68

35.4K 7.9K 2.2K
                                    

Terdengar bunyi sirene ambulans yang memekakkan telinga di depan bangunan apartemen tua. Di salah satu apartemen, Azalea terduduk di lantai, kakinya lemas tidak dapat bergerak. Sedangkan Elazar dan Caka berusaha tenang membiarkan petugas ambulans datang mengevakuasi tubuh Nakusha yang terduduk di lantai sambil bersandar pada meja komputernya dengan genangan darah di sekitarnya.

Dengan hati-hati Caka mendekati Azalea yang duduk di depan lemari dengan cermin lemari yang mempertontonkan area di mana Nakusha berada tadi. Tatapannya kosong menatap cermin, wajahnya pucat, entah apa yang dia lihat di sana. Caka melirik kaki Azalea yang hanya menyisakan kaus kaki, sebab bekas cairan merah yang diyakini darah membekasi sepatunya.

“Lea,” panggil Caka lembut, menyentuh pundak Azalea pelan. Dia baru menyadari betapa gemetar gadis itu saat ini. “Mau balik ke sekolah atau ikut ke rumah sakit?”

“Ah?” Azalea mendongak. Bertepatan dengan itu, air mata meluruh tanpa henti. Namun tidak ada suara isakan keluar dari bibirnya. “E-ehan...”

“Nakusha udah dibawa ke rumah sakit. Lo tenang dulu, oke?” Caka mau tak mau harus menenangkan Azalea yang shock. Melirik ke belakang, dia melihat Elazar. Nampaknya bukan hanya Azalea yang belum bisa menyesuaikan mental untuk saat ini.

“Ehan, Ka. D-dia berdarah...” Azalea menunjuk arah di mana Nakusha berada tadi dengan tangan gemetar. Pupil matanya menyusut, melihat genangan darah yang belum dibersihkan dari TKP. Matanya yang memerah menatap Caka lalu mencengkram kerah jaket laki-laki itu. “Ehan gak apa-apa, kan?”

“Dia pasti baik-baik aja. Makanya kita harus pastiin. Polisi udah OTW ke sini, jangan hancurin bukti.”

“Maksud lo ada yang sengaja nyakitin Nakusha?” Elazar tiba-tiba berbicara dengan suara serak.

Kening Caka mengerut. Dia mengedarkan pandangan ke kamar Nakusha. Bangunan apartemen ini memang sudah tua, maka dari itu harga sewanya murah. Pertama kali datang ke sini menemani Nakusha, Caka kurang setuju dengan tempat ini. Pintu yang mudah dibobol, keamanan yang tidak memadai, serta minim penghuni membuatnya terkesan angker. Namun saat mendengar pendapat Caka, Nakusha hanya melempar senyum samar, tidak menanggapi pendapatnya.

“Bisa jadi perampok?” tanya Caka kembali, tak yakin.

“Tapi Nakusha pinter berkelahi. Gak ada tanda-tanda kekerasan di sini juga.” Elazar menatap Caka lekat, tidak menyetujui pendapatnya.

Caka mengusap wajahnya kasar. Dia awalnya mengantuk ketika Azalea memaksa memberi kejutan ulang tahun Nakusha. Namun karena masalah ini, bukan hanya kantuknya yang hilang, namun pikirannya jadi panas.

“Nakusha bunu—”

Azalea menarik ujung lengan jaket Caka sebelum mencicit memotong terkaannya, “Kita ke rumah sakit dulu.”

Caka menghela napas. Di sisi lain, Elazar melepaskan jaketnya, menutupi tubuh Azalea dari dinginnya angin dini hari dan merangkulnya keluar dari sana. Caka berjalan selangkah, ragu-ragu melirik posisi Nakusha tergeletak tak sadarkan diri tadi sebelum bergegas mengikuti Azalea dan Elazar yang sudah keluar dari pintu.

Tidak ada yang bisa mereka lakukan lebih banyak di apartemen Nakusha. Karena jika mereka berbuat sekehendak mereka sendiri, siapa tahu itu akan menghilangkan bukti? Ada kemungkinan kecelakaan Nakusha ini disengaja, tapi mereka tidak memiliki bukti. Yang bisa mereka lakukan ialah menyerahkan masalah ini ke pihak yang berwajib.

***

Salga berjalan dengan langkah lebar. Mata tajamnya berpedar, lalu menangkap sosok yang duduk lesu di kursi koridor. Dia mendekat, berdiri di hadapannya sesaat memantau tubuh sang adik sebelum menghela napas lega. Tidak ada yang tahu betapa tegangnya dia mendengar Azalea berada di rumah sakit pada dini hari.

Azalea & Alter Ego Boy ✓Where stories live. Discover now