47

51.5K 12.1K 8.6K
                                    

Hari itu hujan deras melanda disertai angin yang berembus kencang. Anak laki-laki berusia 8 tahun itu terlihat menggigil samar. Pakaiannya kotor dan tersobek di beberapa bagian. Wajah kecilnya yang tampan telah dekil tertutupi debu dan kotoran. Rambutnya yang tidak dipotong beberapa bulan sampai menutupi matanya. Dia menyeret sebelah kakinya yang pincang, berjalan masuk ke salah satu apartemen di gedung tersebut.

Matanya sedikit tidak fokus menatap sekitar. Berupaya membuka knop pintu, dia dengan samar mendengar suara mual dari dalam.

“Mama?” Suara lembutnya terdengar. Dia mendorong pintu, membiarkan pemandangan buruk dalam kamar tersebut memenuhi indra penglihatannya.

Barang-barang di dalam ruangan tersebut sangat berantakan. Ada juga genangan muntah di samping tempat tidur, baik itu baru maupun setengah kering. Aroma tak sedap menguar di udara, membuat siapa pun yang menciumnya pasti tidak betah tinggal lama di sana.

Wanita yang sedang menunduk itu dengan tajam mendongak. Melihat anak di ambang pintu, dia kembali menjadi gila. “DON'T GET CLOSER! (Jangan mendekat!)”

Anak laki-laki itu dengan mata kepalanya sendiri melihat mamanya meraung sambil menjambak kepalanya. Rambut coklat panjangnya terlihat lepek dan kusut. Wajahnya kurus pucat, mata beriris hijaunya terlihat kosong.

Tiba-tiba wanita itu membeku sejenak sebelum menoleh ke sekitarnya, terlihat panik. “Jehan anakku, di mana kamu sayang?” Meski berbicara dalam bahasa Indonesia, aksen Amerika-nya sangat kental.

“Mama....” Anak laki-laki itu, Nakusha ketika berumur 8 tahun, mencicit pelan untuk menarik atensi wanita di atas kasur.

“Jehan! Ke mana saja kamu?” Wanita itu meraih boneka beruang di ujung tempat tidur dan membawanya ke dalam pelukan.

Tatapan tak percaya melintasi wajah Nakusha. Dia mengambil langkah maju. “Mama—”

“AAAAHHH!!!” Mama Nakusha, Emily, berteriak histeris sembari menjambak rambutnya lagi. Kakinya terus bergerak menendang tak menentu. “Noooo! Shut up!

Nakusha mematung, hanya bisa menatap Emily dari ambang pintu. Dia ingin maju, menenangkan wanita itu. Namun jika dia mendekat, sepertinya reaksi Emily akan lebih dari ini.

Derap langkah lambat terdengar dari belakang. Karena teriakan Emily, suara derap langkah tersebut tersamarkan.

Nakusha dengan cepat menyadari presensi orang lain. Matanya menajam. Sebelum berbalik, ada desahan tepat di belakangnya.

Emily becomes like this again? (Emily seperti ini lagi?)” Suara berat nan rendah itu terdengar dengan nada miris.

Nakusha berbalik sepenuhnya. Melihat sosok asing bersetelan jas, dia mundur mengambil jarak. Tatapan tajamnya terarah pada laki-laki asing tersebut. Rambut laki-laki itu berwarna pirang dengan sepasang mata biru. Wajahnya tegas, namun saat itu dalam menghadapi kewaspadaan Nakusha, ekspresinya jadi melembut.

Jehan, right? I'm your mother's friend, Calisto. Because of losing you for two months, she becomes like this. (Jehan, kan? Aku teman Mamamu, Calisto. Karena kehilanganmu dua bulan yang lalu, dia menjadi seperti ini.)” Laki-laki itu memperkenalkan diri.

Me?” tanya Nakusha dengan tatapan kosong.

Calisto berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan Nakusha. “Yeah.”

Kening Calisto lalu mengernyit mendengar jeritan Emily. Ditambah pengap serta bau tak sedap, dia tidak nyaman berlama-lama di sini. “I'm sorry, there's only one way to make Emily be calm. Doctor, please. (Maafkan aku, hanya ada satu cara untuk membuat Emily menjadi tenang. Dokter, silakan.)”

Beberapa orang berseragam putih bergegas masuk. Perawat-perawat segera memegang Emily agar tidak terus memberontak, sedangkan pria paruh baya itu langsung menyuntikkan obat kepada Emily.

Nakusha yang melihatnya tidak tenang. Calisto tersenyum dan berusaha meyakinkannya. “It's just a sedative. Don't worry. (Itu hanya obat penenang. Jangan khawatir.)”

Nakusha saat itu masih berumur 8 tahun. Tubuhnya dipenuhi lebam dan luka-luka. Tubuhnya kurus kekurangan gizi. Melihat sang mama menjadi seperti itu, dia bahkan tidak menyadari rasa sakit di tubuhnya sendiri.

***

“Ehan?”

Suara lembut itu mengembalikan Nakusha dari kenangan masa lalu. Melihat wajah cantik tepat di hadapannya, jantungnya berpacu lebih cepat. Tatapan rumitnya perlahan-lahan surut digantikan ketenangan.

Tangannya yang berada di pinggang gadis itu lebih mengencang. “Azalea....”

“A-apa?” Ditatap dalam, Azalea jadi salah tingkah.

“Gue pernah diculik.” Nakusha bercerita dengan tenang sambil memainkan rambut gadis itu. Dia bersandar pada punggung kursi. “Selama hampir 2 bulan gue disekap. Minggu ke-8, mereka bawa anak-anak lain.”

Tatapan Azalea kembali terarah pada laki-laki itu. Matanya melebar dengan bibir terbuka. Namun dia tidak mengeluarkan satu kata pun.

“Ada gadis kecil, kira-kira umurnya 6 tahun. Cantik, imut. Dari semua anak-anak itu, dia yang paling berani deketin gue,” ujar Nakusha sambil terkekeh pelan. “Tapi sayangnya waktu kami diselamatkan, dia udah pergi. Gue gak bisa temuin jejak dia sama sekali.”

Azalea sepertinya tahu arah pembicaraan Nakusha. Dia menelan saliva dan mencicit ragu-ragu, “Lo masih cari dia sampai sekarang?”

Tatapan Nakusha akhirnya kembali fokus pada wajah Azalea. Senyum tipis terbit di bibirnya. Tangannya yang mengelus rambut gadis itu beralih mengusap pipi tembamnya. “Hm.”

Semangat Azalea merosot mendengar itu.

“Tapi sebelum ketemu lo. Karena lo prioritas gue sekarang.” Tanpa segan Nakusha mengungkapkan isi hatinya.

Sontak Azalea memalingkan wajah. Dia ingin berdiri, sangat panas dalam posisi intim seperti ini. Namun satu tangan Nakusha masih menahannya erat.

“Gue kira gak bakal ketemu gadis kecil itu, Azalea. Tapi belakangan, ada cewek di sekolah ini yang punya ciri-ciri seperti dia.” Nakusha terus memberitahu Azalea isi pikirannya.

“Lo... mau deketin dia?”

“Nggak.” Nakusha menarik Azalea ke dalam pelukannya. “Lo nanti marah, gue gak bisa kehilangan kesempatan lagi.”

Sangat susah bagi seseorang untuk melepaskan sesuatu yang berharga dari masa lalu, yang telah dicari-cari selama bertahun-tahun lamanya demi sesuatu yang baru. Tetapi Nakusha rela mengambil risiko itu.

Baginya, gadis kecil itu masa lalunya, sedangkan Azalea masa depannya. Dia tidak ingin kehilangan Azalea, sosok gadis yang bisa membuanya kecanduan seperti ini. Rasanya menyesakkan sekaligus membuat ketagihan.

Mengencangkan pelukannya, Nakusha mendekatkan bibirnya ke telinga Azalea dan berbisik, “Gue pengin sembunyiin lo di tempat gue selamanya. Hanya ada lo dan gue. Mau?”

TBC

November 4, 2021.

8K komen.

Azalea & Alter Ego Boy ✓Where stories live. Discover now