22

57.5K 13.4K 8.6K
                                    

Keesokan harinya, Azalea memasuki ruang guru. Seperti dugaannya, wali kelasnya, Bu Istan, sudah menunggu dengan anteng. Melihatnya masuk, senyum wali kelasnya bermekar.

“Azel, silakan duduk. Dan ini...”

Sosok yang mengekori Azalea sontak mengulurkan tangan begitu berdiri di depan meja Bu Istan. Suaranya sengaja diperberat. “Saya bapaknya Azel.”

Bu Istan tersenyum lalu mengangguk dan mempersilakannya duduk. “Baik, bapaknya Azel, silakan duduk juga.”

Azalea meremas tangannya gugup. Begitu dilirik wali kelasnya, dia segera memaksa senyumnya.

“Dengan Bapak Sagara?”

Elazar mengerjap. Kumis palsunya bergerak sedikit dengan wajah menegang sebelum mengangguk. “Ya, saya bapak Sagara.”

“Jadi begini, bapak, sekolah ini menerapkan beberapa peraturan terlebih mengenai disiplin para siswa. Sebelum Azel masuk, pasti sudah diserahkan ketentuan serta formulir bahwa keluarga setuju dengan syarat dan ketentuan yang berlaku di sekolah ini. Dan anak bapak, Azel, sudah melanggar beberapa peraturan, seperti membolos dan membuat kegaduhan di kelas hingga menyebabkan gurunya mengeluarkan anak bapak dari kelas.”

“Oalah, ck, ck, ck. Anak saya ini emang bandelnya gak ketulungan, Bu.” Elazar dengan kurang ajarnya menabok kepala Azalea, membuat gadis itu menatapnya melotot dengan kaki di bawah menendangnya berulang kali.

Bu Istan tetap mempertahankan senyumnya. “Ya, pak. Karena Azel kebetulan masih baru dan belum melewati batas yang tertera, jadi dia belum diberikan skors. Jika Azel tetap mempertahankan sikap buruknya ini, dia akan diskors beberapa kali sebelum dikeluarkan.”

“Le, le. Mau jadi opo iki?” Elazar menggeleng-geleng sambil melirik Azalea penuh kecewa. Nampaknya sangat mendalami perannya menjadi orang tua gadis itu. “Bapak capek-capek nguli di luar nyari nafkah sampai banting tubuh dan organ—”

“Banting tulang, Bapak.” Azalea menekan setiap katanya penuh kesal.

“Masih ngelawan bapak?” Elazar meninggikan suaranya. Dia menatap Bu Istan seakan mengeluh. “Anak saya emang gini, Bu. Heran saya ikut siapa keras kepalanya. Padahal saya dan istri saya pada kalem loh.”

Azalea diam-diam memutar bola matanya.

“Anaknya memang harus dididik dengan tegas.” Bu Istan melirik bukunya, menulis sesuatu sebelum kembali menatap dua orang di hadapannya.

“Iya, Bu. Pasti akan saya didik anak ini saat pulang. Ada lagi yang perlu dibicarakan, Bu?”

“Kebetulan Pak. Silakan panggil orang tuanya, ya.” Bu Istan tersenyum formal apa lagi melihat wajah kaget keduanya.

“A-apa?”

“Silakan bapak Elazar memanggil orang tuanya menghadap saya besok.” Wanita baya itu mengulang dengan penuh kesabaran sebelum melirik Azalea. “Dan kamu, Azel. Tidak perlu lagi memanggil orang tuamu.”

Azalea mengembuskan napas lega mendengarnya. Namun sepertinya kesenangannya tampak terlalu cepat karena setelah itu Bu Istan kembali melanjutkan kata-katanya.

“Karena saya akan memanggil secara langsung orang tuamu, Azel.”

Gue end. Pikir Azalea langsung dengan linglung.

***

Di sebuah gedung yang memiliki puluhan lantai dengan desain mewah nan modern, dua pria yang baru saja menyelesaikan rapat penting memasuki sebuah ruang kantor yang luas dan tertata rapi.

Azalea & Alter Ego Boy ✓जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें