59

48.3K 11.1K 6.7K
                                    

Azalea masih membeku di tempat sampai Nakusha pamit pergi dari Sagara dan melewatinya dengan tenang. Perlahan dia mengerjap, apa lagi saat merasakan sikutan dari Jendra di sampingnya

Buru-buru Azalea mendorong tas selempangnya ke Jendra dan berlari keluar dari rumah, meninggalkan Jendra dan Sagara yang menatap kepergiannya dengan kening berkerut.

Dulu Azalea mengeluh tentang halaman rumahnya yang luas, namun kali ini dia menarik keluhannya. Karena halaman luasnyalah yang kini menahan Nakusha agar berjalan lama sehingga dia dapat menggapainya.

“EHAN!” Azalea menarik tangan Nakusha dari belakang dan memaksanya berhenti berjalan. Napasnya sedikit terengah-engah karena berlarian. Tanpa membiarkan Nakusha membuka mulut, dia kembali berceletuk, “Kok lo bisa di sini?”

Nakusha diam-diam merasa cengkraman di lengannya. Meski terhalang lengan jaketnya, hatinya terasa campur aduk. Perlahan dia menoleh, menatap wajah memerah gadis itu yang nampak cemas.

Ingatan dari wajah gadis kecil berusia 6 tahun dan wajah Azalea tumpang tindih. Dia bergeming sesaat sebelum berbalik sepenuhnya dan menepuk kepala Azalea.

“Ada urusan,” jawab laki-laki itu sekenanya.

Azalea menelengkan kepala lalu menyeringai. “Urusan sama Papa buat ngelamar gue?”

Menatap senyum main-main di wajah mungil itu, Nakusha tertegun sesaat sebelum mencubit pipinya. “Dua hari nggak ada kabar, tanpa dosa senyum di depan gue, hm?”

Senyum gadis itu memudar. Matanya sontak menatap arah lain, merasa bersalah. Apa lagi jantungnya kembali berdebar di bawah tatapan lekat laki-laki itu. “Hp gue rame banget, jadi gue matiin deh.”

Nakusha memegang pundak Azalea, hendak menariknya ke pelukannya. Namun mengingat ini rumah gadis itu, dia mengurungkan niatnya. Bibirnya terbuka, ingin mengatakan sesuatu. Tetapi matanya malah menangkap sosok yang mendekat.

“Udah malem. Gue balik ke sekolah dulu.” Tanpa membiarkan gadis itu membalas kata-katanya, dia berjalan beberapa langkah ke motornya, menggunakan helm lalu mengendarai motor tersebut pergi.

Azalea mencuatkan bibirnya. Kenapa terburu-buru sih? Dia masih kangen.

“Itu Ehan yang kamu bilang?” Jendra yang akhirnya sampai langsung berceletuk.

“Iya. Gimana? Ganteng, kan?” pamer gadis itu.

“Biasa aja sih menurut aku.”

“Dih, valid tau. Udah deh, aku mau ke Papa dulu.” Lagi-lagi Azalea berlari ke dalam rumah. Tidak mendapati pria itu di ruang tamu seperti sebelumnya, dia terus mencari hingga menemukannya di dapur.

Sagara tengah bersandar di ambang pintu dapur, menatap Skaya yang tengah memotong kue dengan senyum tipis di bibirnya. Keharmonisan pasangan itu langsung hancur tatkala suara Azalea terdengar.

“PAPA!”

“Apa?”

Azalea datang ke hadapan Sagara lalu bersedekap dada dengan ekspresi serius. “Aku mau ke sekolah besok!”

***

“Sore, Pak Wawan!” Azalea berlari kecil menyusul sosok pria paruh baya yang membawa tumpukan buku di tangannya.

Melihat Pak Wawan masih di sekolah, senyum lebar merekah di bibir gadis itu. Ternyata Sagara tidak berbohong, Pak Wawan tidak akan dikeluarkan dari sekolah karena masalahnya.

“Sini Pak, Azalea bantu.” Azalea langsung mengambil alih beberapa buku dengan satu tangan, hanya menyisakan satu buku di tangan Pak Wawan.

Pak Wawan menatap gadis itu sejenak sebelum tersenyum. Tidak seperti sebelumnya, hari ini Azalea menggunakan kaos serta cardigan yang ukurannya tepat untuk tubuhnya. Jika itu sebelumnya, dia pasti akan mengenakan sweater atau hoodie oversize yang menutupi sosok tubuhnya.

Azalea & Alter Ego Boy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang