11

57.9K 13.3K 6.7K
                                    

“Yok makan yok.”

Azalea bangun dari kasur. Dia menyugar rambutnya sembari duduk di kursinya. Memang belakangan ini Caka dan Elazar selalu mentraktirnya segala hal. Mau tak mau dia semakin menyukai para roommate-nya ini.

“Gue gak enak nih makan gratisan mulu,” ujar Azalea sembari menggigit paha ayam.

Elazar berdecih. “Gak usah sok gak enakan lo.”

“Kalau gak enak, sebagai gantinya lo bersihin kamar setiap hari. Gimana?” tawar Caka dengan baik hati.

Azalea langsung mengacungkan jari jempol tanpa bersuara. Mulutnya terlalu penuh untuk menjawab secara langsung.

“Zel, gue tau ini gak semestinya gue bahas. Tapi kalo lo butuh duit, bilang-bilang ke kita aja.” Caka tiba-tiba berkata dengan serius.

Azalea yang tengah menggerogoti tulang ayam jadi meliriknya dengan tatapan bingung.

Elazar segera menyahut. “Hooh, Zel. Kita kan sohib nih walau lo baru di sini seminggu. Kalau lo kekurangan uang, jangan malu bilang ke kami. Pasti bakal kita bantu kok sebisanya.”

Gadis itu terdiam sejemang. Memikirkan perlakuan kedua laki-laki itu belakangan ini, dia jadi menghela napas dalam hati. Sepertinya mereka salah paham dengannya.

“Sebenarnya man-teman. Gue hidup berkecukupan kok. Bokap gue kerjanya banyak. Mulai dari jualan asuransi, jual barang elektronik, dan masih banyak lagi.” Azalea tersenyum lembut.

Namun senyum gadis itu masuk ke mata Caka dan Elazar sebagai senyum tegar menghadapi kesulitan hidup. Terlebih kata-katanya. Mereka menjadi semakin kasihan pada roommate baru mereka ini.

Saking miskinnya keluarga Azalea sampai orang tuanya bekerja di beberapa pekerjaan sekaligus.

“Ehan belum pulang?” tanya gadis itu berusaha mengalihkan topik.

“Bahasa lo, ngab. Pulang, pulang. Emang ini rumah?” celetuk Elazar sewot.

Seketika Azalea mendelik. “Riuh amat lo, El. Ini kan tempat tinggal kita semua, jadi tempat berpulangnya kita.”

“Bahasa lo, Zel. Another level.” Caka menggeleng-geleng pelan.

“Serius nih gue. Ehan kenapa belum balik?”

“Mengsibuk dia tuh. Tapi sebelumnya gak sesibuk ini sih.” Elazar yang telah mencuci tangannya kembali duduk lalu mengelus dagunya yang tak berjanggut dengan mata menyipit. “Mungkin karena elo!”

Mata Azalea melebar. “Kenapa jadi gue?”

“Ya karena pas lo dateng, Nakusha lebih sering di ruang ketos. Dulu mah jam segini udah balik.” Elazar berceletuk tanpa berpikir.

Sebenarnya tujuan Elazar hanya untuk bercanda. Siapa tahu Azalea malah menganggapnya serius dan berpikir keras. “Jadi Ehan gak suka gue di sini?”

Caka memelototi Elazar karena berbicara asal. “Nggak, Zel. Elazar ngaco tuh.”

Azalea mengerjap. “Oh, gue juga ngerasa gitu. Gue kan imut, mana mungkin Ehan gak nerima gue di sini.”

“Huek!”

“Astaga El! Lo hamil?” Gadis itu menatap Elazar takjub.

“Hamil dari hongkong! Masuk angin gue denger kepedean lo, anjir!” seru Elazar ngegas.

“Hari ini lo nyebelin banget ke gue, El. Kalo berani maju sini!” Azalea menarik lengan bajunya ke atas.

“Berani dong! Cuma motto gue itu, gak mukul wanita, anak kecil, dan orang lemah. Lo kan yang ketiga, jadi gak bisa.”

“Brengsek! Gue itu kuat. Mau bukti?”

“Udah weh. Ribut mulu, seriusnya kapan?” celetuk Caka menengahi.

Meliriknya, Azalea menyunggingkan senyuman mengejek. “Curhat terselubung, Cak?”

Caka mengusap tengkuknya dengan cengiran canggung. Azalea menggeleng-geleng lalu menangkup wajahnya di atas meja. “Ngomong-ngomong nih. Ehan banyak yang suka, ya?”

“Kenapa tiba-tiba bahas itu?” sahut Elazar heran.

Azalea mengedikkan pundak, berusaha terlihat tak acuh. “Tadi siang ada cewek yang nyari Ehan.”

“Emang. Banyak banget malah. Tiap hari gue sama Caka harus ngurus barang pemberian fans Nakusha mulu.”

“Terus Ehan gimana?”

“Ya, abaikan. Nakusha bukan modelan cowok pemberi harapan palsu kek Elazar.” Caka menimpali dengan santai. Namun Elazar segera memelototinya tak terima.

Azalea tertawa. Dia menepuk pundak Elazar penuh perhatian. “El, sebagai kaum kentang, mending jangan mainin hati cewek.”

Elazar memutar bola matanya malas. “Iye, kaum serbuk berlian.”

Lagi-lagi gadis itu tertawa. Setelah mereka membersihkan meja, dengan berbagai alasan Azalea pergi keluar. Dia berjalan di luar sambil menunduk menendang apa pun yang menghalangi kakinya. Kepalanya tertutupi tudung hoodie, mencegah kecelakaan terjadi. Contohnya bertemu Salga.

Tanpa sadar dia sudah melangkah mendekati gedung sekolah. Meski sangat sepi mengingat sekarang jam 21.34, dia malah memutuskan semakin mendekat.

“Azel?”

Suara yang familier itu membuat Azalea tersentak pelan. Dia menoleh lalu tersenyum cerah melihat Nakusha berjalan mendekat. “Ehan! Udah makan belum?”

Nakusha mengangguk pelan. Dia tersenyum tipis dan berjalan bersama Azalea menuju gedung asrama laki-laki. “Kenapa di luar?”

“Udara malem bagus buat olahraga.”

Nakusha terkekeh pelan.

Azalea sontak menatap laki-laki itu. Melihat tawa pelannya yang sangat murni tanpa berpura-pura, jantungnya berdebar dua kali lebih cepat. Dia kembali menunduk, memikirkan strategi menangkap Nakusha sebagai miliknya. Setelah mengetahui calon pacarnya telah diincar banyak gadis, Azalea tidak boleh tinggal diam.

Apakah dia harus menjadi lebih agresif?

Azalea menggigit bibirnya. Ketika tekadnya sudah bulat, dia bergegas melangkah ke depan Nakusha, menghadangnya berjalan. Dia mendongak menatapnya penuh harap. “Ehan, gue suka elo!”

Suasana hangat di sekitar mereka seketika hilang. Ekspresi datar Nakusha pecah. Dia tertawa kecil sebelum menyentil kening Azalea pelan. “Gue tau.”

Hah? Dia tahu?! Pikir Azalea gugup.

“Gue juga suka punya roommate kayak lo.”

Pikiran kalut Azalea langsung buyar. Dia berdecak begitu paham bahwa Nakusha mengira rasa sukanya sebatas teman. Dia maju selangkah, mengulurkan tangan dan melingkari leher Nakusha dengan genit.

“Ehan, suka gue itu maksudnya mau jadi pacar lo. Mau jadi uke gue gak?” lamar gadis itu dengan seringai menggoda. “Setelah itu kita hidup bahagia di Jerman!”

TBC

September 12, 2021.

3K komen lagi.

Azalea & Alter Ego Boy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang