Perjodohan (2)

180 32 2
                                    

Septo mendorong kursi roda milik Naya menuju basement rumah sakit, hari ini adalah hari kepulangan Naya. Sebenarnya Naya sudah menolak untuk menggunakan kursi roda, karena menurutnya ia masih cukup kuat untuk berjalan. Namun Septo tetap memaksa, kakaknya yang satu itu memang sedikit lebih posesif dibanding dengan Hakim, jadi Naya sebagai adik yang baik hanya bisa patuh pada kakak pertamanya tersebut.

Setelah menempuh perjalanan hampir 30 menit, akhirnya mereka sampai dirumah. Hakim membuka pintu mobil milik kakaknya, setelahnya Naya keluar dari dalam mobil. Sedangkan Septo sibuk mengeluarkan kursi roda dari bagasi.

"Mas, ngga usah pake kursi roda lagi, astaga" tolak Naya saat Septo menyuruhnya untuk kembali duduk di kursi roda.

"Duduk, dari pada kamu jatuh" titah Septo.

Naya melirik Hakim mencoba untuk meminta bantuan pada kakak keduanya tersebut, sedangkan Hakim hanya mengedikan bahunya, ia tidak bisa melakukan apa-apa jika Septo sudah berujar.

Naya berdecak dan dengan terpaksa kembali duduk dikursi roda tersebut. Septo kembali mendorong kursi roda tersebut, sedangkan Hakim mengekori dibelakang dengan satu tangan yang sibuk membawa tas milik Naya.

Saat masuk kedalam rumah, Naya, Septo dan Hakim dikejutkan dengan kehadiran Tyo yang sedang berbincang dengan ayah mereka. Tentu saja yang lebih terkejut adalah Naya.

"Nah ini dia yang ditunggu akhirnya datang" ujar ayah mereka saat melihat kehadiran ketiga anaknya.

Tyo menoleh, mendapati Naya yang sedang duduk dikursi rodanya sebari menatap kearahnya dengan ekspresi terkejutnya. Tyo tersenyum tipis melihat itu. Tyo berdiri dari duduknya dan menghampiri Naya.

"Biar saya aja, Mas" ujarnya pada Septo.

Septo tersenyum lalu segera bergeser, memberikan tempatnya pada Tyo untuk mengambil alih kursi roda tersebut.

Sang ayah yang melihat itu tentu saja tersenyum, hatinya terasa hangat melihat momen kedekatan putrinya dengan calon menantunya tersebut.

"Langsung ke kamar?" tanya Tyo.

Naya mengangguk, "Iya Mas" jawabnya.

"Tunjukkin dimana kamar kamu, biar saya yang antar" tutur Tyo.

Naya lagi-lagi hanya mengangguk.

"Om saya izin antar Naya ke kamarnya" izin Tyo pada calon ayah mertuanya.

"Silahkan, Nak Tyo"

Akhirnya Tyo mendorong kursi roda tersebut kearah kamar Naya, dengan Hakim yang setia mengikuti Naya dan Tyo dari belakang. Sebenarnya ia kurang setuju dengan keinginan Tyo yang ingin mengantarkan adiknya sampai ke kamar, namun karena ayahnya sudah memberi izin, Hakim pun tidak bisa mengatakan keberatannya.

Mereka bertiga sama-sama berhenti tepat didepan tangga menuju lantai dua dimana kamar Naya berada. Naya sudah siap untuk berdiri dari duduknya, namun pergerakannya sudah ditahan oleh Tyo.

"Saya gendong aja" ujarnya.

Hakim yang mendengar itu membolakan matanya, tentu saja ia tidak setuju. Ia maju dua langkah dan berdiri disebelah Tyo.

"Gue aja yang gendong, nih lo bawa tasnya adek gue" Hakim memberikan satu tas yang dibawanya pada Tyo.

Hakim dengan segera membawa adiknya itu dalam gendongannya, sedangkan Naya hanya pasrah. Ia menatap Tyo dari balik bahu kakaknya, Naya tersenyum melihat Tyo yang sedang membawa tas dan juga kursi roda miliknya.

Sampai akhirnya mata keduanya bertemu, saling melemparkan senyum tipis.

Hakim menurunkan tubuh Naya diatas ranjang dengan perlahan, Tyo sibuk meletakkan satu tas milik Naya diatas meja belajar gadis itu. Hakim mengkode Tyo untuk ikut turun bersamanya, namun sepertinya Tyo tidak mengerti akan kode tersebut. Naya yang melihat itu hanya menghela nafas.

MixedNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ