72

34.5K 6.7K 2.1K
                                    

“Brengsek!”

Umpatan itu menggema di apartemen kecil Nakusha yang kosong. Salga mendobrak kamar Nakusha, namun tetap saja tidak melihat sosok adik perempuannya. Emosinya saat ini benar-benar tersulut, ingin menyalahkan adiknya yang bodoh namun kecemasannya terhadap adiknya lebih besar.

“Pengawal yang ikutin Lea bilang Lea belum keluar sejak masuk ke sini.” Salga melirik Nakusha yang bergeming di tengah ruangan. Melihat wajah pucat laki-laki itu membuatnya mengerutkan kening.

“Ayo pergi.” Nakusha berbalik keluar dari apartemen tersebut. Wajahnya tidak menunjukkan fluktuasi sedikit pun.

Mulut Salga terbuka, hampir saja membuat masalah dengan Nakusha. Namun otaknya bekerja lebih cepat, jadi dia tahu bahwa tidak ada gunanya melakukan itu sekarang. Dia menatap Nakusha dingin. “Gue harap lo bener-bener berguna di sini.”

Sudut bibir Nakusha yang pucat sedikit terangkat. “Hm.” Gumamnya samar.

Mereka berdua menuruni tangga, berjalan di lantai satu menuju pintu keluar dari bangunan apartemen. Salga yang hanya bisa mengikuti Nakusha meliriknya lekat. Awalnya Salga kira mereka akan keluar, namun dia melihat Nakusha mendobrak salah satu pintu apartemen lalu suara menarik pelocok senjata mengikuti. Ketika Salga sadar, dia melihat sekitar lima pria asing bersenjata berada di ruangan tersebut dengan senapan mengarah pada mereka.

Nakusha tersenyum, dengan tenang mengangkat kedua tangannya seolah menyerahkan diri sebelum berkata kepada Salga di belakangnya. “Tanpa gue, mereka gak bakal muncul.”

Karena target utama yang mereka incar adalah dirinya.

Ruangan tersebut bukan sebuah unit apartemen, melainkan gudang tak terpakai dengan debu menutupi lantai dan beberapa kardus di sudut ruangan. Pria-pria asing itu memaksa mereka masuk, lalu salah satu di antara mereka berlutut di lantai, menarik pintu yang menghubungkan dengan ruang bawah tanah.

Kening Salga mengernyit, terbatuk pelan karena debu yang berterbangan. Dia melirik orang-orang bersenjata itu lalu tatapannya jatuh pada Nakusha.

“Di bawah apartemen gue ternyata,” gumam Nakusha sambil terkekeh. Matanya melirik samar salah satu pria bersenjata, membuat pria itu menunduk memberi hormat namun tetap mencondongkan senjata kearahnya. Tanpa ragu-ragu Nakusha menuruni tangga dengan cahaya remang.

“Lea beneran di sini?” tanya Salga tidak suka melihat tempat yang lembap dan minim cahaya. Dengan tempramen manja adiknya, dia mungkin akan menangis. Memikirkannya saja membuat kepala Salga menjadi sakit.

“Pasti.”

Mereka terus berjalan masuk ke ruang bawah tanah yang sangat luas. Di tengah, mereka melihat sesosok pria tinggi berambut pirang berdiri tegak sambil mengelus pistol di tangannya.

“Jehan, selamat datang.” Calisto berbalik dengan senyuman lebar. “Coba lihat hadiah apa yang aku siapkan untukmu?”

Pria itu berjalan mundur lalu berdiri di belakang tubuh Azalea yang duduk terikat di kursi besi, sedang tak sadarkan diri. “Gadis kecil yang kamu cari, bukan?” tanyanya menggoda sambil meletakkan satu tangannya di pinggir sandaran kursi.

Rahang Salga mengeras, hendak maju jika saja Nakusha tidak menghadangnya. “Let her go, Calisto.”

Why?” Calisto memandang Nakusha heran. Dia mengelus kepala Azalea dengan seringai dibibirnya. “Oh, sebelum kamu datang dia bangun. So, I have told her a sweet story about you and her. I finally get to see how cute she is in person.”

“Lo buat apa ke adek gue, bastard?!” geram Salga melihat kondisi Azalea. Jika saja tidak ditahan Nakusha, mungkin dia sudah impulsif maju untuk memukul Calisto.

Azalea & Alter Ego Boy ✓Where stories live. Discover now