13

55.3K 13.4K 4.9K
                                    

“EHAN! I LOVE YOU!

SARANGHAE!

WO AI NI!

AISHITERU!

Setiap berlari melewati Nakusha, Azalea akan meneriaki kata-kata tersebut. Peluh membasahi tubuhnya, bahkan rambut pendeknya menempeli kulit wajahnya karena basah.

Nakusha yang berdiri di pinggir lapangan menatapnya dalam diam, namun di dalam hati agak menyesal setelah mengatakan kalimat sebelumnya. Sebab setelah dia berbisik seperti demikian, Azalea semakin gencar mengutarakan rasa cintanya, seolah urat malunya sudah putus.

Seperti saat ini. Untungnya pelajaran sedang berlangsung jadi lingkungan di sekitar mereka sangat sepi.

Ketika Nakusha kira Azalea akan meneriaki kata cinta lagi, dia malah mendapati Azalea berlari menuju arahnya dan duduk di sampingnya.

Gadis itu terengah-engah. Dia mengelap keringatnya menggunakan lengannya sambil duduk selonjoran. Akhirnya dia mengerti kenapa Yelin lebih memilih menulis hingga 50 lembar dibanding lari! Sebab sekarang sangat panas hingga Azalea merasa kulitnya akan gosong dengan tubuh penuh peluh dan lelah. Apa lagi kakinya, seperti mati rasa!

Nakusha melirik jam hitam di pergelangan tangan kirinya. “Belum terlalu siang. Masih 10 putaran. Bangun.”

Azalea menatap Nakusha penuh ketidaksetujuan. “Ehan, jangan jahat sama calon pacar.”

Nakusha menaikkan satu alisnya. “Jangan alesan, cepet selesein.”

“Gak bisa,” keluh Azalea dengan menyedihkan. “Kalo dipaksa, entar gue gak bisa jalan lagi. Lo mau punya pacar lumpuh?”

“Jangan ngomong aneh-aneh.” Nakusha memberikan tatapan dingin. “Hukuman selesai. Lo balik ke kelas sekarang.”

Tanpa berbasa-basi lagi, Nakusha berjalan meninggalkan Azalea yang masih mengatur napas. Gadis itu lalu merebahkan dirinya di tanah dan menatap langit yang cerah. Saking cerahnya sampai dia harus memejamkan mata karena tidak sanggup menerima banyaknya cahaya.

Beberapa saat mengistirahatkan diri, Azalea memaksa tubuhnya yang lelah untuk berdiri dan menyeret kakinya menuju gedung asrama. Sesekali bolos kelas tidak apa. Pikirnya.

Mandi dengan air dingin, Azalea seketika segar. Dia menghadap kaca di kamar mandi, mengacak rambutnya yang basah sambil memandang penampilannya.

“Padahal gue tetep cantik deh, kok Ehan gak mau ya,” gumamnya pelan sambil memegang pipinya.

Berdecih pelan, Azalea mempercepat memakai pakaian dan keluar dari kamar mandi. Melirik jam, dia akhirnya memilih tidur dibanding balik ke kelas.

Beberapa jam kemudian, Nakusha kembali. Dia menatap sosok yang tertidur nyenyak di kasur. “Azel.”

Kening Azalea mengerut. Dia membalikkan tubuh membelakangi Nakusha sambil mengeluh tanpa sadar. Suaranya sangat serak. “Ehan, diem....”

Nakusha tertawa pelan melihat tingkahnya sebelum pergi mengganti baju, meninggalkan Azalea yang semakin nyenyak dalam tidurnya.

Azalea bangun dua jam kemudian. Namun kamar masih sepi tanpa jejak seorang pun. Dia duduk di atas kasur sementara, mencoba sadar dari keadaan linglung setelah bangun.

Ketika pintu terbuka, Caka dan Elazar mendapati wajah suntuk Azalea dengan pipi membiru.

“Zel, gila. Gue kira lo cupu ternyata suhu.” Genta langsung melayangkan kalimat tersebut dengan semangat.

“Lo gak papa, ngab? Baru pindah main berkelahi aja.” Caka mengambil pakaian ganti di lemarinya lalu melirik Azalea yang sekarang menggaruk kepalanya bingung.

“Jam berapa sekarang?” tanya gadis itu sebelum menguap kecil, mengabaikan pertanyaan mereka.

“Lima sore.”

“Kalian tau dari mana gue berantem?” Mata Azalea menyipit memandang kedua laki-laki itu.

“Nakusha kan pantengin lo jalani hukuman. Masa iya kita yang sekelas sama dia gak tau.” Caka mengedikkan pundak, menjawab dengan santai sebelum memasuki kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.

“Ooooo....” Azalea lalu menatap Elazar. “Sekarang Ehan di mana?”

“Nyari Nakusha mulu lo. Dia kerja. Malem baru pulang.” Elazar berkata dengan gemas. Sebab setiap saat Azalea selalu menanyakan keberadaan Nakusha padahal rutinitas Nakusha selalu sama setiap harinya.

“Slow dong. Ngomongnya jangan pake urat. Uratnya putus nanti mampus lo,” cibir Azalea melihat Elazar menjawab pertanyaannya hingga urat di lehernya timbul.

“Gara-gara elo, Jubaedi.”

“Serah deh serah. Baperan amat,” gumam Azalea lalu kembali merebahkan diri dan lanjut bermimpi.

***

Nakusha berada di ruang ketua OSIS hingga larut malam. Dia mengusap pelipisnya, berusaha menetralisir kepeningannya saat ini. Ponselnya di sudut meja bergetar dengan layar yang menampilkan nomor tak dikenali.

Tatapannya semakin datar. Ketika panggilan terhenti, dia mengangkat benda pipih tersebut dan menonaktifkannya. Sangat menjengkelkan terganggu oleh panggilan tersebut.

Dia menyandarkan diri pada sandaran kursi. Tatkala sedang memejamkan mata, dia malah terbayang wajah Azalea. Dia tiba-tiba membuka matanya kembali, menghela napas frustrasi dan memilih melanjutkan tugasnya.

Sejam berlalu, namun pekerjaannya hanya terisi sedikit. Dia mengusap wajahnya dan kemudian mengetik sesuatu di komputernya hingga menampilkan sebuah informasi diri seseorang.

Karena Azalea terus menghantui, dia jadi tidak fokus melakukan segalanya sehingga memilih meretas data sekolah untuk melihat informasi lengkapnya.

Dari nama, tempat tanggal lahir hingga riwayat sekolah terlampir di sana. Hanya satu yang membuat Nakusha tanpa sadar mencengkram mouse-nya lebih kencang.

“Perempuan?” gumam laki-laki itu perlahan.

TBC

September 14, 2021.

Aku sebisa mungkin berusaha update tiap hari. Tapi kalo nggak update berarti aku lagi sibuk banget. Apa lagi udah masuk kuliah. Tugas numpuk, terlebih minggu pertama dan kedua. Ini aja aku sempetin buat update untuk kalian, meski kemaleman.

3K komen for next ya.

Azalea & Alter Ego Boy ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang