20

58.1K 12.7K 5.5K
                                    

Suasana hening sejenak setelah sahutan tenang Nakusha yang mengiyakan pertanyaan Azalea.

Telinga Azalea berdegung tanpa alasan sebelum terkekeh pelan lalu menepuk pundak Nakusha dengan santai. “Becandanya jangan keliatan serius dong. Gue kan kirain bene—”

“Gue serius.” Nakusha sedikit menaikkan kacamatanya dengan tatapan tak jelas ke arahnya. “Waktu itu Pak Wawan bilang bakal nyariin kamar buat lo. Udah sebulan, seharusnya kamar lo udah ada.”

“Lo... beneran mau gue pindah kamar?” cicit Azalea, masih kurang percaya.

Nakusha menatapnya lekat dalam diam, tidak menjawab secara langsung. Namun karena keseriusannya tanpa tanda-tanda bercanda, Azalea perlahan mencerna keadaan. Rasa masam seketika menyebar di dadanya.

“Kenapa?” tanya gadis itu lagi, berusaha tenang menyembunyikan getaran dalam suaranya.

Nakusha masih diam. Tak peduli dia ingin menjawab atau tidak, Azalea mundur selangkah, berusaha menjauh darinya. Matanya memerah, untungnya dia masih bisa mengontrol sehingga matanya tidak berkaca-kaca karena sedih.

“Oke.” Setelah mengiyakan, Azalea berbalik pergi, meninggalkan Nakusha sendiri dengan kepala menunduk. Karena setengah wajahnya yang tertutup bayang, tidak terlihat jelas bagaimana ekspresinya.

***

Azalea bolos keesokan harinya. Iya, gadis itu bolos ketika bel berbunyi pertanda pergantian jam di siang hari. Bukan tanpa alasan dia membolos. Dia melakukannya untuk pindah kamar, seperti suruhan Nakusha.

Kenapa melakukannya saat jam pelajaran berlangsung? Itu karena Azalea tidak ingin bertemu Nakusha ketika pindah kamar. Dia sedang merasa... marah.

Kenapa laki-laki itu mengusirnya tanpa sebab? Padahal sebelumnya dia masih berjalan, berbicara dengannya secara normal dan memasak untuknya. Tiba-tiba diusir, tentu saja Azalea kebingungan.

Bukan hanya bingung, tetapi perasaan lain meluap tak kunjung surut. Itu kemarahan. Azalea bukan gadis baik dan lembut seperti umumnya. Tempramennya meledak-ledak dan harus sesuai kehendaknya. Ketika sesuatu tidak sesuai kendalinya, dia akan merasa kesal.

“Saya minta kamar untuk saya, Pak.” Azalea menyengir di depan Pak Wawan. Saat ini dia datang menghadap pria baya itu untuk mengetahui kamar barunya.

Pak Wawan awalnya heran melihatnya. Mendengar dia mencari kamar, dia segera mengeluarkan kunci. “Ini kamarmu, cuma kamu sendiri di sana.”

Alis Azalea terangkat. “Gak ada temen sekamar, Pak?”

“Situasi khusus kamu tidak boleh diketahui yang lain. Untung sebelumnya kamu sekamar dengan nak Nakusha jadi kamu aman.” Pak Wawan malah memuji nama yang saat ini sedang dihindari Azalea.

Gadis itu menanggapi acuh tak acuh. Setelah pamit, dia menuju kamar lamanya untuk mengangkut semua barangnya sebelum menuju kamar barunya. Masih di lantai yang sama kecuali letaknya berada di ujung. Cukup jauh dari kamar lamanya.

Dia bergegas masuk. Melihat kamar yang rapi dan bersih, dia menghela napas puas dan mulai mengatur barang-barangnya. Setelah selesai, dia menghempaskan dirinya pada kasur yang baru saja dia ganti spreinya.

Azalea menatap langit-langit kamarnya, sedikit linglung. Teringat Nakusha, jantungnya berdenyut menyakitkan. Memegang dada kirinya, bibirnya melengkung ke bawah. Dia kira rasa sukanya hanya sebatas mengagumi, tetapi nampaknya sudah melangkah jauh lebih dalam.

Gadis itu harus mengakui saat ini bahwa dia benar-benar jatuh cinta pada Nakusha.

Tapi laki-laki itu malah mendorongnya bermil-mil jauhnya sehingga semakin susah ia gapai. Keterlaluan!

“Ehan brengsek, Ehan bajingan!” Azalea memukul bantalnya penuh emosi, membayangkan bahwa itu adalah Nakusha. Matanya berkaca-kaca. “Gue benci lo! Tapi gue juga suka elo!”

“Siapa suruh muka lo terlalu ganteng! Muka bikin bencana!” Azalea terus merutuk hingga kelelahan dengan sendirinya. Dia kembali berbaring dan menutup mata. Tanpa sadar dia malah tertidur nyenyak hingga sore hari.

Bangun dengan keadaan kebingungan, dia mencari ponselnya dan melirik jam. Setelah itu dia bangun sambil menggaruk kepalanya menuju kamar mandi untuk mandi sebelum keluar dari kamar.

Namun sialnya, dia malah bertemu tiga orang yang dikenalnya di ambang pintu. Caka, Elazar, dan... Nakusha.

“E-eh? Azel, kenapa lo keluar dari kamar itu?! Salah alamat woi!” ujar Elazar sambil menangkup wajah Azalea menggunakan kedua tangan lebarnya membuat bibir gadis itu monyong.

“Lepas ego!” Azalea menampar tangan Elazar gemas. “Ini kamar baru gue.”

“Lah? Kok bisa?” Kali ini Caka yang bersuara.

Nakusha menatap Azalea dengan tenang. Namun sampai pertanyaan Caka keluar pun gadis itu tidak menatapnya.

“Emang awalnya gue cuma numpang di kamar kalian,” kata Azalea dengan tawa garing. “Karena kamar gue udah ready ya langsung pindah, lah.”

“Tapi Zel—”

“Shuttttt!” Azalea dengan berlebihan mengisyaratkan diam. “Gue tau lo pada gak rela pisah kamar sama gue selaku cowok tercantik di sekolah ini.”

“Yeu, pedenya bikin pengen pindah planet.” Elazar langsung mencibir.

“Ini namanya bukan pede, tapi realita.” Azalea memasang ekspresi sebijaksana mungkin.

Elazar langsung mendelik.

“Yaudah gue pergi dulu ya, jangan kangen.”

“Gak bakal!” sahut Elazar membuat Azalea yang telah memunggungi mereka terkekeh.

“Aneh gak sih Azel tiba-tiba pindah?” Caka yang sejak diam mulai membuka suara.

“Hooh. Mana gak pamit dulu kek mau pindah.” Elazar menanggapi sambil mengelus dagunya.

Nakusha melirik keduanya dan mengaku secara sukarela. “Gue yang suruh pindah.” Setelah itu dia pergi menuju kamar.

Caka dan Elazar saling berpandangan. Ada apa ini? Apakah ada masalah antara Nakusha dan Azalea? Tapi seingat mereka keduanya tidak memiliki banyak persimpangan!

“Menurut lo Naku dateng ke asrama sedini ini karena....” Elazar sengaja menggantung kalimatnya.

Caka mengangguk. “Gue sepemikiran.”

Lalu kedua laki-laki itu mulai berspekulasi tanpa menyadari bahwa Nakusha yang telah memasuki kamar terlebih dahulu melonggarkan dasi sekolahnya dengan ekspresi dingin.

TBC

September 27, 2021.

Dalam minggu ini aku bakal double update. Gak tau hari apa, Jumat mungkin.

5K komen.

Azalea & Alter Ego Boy ✓Where stories live. Discover now