58

50K 11.7K 7.6K
                                    

Salga berdiri di balkon sejak lama. Di sampingnya, sudah banyak puntung rokok yang dihabiskan. Raut wajahnya masih mengeras, meski sudah sejam Nakusha pergi.

Di ambang pintu penghubung balkon dan kamar, Genta menatap punggung Salga rumit. Jika seseorang membahas masa lalu Azalea, Salga pasti akan selalu frustrasi seperti ini.

“Bos...” Genta memanggil ragu. Dia tahu betul watak Salga yang anti diganggu saat dirinya sedang seperti ini. Salga bukan orang yang kecanduan merokok, namun selama frustrasi, dia bisa menghabiskan sebungkus rokok sendirian. Itu sangat tidak baik untuk dirinya. “Semuanya udah lewat.”

Salga menekan ujung rokok kesekiannya di asbak. Dia meraih bungkus rokok, ingin mengambilnya lagi. Namun begitu tersadar tidak ada yang tersisa, dia melemparkannya ke tempat sampah di pojok dan menghela napas kasar.

“Tetep aja semua salah gue.”

“Lagian sekarang Lea gak papa, kan?” Genta mencoba membujuk. Sudah bertahun-tahun, namun tetap saja pemikiran Salga tidak berubah.

“Kalau bukan karena gue, dia gak bakal kena masalah.” Salga memegang besi pembatas balkon erat. “Gue udah coba akrabin diri sama Lea, sayang dia, tapi masalah itu gak bisa kehapus.”

“Lea gak bakal salahin lo kok,” ujar Genta kaku.

Sejak kecil, Salga tidak dekat dengan Azalea. Dia berpikir bahwa adiknya terlalu berisik dan mengganggu. Bahkan terkadang dia berpikir bahwa adiknya sangat aneh.

Namun sejak peristiwa penculikan Azalea, Salga merasa bersalah. Meski itu bukan sepenuhnya salah dirinya. Dia bertekad melindungi adiknya, menyayangi dan lebih dekat dengan Azalea, meski itu sedikit sulit bahkan sampai sekarang.

Azalea sosok yang ceria dan mudah didekati. Salga selalu merasa kerumitan pemikiran saat berhadapan dengannya, bingung bagaimana menanggapi dan menjadi kakak yang baik, meski tidak disadari Azalea.

Genta menghela napas. Dia maju lalu menepuk pundak Salga, menguatkan. “Bos, lo udah jadi Kakak yang baik kok. Lo gak perlu sayangin sampe peluk-peluk dia. Soalnya geli, kan, sama adek sendiri? Kalau gue mah jijay. Adek itu enaknya diajak gelud, dijadiin babu, dinistain. Lebih kane.”

Sudut bibir Salga berkedut. Tak lama kemudian dia terkekeh pelan. Teringat wajah marah dan tersinggung Azalea, dia merasa lucu. Apa yang dikatakan Genta ada benarnya juga.

***

Nakusha selalu menjadi orang yang sangat cepat bereaksi jika menyangkut sesuatu yang penting, terlebih masalah ini. Hanya dirinya sendiri yang tahu betapa niat dia mencari sosok gadis kecil yang menemaninya meski hanya tiga hari.

Gadis kecil itu menggemaskan, cerewet tidak pada tempatnya, dan sok berani padahal penakut.

Dulu Nakusha tidak memiliki kekuatan untuk mencarinya. Namun ketika dia belajar lebih banyak programming dan coding, dia mulai mencari jejak gadis kecil itu. Sayangnya tidak ada. Salah satu alasan dia kembali ke Indonesia adalah untuk menemukannya, ingin melihat bagaimana dia berkembang menjadi remaja.

Kadang Nakusha berpikir, ketika besar, apakah sifat cerewetnya masih sama seperti dulu? Itu sangat lucu jika dibayangkan.

Namun semuanya mulai berubah saat dia mengenal Azalea. Gadis itu memberi banyak hal familier baginya. Melihatnya, terkadang Nakusha jadi bernostalgia. Karena hal itu, dia menolak keberadaan Azalea di awal pertemuan, apa lagi saat itu Azalea sedang menyamar menjadi laki-laki.

Tetapi ketika gadis itu menjauh, dia merasa kosong. Melihatnya dari kejauhan, Nakusha sendiri secara tidak sadar ingin mendekat. Azalea sering memberikan perasaan akrab, yang tidak dapat dia hindari.

Azalea & Alter Ego Boy ✓Where stories live. Discover now