55

43.8K 10.3K 7.1K
                                    

Vanilia menatap ponselnya dengan pikiran kosong. Kelas sudah berakhir beberapa jam yang lalu, tapi dia masih bergeming di tempat duduknya dengan linglung.

Pikirannya sudah bercabang, bahkan dirinya sendiri tidak jelas apa saja yang dia pikirkan. Tatapannya lalu terarah pada tangannya, menggerakkan jarinya lambat seolah mengenang sesuatu.

Tiba-tiba lampu yang menyinari seluruh kelas padam, membuat gadis itu tersentak. Dia melirik sekitarnya ragu, namun tidak dapat melihat apa-apa. Bahkan ketika dia melirik ke luar jendela, hanya kegelapan yang menyelimuti tanpa ada satu pun lampu jalan yang menerangi.

Buru-buru dia menunduk, menyalakan flashlight dan mengarahkannya ke sekitarnya was-was. Sendirian di kelas yang gelap gulita di malam hari membuatnya sedikit parno.

Perlahan dia melangkah, mengambil tas di atas kursi dan melangkah untuk keluar. Namun karena tidak menyinari jalannya, kakinya malah tersandung kursi dan berakhir jatuh ke lantai.

Ringisan samar keluar dari bibir Vanilia. Dia mengusap sikunya yang terbentur kaki meja, lalu merutuk kemudian. Berusaha bangkit dan melangkah dengan tertatih, dia menyempatkan diri menyenter sekitar kelas untuk memastikan tidak ada apa-apa di sekitarnya.

Tatkala menyinari jalan di depannya, Vanilia terlonjak kaget hingga ponselnya terjatuh. “AHH!” pekiknya tidak bisa menahan diri.

Buru-buru gadis itu berjongkok mengambil ponselnya yang masih menyala di atas lantai dan menyinari sosok di ambang pintu.

“Sia— Naku?” Vanilia masih dalam posisi berjongok, menatap Nakusha kaget sekaligus lega. Dia perlahan berdiri, menyisir rambutnya yang sedikit berantakan. “Um, lampunya mati jadi aku rada takut.”

Tidak ada suara yang menyahutinya.

“Naku?”

Ada derap langkah samar mendekat. Entah kenapa, Vanilia tanpa sadar mundur, sedikit ketakutan muncul dalam hatinya.

“Lo nyebarin berita itu?”

Tatapan Vanilia tidak berubah. “Berita apa?”

“Azalea.”

“K-kamu datang cuma mau nanya itu?” Tangan Vanilia sedikit gemetar. Dia menatap laki-laki yang masih disoroti flashlight dari ponselnya dengan lekat. “Kalau gue bilang bukan gue gimana?”

“Itu lo.” Nakusha menyangkal dengan tenang. “Email dan alamat IP pengirim dari akun anonim itu tertera milik lo.”

“Bukan gue!” Vanilia memekik tanpa sadar. Dia sontak membekap mulutnya, iris matanya bergetar. “Tapi beneran... bukan gue. Sebenci apa pun gue sama dia, gue gak pernah kepikiran ke sana. Lo harus percaya sama gue!”

“Selain lo, siapa yang tahu?”

Vanilia mendongak, menatap Nakusha yang masih tidak memiliki ekspresi. Nadanya pun masih sama datarnya. Namun ada yang berbeda, dia sendiri tidak bisa mendeskripsikannya. Itu membuatnya takut berada di dekat laki-laki itu saat ini, seolah Nakusha adalah bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

“Gue gak tahu....” Vanilia terdiam.

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Nakusha berbalik pergi. Vanilia berusaha mengingat sebelum mengepalkan tangan dan keluar dari gedung pengajaran menuju asrama putri.

Untungnya, dalam perjalanan ke asrama, lampu kembali menyala sehingga tidak mempersusah perjalanannya. Membuka pintu kamar asramanya, dia mendekati seorang gadis yang tengah menerapkan masker di wajahnya, menarik lengannya lalu memberikan tamparan kuat.

PLAK!

“Awww!”

Tidak cukup memberikan tamparan, Vanilia menjambak rambut panjang gadis itu. “Itu lo, kan, bitch?! Lo yang bongkar di forum!”

Azalea & Alter Ego Boy ✓Where stories live. Discover now