4

65.6K 14.4K 5.8K
                                    

Di sebuah ruangan, pintu tiba-tiba terbuka. Dua orang laki-laki masuk berturut-turut. Karena jendela yang tertutup gorden, Caka mengulurkan tangan ke dinding di samping pintu untuk menekan saklar.

"Sha, ini barang-barang gimana?" tanya Elazar yang masuk dengan sebuah kardus di tangan.

Nakusha awalnya menyandarkan punggung pada kursi dengan mata terpejam. Namun karena kedatangan Caka dan Elazar, dia membuka matanya dan menatap mereka. "Buang."

"Tapi Sha, ini beli pake cuan semua loh," ujar Elazar sembari melirik isi kardus. "Woah anjir! Ada kinder joy!"

"Lebih mahalan cokelat dari Inggris ini, bazeng. Rugi banget Nakusha bilang dibuang," sahut Caka terpukau.

Nakusha kembali menatap kertas di tangannya, tidak berkomentar apa-apa.

"Sha, lo yakin mau buang?" Sudah berulang kali mereka membuang barang-barang pemberian fans Nakusha. Meski terbiasa, mereka masih merasa dirugikan.

"Gue takut dipelet," ujar Nakusha tenang.

"Gile, Sha. Selain pelet ada yang lebih canggih. Pake susuk!" balas Elazar langsung.

Di sampingnya, Caka mengangguk-angguk. "Dunia dukun ternyata lebih canggih."

"Kalo gak mau buang, lo pada makan aja." Dengan berbaik hati, Nakusha menawarkan. Matanya dibalik kacamata berbingkai melirik kedua laki-laki itu tanpa riak.

"Eh gak usah, mending dibuang." Elazar meringis lalu meletakkan kardus di dekat pintu. Dia juga takut makanan-makanan tersebut sudah terkontaminasi sesuatu. Soalnya fans Nakusha menyeramkan, posesif, dan... gila.

Caka berjalan ke sofa di sebelah kanan ruangan dan duduk di sana. "Sha, ada rumor lagi tentang lo sama bunga sekolah."

"Vanilia?" tanya Elazar kepada Caka. "Keknya dia terobsesi banget sama lo, Sha. Udah berapa kali tahun ini?"

"Dia mah Salga didemenin, Nakusha tempelin."

"Cantik sih, tapi sayang. Jablay."

Nakusha melepaskan kacamatanya dan melirik dua laki-laki yang tengah bergosip itu. "Lo berdua tau kan gimana ngurusnya?"

Elazar dan Caka membeku sejenak sebelum mengangguk.

Senyuman tipis terulas di bibir Nakusha. "Bagus."

Melihat Nakusha kembali fokus menyusun data, kedua laki-laki itu saling melirik. Sebagai anggota OSIS, sebenarnya tugas mereka tidak begitu banyak. Jika pun sibuk, itu pasti ketika dies natalis sekolah, upacara, dan acara besar lainnya.

Tetapi berbeda dengan jabatan besar seperti ketua OSIS, sekretaris dan bendahara. Mereka dipercaya untuk menyusun data-data siswa seperti absensi seluruh siswa yang dikumpul menjadi satu untuk dievaluasi kepala sekolah hingga anggaran keuangan yang dipergunakan untuk kepentingan acara kesiswaan.

"Btw, si anak baru agak imut gak sih?" Elazar membuka topik sambil mengambil permen di atas meja berkaki pendek di depannya.

"Lah iya. Untung dia tinggi kalau nggak gue bakal ngira dia ciwi." Caka berbaring di atas sofa, mengistirahatkan tubuhnya yang kelelahan setelah kelas tadi.

"Tapi badannya kerempeng banget, cuk." Elazar berujar sambil berdesah pelan. "Kesian dia, pasti kondisi di rumahnya sulit makanya gak bisa gemuk."

"Bisa jadi. Atau gimana kalo kita bantu dia beli makanan? Tadi malem dia keliatan enggan ke kantin. Pasti gak punya duit, kan?" Caka memberikan ide.

Elazar lalu menoleh ke arah Nakusha dan meminta pendapat. "Gimana Sha? Mau bantu si anak baru gak?"

Nakusha berhenti membaca dan berpikir sejenak. Teringat tubuh kecil dan kurusnya Azalea, mau tak mau keningnya sedikit berkerut. Sebenarnya dia hanya bertemu sekali dengan gadis itu ketika mengantarnya ke asrama. Ketika dia kembali, Azalea sudah tertidur nyenyak. Lalu karena terbiasa ke sekolah lebih pagi, Nakusha pergi dari kamar sebelum Azalea bangun. Dengan begitu, sebenarnya mereka tidak memiliki banyak persimpangan.

Teringat sesuatu, Elazar menatap Caka sambil meringis pelan. Dia lupa bahwa kondisi Nakusha juga rumit. Bahkan Nakusha berada di sekolah ini saja karena beasiswa 100%. Di akhir pekan, laki-laki itu akan keluar dari sekolah dan pergi bekerja di sebuah cafe.

Bisa dikatakan dalam kamar mereka, hanya Elazar dan Caka yang berada dalam keluarga mampu.

"Dia ada di mana sekarang?" tanya Nakusha yang sejak tadi diam.

Pertanyaannya ini mau tak mau membuat kedua laki-laki yang tenggelam dalam pikirannya menatapnya kaget. Sudah hampir 3 tahun bersama, baru kali ini mereka melihat Nakusha benar-benar menaruh perhatian kepada orang lain. Bahkan mereka berdua saja bisa dianggap angin jika tidak menempelinya.

Elazar mengedikkan pundak. "Balik ke asrama mungkin."

Nakusha memijat pangkal hidungnya, sedikit pening terbayang betapa kurusnya Azalea. Dia tidak pernah sibuk mengurusi urusan orang lain. Namun karena Azalea harus berada dalam penglihatannya, dia tidak bisa membiarkannya seperti tengkorak berjalan.

"Pesan makanan dari kantin dan bawa ke asrama." Dengan suara rendah laki-laki itu menyuruh. Tentu saja Caka dan Elazar langsung menyetujui.

Kedua laki-laki itu bergegas keluar ke kantin, sedangkan Nakusha lanjut membuat perencanaan tentang dies natalis yang akan berlangsung pada dua bulan kemudian. Masih jauh memang, namun perencanaan ini dibuat agar segala halnya dapat terencana dengan matang. Jika kepala sekolah ingin menambah dan mengurangi sesuatu, setidaknya Nakusha dapat menghandlenya.

Setelah mengirim proposal diesnatalis, Nakusha berjalan menuju gedung asrama. Kebetulan dia bertemu Caka dan Elazar yang menenteng kresek berisi kotak makanan.

Di sisi lain, Azalea tengah rebahan di kasurnya. Dia mendapat kasur bagian bawah, sedangkan kasur di atasnya milik Elazar. Sambil memainkan ponsel, dia berulang kali mengelus perutnya yang sakit pasca haid. Aneh memang, namun begitulah siklus bulanan Azalea. Setelah masa haidnya selesai, dua hari kemudian baru terasa efeknya.

Ketika pintu terbuka, tindakan Azalea yang mengelus perutnya masuk ke mata tiga orang laki-laki itu. Melihat wajah Azalea yang lesu, Elazar dan Caka semakin merasa tertekan. Pasti dia sedang menahan lapar sampai terkena maag!

"Zel, bangun. Yok makan." Elazar meletakkan kotak makanan di atas meja persegi panjang di tengah ruangan.

Azalea menegakkan tubuh. Melihat Caka dan Elazar yang menata makanan di atas meja, mau tak mau dia penasaran. "Gue boleh gabung?"

Melihat wajah cerah Azalea, ketiga laki-laki itu semakin tertekan. Lihat betapa berseri-serinya dia mendengar makanan gratis. Pasti dia sangat senang bisa makan, kan?

Caka menarik satu kursi dan menepuknya pelan. "Sini, Zel. Kita makan malem sama-sama."

Hati Azalea menghangat. Dia mengangguk dan turun dari kasur untuk duduk di samping Nakusha. Sekotak nasi didorong ke hadapannya. Begitu menoleh, dia melihat Nakusha menatapnya. "Makan."

"Makasih!" Azalea dengan senang hati memakan hal-hal di atas meja. Dia cukup lapar memang. Karena di sekolah ini tidak aman untuk dirinya berkeliaran, apa lagi kantin, jadi Azalea memutuskan akan memesan makanan dari luar. Siapa tahu ketiga temannya datang sambil membawa makanan. Betapa perhatiannya mereka!

Caka dan Elazar belum menyentuh makanan mereka karena tengah menatap Azalea. Sedangkan Nakusha makan dengan lambat dan sesekali melirik Azalea. Memandang gadis itu makan penuh semangat, hati ketiganya semakin terasa berat. Sudah diputuskan, mereka akan membantu anak baru ini menjadi lebih berisi di masa depan!

Azalea yang tengah makan dengan khidmat tidak tahu bahwa saat ini, dia sedang dikasihani sebagai manusia miskin oleh ketiga roommate-nya.

TBC

September 5, 2021.

Pada belum nyadar ya? Ini sequel S&TBB. Jelas anaknya Skaya dan Big Bos🙂 Emang selain Skaya, cewek siapa yang bisa nyamar di SMA Lesmana? :")

3K komen lagi yuk.

Azalea & Alter Ego Boy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang