23

54K 13K 4.9K
                                    

Azalea menunduk. Seharusnya dia sedang berada di kelas sekarang, namun karena masalah yang dia timbulkan, dia harus mendekam lebih awal di ruang guru.

“Kalau saja kamu tidak nakal, Ibu juga tidak akan memanggil orang tuamu.” Bu Istan menatapnya yang lesu tanpa daya. “Takut dimarahi orang tuamu, Azel?”

“Ah, nggak Bu.” Azalea terkekeh garing. Padahal hatinya sedang berdebar kencang. Memikirkan watak sang Papa, diam-diam dia menelan salivanya kasar.

Menunggu beberapa saat lagi, ada suara samar dari arah pintu. Ketika Azalea menoleh, dia melihat seorang pria baya penuh hormat berbicara bersama Papanya memasuki ruang guru. Dia tanpa sadar mengerutkan bibir lalu menunduk lagi.

“Selamat pagi, Pak.” Bu Istan langsung berdiri sambil mengangkat tangan.

Sagara melirik Azalea sekilas. Alisnya sedikit terangkat sebelum membalas jabat tangan Bu Istan. “Pagi.”

“Silakan duduk.”

Sagara duduk di samping Azalea. Ketika Sagara berbincang dengan Bu Istan diselingi kepala sekolah, Azalea diam-diam melirik Papanya. Pria itu mengenakan setelan jas casual dengan dua kancing atas terbuka, serta jam tangan di pergelangan tangan kirinya. Mata Azalea mengerjap pelan lalu mengarahkan matanya ke arah lain. Papanya selalu tampan, dia tahu itu.

“Azel, bisa keluar sebentar? Ibu ingin mendiskusikan sesuatu kepada Papamu dan kepala sekolah.” Bu Istan tersenyum, sedangkan kepala sekolah mengangguk mengiyakan sembari menatap Azalea.

Azalea kembali melirik Sagara yang sejak tadi tidak menatapnya sama sekali. Menghela napas dalam hati, dia tersenyum kepada Bu Istan dan kepala sekolah sebelum keluar dari sana.

“Azel! Gimana?” Ternyata Elazar serta Caka sudah menunggunya di depan pintu.

“Sans. Papa gue lagi ngobrol ama guru.” Gadis itu terkekeh sambil mengibaskan tangannya, berusaha membuat kedua laki-laki itu tenang. Lalu dia mengedarkan pandangan ke sekitarnya diam-diam. Mengetahui sosok yang dia harapkan tidak ada di sini, bibirnya kembali mengerucut.

“Bokap lo kok keliatan tajir, sih?” ujar Elazar kepo.

“Papa gue multifungsi. Harus keliatan mahal biar barangnya laku,” balas Azalea enteng.

Caka mengelus dagunya seakan membayangkan. “Pantes bokap elo cakep. Harus rawat diri biar laku?”

“Itu ngerti.” Azalea terkekeh lucu. Senang rasanya mengelabuhi dua laki-laki naif tersebut.

“Lo gak terlalu mirip bokap elo. Pasti mirip nyokap elo kan? Jadi penasaran seberapa cantiknya nyokap lo.” Elazar tiba-tiba berbicara.

Azalea sontak mengibaskan rambut di sekitar telinganya dengan wajah songong. “Mau gimana lagi ya, gue emang cakep sampe ke tulang-tulangnya.”

“Idih jijay.” Caka dan Elazar bergidik ngeri melihat kenarsisannya.

“Emang bener, anjir. Lagian Mama gue itu aset rumah. Gak bisa sembarangan orang liat.” Gadis itu berkata dengan lebay.

“Semakin disembunyiin semakin kepo,” desis Elazar.

Ketika mereka sedang berbicara penuh ejekan, Nakusha berjalan mendekat dari arah belakang Azalea. Dia melirik sosok kurus yang membelakanginya sebelum berkata kepada Caka dan Elazar. “Kepsek di sini?”

“Anak nge—” Azalea terlonjak kaget mendengar suara rendah dari belakangnya. Dia dengan panik menoleh ke belakang. Melihat betapa dinginnya ekspresi Nakusha, dia buru-buru menepuk bibirnya yang keceplosan. “Anj.”

“Ckckck, pergaulan buruk setelah keluar dari kamar ya gini.” Elazar berceloteh merusak suasana canggung.

Karena mata Nakusha masih terarah padanya, diam-diam gadis itu menelan salivanya dan melotot balik padanya, berusaha terlihat garang. “A-APA?!”

Namun hanya dengan tatapan Nakusha, nyali Azalea menciut. Sikap berani dan mendominasinya seketika hilang diterpa aura dingin laki-laki tersebut.

Sebelum mereka dapat bertukar kata, pintu ruang guru terbuka. Sagara berjalan keluar diikuti kepala sekolah.

“Loh, kenapa kalian semua diem di sini? Nakusha?” Kepala sekolah menatap Nakusha heran.

Nakusha mengangguk sedikit sebagai tanda salam. “Pembagian untuk UTS minggu depan.”

“Ah benar. Tunggu di ruangan saya.”

Sagara menatap tiga laki-laki yang bersama putrinya ini. Terlebih perhatiannya terpusat pada sosok tinggi yang memakai kacamata dengan sorot dingin. Alisnya terangkat, tiba-tiba merasa bahwa tiga orang ini mirip seperti masa lalunya versi anak alim. Namun laki-laki bernama Nakusha itu... Sagara rasa tidak sedangkal di permukaannya.

Caka mengikut Elazar. Dia mengode lewat matanya ke arah Sagara lalu berbisik ke telinganya. “Kepsek kok sopan banget sama bokapnya Azel?”

“Biar penghasil cuannya gak kabur ke sekolah lain kali. Biasalah.” Elazar memilih tidak mengambil pusing hal ini. Semua di muka bumi ini adalah sesuatu yang ribet baginya.

“Tapi Azel kan terima beasiswa!” Caka kembali mengingatkan.

“Eh bener juga.”

Sagara mengalihkan tatapannya ke Azalea. “Aza—” Mata Sagara berubah dingin melihat penampilan anaknya lebih detail. “Pulang.”

“Tapi....”

Sagara tidak membiarkannya menolak dan langsung berjalan pergi bersama kepala sekolah. Azalea berdecih pelan lalu melangkah lambat mengikuti tanpa menduga bahwa tiba-tiba tangannya akan dicekal. Berbalik, ekspresinya berubah melihat Nakusha yang menggenggam pergelangan tangannya.

“Balik ke sekolah secepatnya. Minggu depan UTS.”

“Hah?” Azalea tercenung lalu tersadar kemudian dan menghempaskan tangan Nakusha. Ingat, dia masih marah karena perlakuan sewenang-wenangnya Nakusha mengusirnya dari kamar! “Mau gue balik bulan depan atau bahkan pindah sekolah lagi, itu bukan urusan lo!”

Setelah mengatakan itu, Azalea menegakkan punggungnya dan berbalik penuh percaya diri. Dia sudah terlihat mendominasi, bukan?

Begitu melihat Rolls Royce hitam yang sedang terparkir tak jauh darinya, dia meringis pelan. Satu-satunya masalah besar yang harus dia hadapi sekarang adalah Papanya.

TBC

October 7, 2021.

Aku rencana mau double update buat besok dan lusa untuk mengganti hari bolongku hampir seminggu ini. Moga beneran bisa.

5K komen.

Azalea & Alter Ego Boy ✓Where stories live. Discover now