. Setelahnya Nara dan Wian berjalan menjauh dari hadapan Sem, Sem menatap dua punggung yang semakin menjauh itu.

"Perasaan gue aja apa emang Nara ngehindarin gue? Tapi kenapa?" ujar Sem pada dirinya sendiri.

Sem menghela nafas. Tidak ingin terlalu larut dengan pemikirannya akhirnya Sem memilih untuk berjalan kearah mobilnya berada. Sem hanya ingin bermalas-malasan seharian dirumah sebari memikirkan langkah selanjutnya untuk mendekati Nara.

.

.

.

Wian melirik sekilas kearah Nara yang terlihat lebih diam dari biasanya. Wian kenal betul dengan Nara, wanita itu jika bersamanya pasti akan banyak bicara dan ada saja cerita yang keluar dari bibirnya. Namun saat ini Nara terlihat berbeda dimata Wian, entah apa yang sedang dipikirkan oleh sahabatnya itu.

"Kamu kenapa, Ra?" tanya Wian pada akhirnya karena tidak sanggup jika mereka hanya diam sepanjang perjalanan pulang.

Nara yang tadinya sedang menatap kearah luar jendela kini beralih menatap Wian, "Kenapa apanya?" bingung Nara.

Wian menghembuskan nafasnya, "Ya kamu, dari tadi diem aja. Biasanya ngomong terus, ini aku lagi nunggu kamu cerita loh kaya biasa. Kamu kenapa, hm?" ujar Wian.

Wian dengan jelas mendengar Nara menghela nafas, "Aku mau cerita tapi kamu jangan marah" ujar Nara.

"Ya tergantung sih" sahut Wian.

"Tuh kan, ngga jadi deh"

Wian tertawa mendengar nada merajuk dari Nara, "Iya iya ngga...ya udah cerita dulu" ujar Wian.

Hening~

"He kissed me"

Wian segera menginjak pedal remnya dengan mendadak saat mendengar ucapan Nada.

"What?! Who? Siapa yang nyium kamu?!" heboh Wian. Bahkan Wian sampai meminggirkan mobilnya.

Nara ditempatnya menatap Wian dengan ragu-ragu, karena Wian menatapnya dengan tidak santai.

"P-pak Sem" cicit Nara dengan suara kecil.

"Pak Sem? Bos kamu? Yang tadi itu kan?! Kok bisa?!" Wian yang biasanya terlihat sangat tenang dan kalem itu kini sudah lebih heboh dari pada Nara.

"Ya bisa, ih ngga tau ah! Masa harus dijelasin" sebal Nara.

"Oke oke, kita lanjutin jalan dulu. Kamu harus cerita detailnya dirumah jangan sampe ada yang kelewat...tenang aja aku ngga marah. Aku cuma kaget aja" ujar Wian pada akhirnya, dirinya kembali mengendarai mobilnya.

.

.

.

Sem benar-benar melakukan niatnya untuk bermalasan dirumah, Dino yang melihatnya saja sampai jengah sendiri. Lihat saja penampilan Sem saat ini, kaos oblong oversize dipadukan dengan celana training; belum lagi wajahnya yang terlihat sangat suram.

"Weekend tuh olahraga kek bang" ujar Dino, yang kini ikut duduk disebelah Sem.

Sedangkan Sem yang sibuk menyiksa remot tv itu hanya acuh, sibuk mengganti saluran. Padahal dari wajahnya saja sudah terlihat jika Sem tidak berminat sama sekali untuk menonton. Dino yang melihat itu meringis, merasa kasihan dengan remot yang menjadi korban kekerasa Sem.

"Stop bang stop, stop nyiksa remot tv kita" ujar Dino sebari mengambil remot tv dari tangan Sem. Berniat untuk menyelamatkannya.

"Lo kenapa sih bang? Lo suram banget, maksud gue lo emang biasanya juga suram tapi ini lebih suram" ujar Dino.

"Lo pernah ciuman, Din?" tanya Sem tiba-tiba.

"Hah? Hemm ciuman ya?" Dino terlihat berpikir dan mengingat-ngingat.

"Selama gue hidup 23 tahun ini sih kayanya gue belum pernah ciuman, keep halal sih kalau gue" ujar Dino.

"Bilang aja ngga punya pacar" cibir Sem.

"Ya bisa dibilang begitu" cengir Dino, "Lagian kenapa sih nanya gitu?" tanya Dino.

"Gue abis nyium cewek" jawab Sem.

"Oh gue kira kenapa bang"

"Kok lo ngga kaget sih? Ini abang lo bilang abis nyium cewek loh" bingung Sem yang melihat respon adiknya itu.

"Kenapa harus kaget? Lo kan tiap minggu ciuman sama cewek yang beda-beda bang, kan lo udah biasa" ujar Dino.

"Sialan lo, ya ngga tiap minggu juga. Gue kalau lagi mabok doang suka ngga sengaja" ujar Sem.

"Kenapa sih bang? Ini konteksnya apa lo nanya tentang ciuman?"

"Ya gue abis ciuman...tapi kali ini ciumannya dalam keadaan sadar. Gue ciuman sama Nara, sekretaris gue dan dia itu pelanggan setia di cafe lo" ujar Sem.

"BANG!! Gue tau lo gila, tapi gue ngga tau lo segila ini dah" ujar Dino.

"Kenapa sih?" bingung Sem.

Dino menghela nafasnya lelah, kakaknya itu sepertinya memang bodoh untuk urusan seperti ini. Pikir Dino.

"Terus abis ciuman gimana?" tanya Dino.

"Ya ngga gimana-gimana sih, kita berdua langsung balik ke kamar masing-masing...dan ya, gue ngerasa Nara jadi sedikit menghindar dari gue" ujar Sem lesu diakhir kalimatnya.

"Bego banget bang. Wajar lah kak Nara ngehindar..."

Sem menganggkat satu alisnya menatap Dino, "Bang, seengganya lo jelasin lah ke dia kenapa lo bisa nyium dia, lo bilang cinta atau apa gitu. Ya kalau abis ciuman lo langsung balik ke kamar seolah ngga terjadi apa-apa ya kak Nara juga mikirnya kalau lo cium dia tuh ngga ada artinya bang, sama aja kaya lo nyium cewek lain...gitu aja harus diajarin" ujar Dino.

"Anjir!! Gue cinta sama dia Sem, ya kali tuh ciuman ngga ada artinya. Itu berarti banget lah buat gue" ujar Sem.

"Ya udah lo jelasin ke dia lah"

Sem menyisir rambutnya kebelakang dengan jari-jarinya, terlihat sangat frustasi. Dirinya memang sebodoh itu ternyata jika sudah berurusan dengan Nara. Tidak mungkin ciuman mereka tidak ada artinya, Sem bahkan tidak bisa tidur setelah mencium Nara. Tugas Sem saat ini adalah mejelaskan tentang arti ciuman itu pada Nara, membawa Nara untuk lebih dekat dengannya dan menjadikan wanita itu miliknya.

.

.

.

Sem masuk kedalam ruangannya, sebelum itu dirinya sempat melihat kearah dimana meja Nara berada. Meja itu kosong tanpa ada Nara, namun tas milik sekretaris cantiknya itu sudah ada disana. Sem bisa menebak jika Nara pasti sedang berada di pantry, sedikit berpikir sejenak akhirnya Sem memilih untuk menaruh tas miliknya dan keluar dari ruangan. Tebakan Sem benar-benar tepat, wanita itu memunggunginya, terlihat sedang mengaduk sebuah teh. Sem tersenyum melihat itu, lalu masuk kedalam pantry. Perlu diketahui ini adalah pertama kalinya sejak Sem menjadi CEO dirinya menginjakkan kaki di pantry.

Nara berbalik dan berjengit kaget saat melihat Sem yang berada dibelakangnya itu sedang berdiri dengan santainya, hampir saja teh panas yang dibuatnya itu tumpah jika saja Sem tidak dengan cepat menahan cangkir tersebut.

"Maaf, saya kagetin kamu ya?" ujar Sem.

Nara meringis, rasanya ingin memaki atasannya itu yang sudah membuatnya terkejut karena kehadirannya yang tiba-tiba, "Iya pak, ngga apa-apa" ujar Nara.

Hening~

"Nara, saya boleh minta waktu kamu sebentar? Ada yang mau saya bicarakan sama kamu" ujar Sem sebari menatap Nara.

Nara hanya mengangguk sebagai jawaban, Sem tersenyum senang lalu mengambil alih cangkir yang Nara pegang lalu menaruhnya begitu saja dimeja pantry. Bahkan Nara sama sekali belum meminum tehnya itu, namun Sem sudah keburu manarik lembut pergelangan tangannya. Nara sebenarnya merasa tidak nyaman karena beberapa mata yang ada disana menatap kearahnya dan juga Sem, lebih tepatnya kearah tangan Sem yang menarik pergelangan tangannya.

Sem membawa Nara kedalam ruangannya, tidak lupa untuk menutup pintu ruangannya. Kini keduanya saling berhadapan

"Bapak mau bicara apa ya sama saya?" Nara memberanikan diri untuk bertanya lebih dulu pada Sem.

Sem manatap tepat kearah manik mata Nara, "Nara" panggil Sem selembut mungkin.

"Iya pak?"

"Ini tentang ciuman kita waktu itu"

Raut wajah Nara menegang seketika, dirinya panik dan tidak tahu harus merespon seperti apa.

"M-maaf pak?"

Sem menghela nafas, "Saya mau memperjelas tentang arti ciuman itu Nara" ujar Sem.

Nara menahan nafas sejenak, entah kenapa dirinya merasa takut jika sesuatu yang menyakitkan yang akan dirinya dengar dari Sem. Mungkin saja atasannya itu akan mengatakan jika ciuman itu tidak ada artinya, hanya terbawa suasana atau apapun itu. Pikir Nara.

"Bapak ngga perlu khawatir, say-

"Nara, bisa kamu dengarkan saya terlebih dulu?" ujar Sem memotong ucapan Nara.

Seketika Nara terdiam, lalu mengangguk pasrah.

Sem membawa satu tangan Nara untuk digenggamnya, lalu menarik tangan itu untuk menyentuh dada milik Sem. Sedangkan Nara yang mendapatkan perlakuan seperti itu dari Sem merasakan pening di kepalanya, karena tidak bisa melakukan apa-apa.

"Kamu bisa rasain detak jantung saya Nara?" tanya Sem.

Sedangkan yang ditanya hanya diam, namun matanya menatap tepat kearah manik milik Sem dengan tatapan bingung dan bertanya. Memilih untuk menunggu Sem menjelaskan lebih mengenai maksudnya.

"Nara, saya suka kamu...ah ngga, saya cinta kamu Nara. Detak jantung saya selalu berdetak sekencang ini jika saya sedang didekat kamu" ujar Sem.

Nara meneguk ludahnya, tidak pernah terbayangkan sebelumnya jika dirinya justru akan menerima pernyataan cinta dari atasannya. Padahal Nara sudah menyiapkan hatinya jika saja kata menyakitkan yang keluar dari mulut atasannya itu.

"Pak?"

"Saya tau Nara, gosip tentang saya diluar sana pasti buat kamu ragu sama perasaan saya. Tapi saya benar-benar serius sama kamu Nara, saya juga ngga berniat buat menjanjikan sesuatu ke kamu, saya cuma mau kamu tau kalau saya cinta kamu" ujar Sem.

Nara memang ragu pada Sem, mengingat bagaimana perangai atasannya yang merupakan seorang pecinta wanita itu, namun saat menatap manik milik Sem entah kenapa Nara dapat melihat ketulusan dan kejujuran disetiap kalimat yang diutarakan oleh Sem untuknya.

"Show me" ujar Nara.

Sem manatap Nara, "Tunjukkin ke saya kalau bapak emang serius sama saya" lanjut Nara.

Sem tersenyum lalu mengusap pipi tembam Nara, lalu melepaskan tangannya dari Nara- Sem merogoh saku jasnya mengeluarkan sesuatu dari sana. Sem mengambil dua langkah mundur lalu mengulurkan tangannya yang terkepal itu tepat dihadapan Nara, membuat Nara menatap bingung. Baru saja Nara ingin mengeluarkan suaranya, namun urung saat tiba-tiba sebuah kalung dengan bandul cantik tergantung dari tangan Sem yang terulur.

Sem kembali melangkah mendekat kearah Nara dengan senyum yang tidak pernah luntur dari bibirnya, lalu memeluk Nara.

"Kalung yang cantik untuk kamu yang cantik, Nara" bisik Sem sebari memakaikan kalung itu pada leher Nara.

Sem menjauhkan tubuhnya, lalu menatap kearah kalung yang kini sudah menggantung dengan indah dileher Nara. Nara menyentuh kalung tersebut lalu menatap ke arah Sem.

"Pak ini?"

Sem tersenyum, "Saya sudah beli itu dari dua tahun yang lalu Nara, saya rasa diumur saya yang sudah mau kepala tiga rasanya aneh kalau saya masih mengumbar janji-janji manis. Jadi saya memilih untuk langsung melamar kamu" ujar Sem.

"M-melamar?"

"Kamu mau kan nikah sama saya?"

"Saya ngga tau pak, saya bingung" ujar Nara.

Sem tersenyum, dirinya paham jika mungkin lamarannya ini terasa tiba-tiba bagi Nara. Sem mengusap kepala Nara dengan lembut.

"Kamu bisa pikirin dulu, Nara. Saya akan tunggu kamu" ujar Sem.

"Tapi saya mohon jangan ngehindarin saya lagi" tambah Sem.

"Maaf pak" ujar Nara pelan merasa tidak enak.

"ngga apa-apa Nara, kamu boleh balik ke meja kamu"

Nara mengagguk lalu segera berjalan kearah pintu, "Nara" panggil Sem saat Nara akan membuka pintu, membuat Nara menoleh.

"Hari ini pulang sama saya ya, ngga ada penolakan. Bilang sama teman kamu ngga perlu datang buat jemput" ujar Sem.

Nara meringis mendengarnya, namun kepalanya tetap mengangguk nurut. Nara bersandar pada pintu ruangan milik Sem, lalu menyentuh kalung yang Sem berikan untuknya.

.

.

.

Sem yang sedang bersandar pada kap mobil miliknya menatap Nara dengan senyuman saat melihat sekretaris cantiknya itu keluar dari lobby, Sem yang memang sudah menunggu Nara sekitar 10 menit itu segera berjalan kearah pintu mobil penumpang, membukanya untuk Nara. Nara yang melihat itu menjadi salah tingkah sendiri, belum lagi Sem yang tidak pernah melepaskan tatapannya dari Nara.

Nara segera berjalan mendekat kearah Sem, "Terima kasih, pak" ujarnya.

Sem hanya tersenyum sebagai jawaban, lalu membiarkan Nara masuk kedalam mobilnya. Setelahnya dirinya segera berjalan cepat dan masuk kedalam mobil. Sem membawa Nara kesebuah restoran untuk makan malam, mereka berdua berjalan beriringan memasuki restoran tersebut.

Sem menarik bangku untuk Nara, mereka duduk berhadapan dengan Sem yang sibuk memilih menu untuknya dan juga Nara. Sedangkan Nara hanya memperhatikan atasannya itu yang terlihat berbeda dari biasanya, Sem lebih banyak tersenyum hari ini.

"Kamu kenapa liatin saya kaya gitu?" tanya Sem yang merasa diperhatikan oleh Nara, Nara yang tertangkap basah itu gelagapan sendiri.

Sem tersenyum kearah Nara lalu mengusap lembut punggung tangan milik Nara, "Kapan saya bisa ketemu kedua orang tua kamu?" tanya Sem.

"Bapak serius sama saya?" tanya Nara.

"Saya ngga pernah main-main kalau sama kamu, Nara"

Nara mengangguk mengerti, Nara mulai meraasakan keyakinan dihatinya pada Sem. Namun keyakinan itu hanya bertahan sebentar dan tergantikan dengan perasaan tidak yakin saat melihat seorang wanita memeluk Sem dari belakang. Membuat Nara terkejut bukan main, bahkan Sem yang dipelukpun juga merasakan keterkejutan yang luar biasa.

"Sem, ya ampun aku ngga nyangka bisa ketemu kamu lagi disini" ujar wanita tersebut.

Sem menoleh sedikit untuk melihat siapa wanita yang memeluknya itu, dan mengganggu waktunya bersama Nara. Mengingat Nara Sem segera menatap kearah Nara yang terlihat hanya diam di tempatnya itu, tatapannya datar kearahnya dan juga wanita tersebut.

"Hey Sem, kok diem aja sih?" wanita itu masih saja merengek manja kepada Sem membuat Sem kesal setengah mati karena wanita itu terlihat tidak tahu situasi.

Nara yang juga sudah jengah pun akhirnya bangkit dari duduknya, "Pak, saya rasa saya ngga bisa kalau harus menikah sama bapak. Saya ngga siap kalau harus liat pemandangan kaya gini setiap kita lagi makan diluar" ujar Nara tegas, lalu pergi begitu saja.

Sem bangkit dari duduknya, melepaskan rangkulan tangan wanita yang dirinya saja sudah lupa itu siapa.

"Lo siapa sih?! Lo bener-bener ngancurin rencana gue, sialan!" setelah mengatakan itu Sem segera berlalri menyusul Nara yang sudah keluar dari restoran.

Wanita itu memandang punggung Sem yang menjauh dengan wajah bingungnya, " Gila kali ya si Sem kaga inget muka sepupunya sendiri, goblok" ujar wanita itu.

Sem memandang sekitar mencari keberadaan Nara yang harusnya belum jauh, Sem bernafas lega ketika melihat Nara yang sedang berdiri dipinggir jalan sebari memainkan ponselnya. Sem segera berlari dengan kecepatan penuh, Nara terlihat sedang menelfon seseorang namun ponselnya dengan cepat direbut oleh Sem.

Nara yang melihat itu wajahnya berubah tidak bersahabat dan menatap sinis Sem, "Balikin" ujarnya.

"Ngga! Sebelum kamu dengerin saya dulu" ujar Sem.

Nara berdecih lalu bersidekap, entah kenapa sikap Nara yang seperti itu malah terlihat lucu dimata Sem. Sem mengambil satu langkah lalu membawa Nara kedalam pelukannya, Nara sendiri tidak ada niat untuk menolak pelukan yang diberikan oleh atasannya itu, "Kamu kenapa marah? cemburu, hm?" tanya Sem.

"Saya bahkan ngga tau dia siapa, mungkin saya pernah ketemu sama dia cuma saya lupa" ujar Sem.

Nara hanya diam, "Kalau kamu cemburu dan marah kaya gini, boleh ngga saya simpulin kalau kamu juga punya rasa sama saya?" tanya Sem.

Nara menghela nafas, "Saya ngga suka kalau banyak perempuan yang deket sama bapak, jadi mending saya yang ngejauh deh...dari pada makan hati" ujar Nara, masih dengan nada merajuknya.

Sem tertawa gemas, "Ngga Nara, kamu ngga boleh ngejauh. Saya kan cintanya cuma sama kamu. Setelah ini ngga akan ada lagi perempuan lain dihidup saya, cuma kamu" ujar Sem.

Setelah mendengar itu senyum tipis terbit di bibir Nara, Nara mulai membalas pelukan dari Sem dan menyandarkan kepalanya didada bidang pria itu. Sem menciumi pucuk kepala Nara dengan sayang, rasanya sangat bahagia karena kini perasaannya telah terbalas.

Semua pria itu sudah pasti pecinta wanita, namun yang harus kalian ketahui adalah mau sebanyak apapun wanita yang datang dan singgah, pria sejati hanya akan menyimpan satu nama wanita yang dirinya inginkan dan dirinya perjuangkan. Seperti Sem, sebanyak apapun wanita yang ada dihidupnya, namun jika yang diinginkan dirinya hanya Nara, maka hanya Nara lah yang pantas bersanding dengannya.



End



Huhu maaf ya aku lama update, hp aku rusak dan ngga ada backup

Aku masih usaha buat buka email aku yang banyak draft cerita huhu

Jangan lupa Vote & Comment ya :-)

Maaf kalau ada Typo

Terima Kasih



MixedWhere stories live. Discover now