46

57.2K 12.5K 9.8K
                                    

Dies natalis sekolah memang berlangsung hingga sebulan. Selain perlombaan akademik dan non-akademik, ada juga pameran sekolah yang terbuka untuk masyarakat umum.

Awalnya Azalea sangsi apakah akan banyak orang yang datang mengunjungi pameran sekolah, sebab lokasi sekolah mereka cukup jauh dari pemukiman warga. Siapa juga yang repot-repot datang sekadar mengamati pameran kecil seperti ini?

Tetapi pikiran Azalea dengan cepat dibantah oleh teman-temannya yang lain. Setahu mereka, pameran sekolah seperti inilah yang membuat sekolah sangat hidup. Banyak masyarakat luar yang penasaran akan sekolah mereka berbondong-bondong datang untuk melihat. Setiap kelompok pun akan membuat kerajinan untuk dipajang sekaligus dijual, ada juga kegiatan tiap kelas untuk menjual sesuatu nanti, demi memperamai acara.

Kepala Azalea rebahan di atas meja. Dia menatap langit di luar jendela dengan tatapan kosong. Saat ini guru-guru sedang dalam rapat untuk membahas kegiatan dies natalis dalam minggu ini.

“Le, Le!” Yelin menepuk punggung Azalea kuat. Dari nada suaranya, dia nampak gemas akan sesuatu. “Daritadi Kak Naku lewat kelas kita mulu!”

Alis Azalea terangkat satu. Tanpa sadar dia mengangkat kepalanya sembari melirik arah jendela yang memperlihatkan koridor sekolah. Melihat tidak ada sosok Nakusha, dia melirik Yelin curiga.

Yelin mengerti arti tatapannya. Dia menabok pundak sahabatnya gemas. “Beneran, anjir! Ngapain gue tipu. Tadi pertama kali Kak Naku lewat, gue biasa aja. Dua kali lewat, gue pikir mau balik ke kelasnya. Eh tadi udah ketiga kali dia lewat lagi. Menurut lo dia ngapain?”

“Mancing. Ya jalan, lah. Lo kira lorong kelas kita eksklusif milik kelas 10?” balas Azalea sewot.

“Tapi ujung koridor kita gak ada jalan apa-apa. Cari guru? Kan lagi rapat.” Yelin masih berusaha membuat kalimatnya rasional.

Azalea tersenyum semringah dan dengan nada guyon berkata, “Nyuri pandang ke gue kali—”

Tok tok tok

“Permisi.” Suara berat itu menginterupsi kalimat Azalea. Sesosok manusia tampan di mata Azalea kemudian muncul di balik pintu. “Buat pameran besok udah ada pembagiannya. Azel, tolong ikut gue dan bagikan hasilnya ke teman-teman.”

Punggung Azalea menegak. Di sampingnya, Yelin tergelak. “Bukan cuma nyuri, tapi langsung dicari,” ledek Yelin penuh semangat.

Azalea mendelik.

Seorang gadis di barisan depan mengangkat tangan, berusaha menarik perhatian Nakusha. “Kak Naku, Azel lagi sakit, gimana kalau gue aja?”

Nakusha melirik gadis itu sekilas lalu kembali kepada Azalea. “Sakit?”

Azalea mendapati gadis yang tadi berbicara sekarang menoleh ke arahnya dengan tatapan memohon. Dia menelan saliva samar lalu mengangguk kaku.

Ada senyum samar di bibir Nakusha. “Gak papa. Sekalian gue anter ke UKS. Ayo.”

Wajah gadis yang berharap itu seketika cemberut. Tapi mau bagaimana lagi, jika Nakusha sudah mengatakan hal seperti itu, dia tidak bisa memaksa— lebih tepatnya tidak ada yang bisa.

Di bawah dorongan proaktif Yelin, Azalea dengan setengah hati bangun dari duduknya dan melangkah lambat ke arah pintu. Dia yang sejak tadi menatap lantai melirik ke arah wajah laki-laki itu. Mendapati dirinya juga ditatap, wajahnya sedikit merona dan kembali menunduk.

Azalea tidak pernah malu-malu kucing seperti ini. Mungkin karena ucapan Nakusha yang berkata ingin mengejarnya, dia jadi malu menghadapi laki-laki itu.

Dalam hati dia masih enggan memaafkan Nakusha, tetapi di sisi lain dia terbawa perasaan dengan tindakan laki-laki itu.

Sial, ingin rasanya Azalea menculik Nakusha dan mengurungnya di tempat terpencil!

Azalea & Alter Ego Boy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang