Chapter 23

22.2K 1.4K 67
                                    

Banyak permintaan dari Readers yang ingin tahu dengan muka Sobirin dan Pamela. Oke, Author akan memberikan gambaran khayalan author tentang pemeran Sobirin, Pamela, Lea dan Sam sekaligus.

Dede Sunandar as Sobirin

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Dede Sunandar as Sobirin

Ya, seperti yang pernah author deskripsikan, Sobirin adalah cowok aneh yang jarang gosok gigi, item, dekil, kayak jenglot. Nah, menurut author, Dede Sunandar pantes banget jadi Sobirin.

 Nah, menurut author, Dede Sunandar pantes banget jadi Sobirin

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Kimberly Rider as Pamela

Yups! Bener banget! Pamela adalah cewek cantik bertubuh aduhai. Dia suka mewarnai rambutnya. Kimberly Rider cocok dah jadi Pamela

 Kimberly Rider cocok dah jadi Pamela

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Pamela Bowie as Renatha Azalea

Lea adalah gadis kalem yang cantik. Dia jarang bergaul dengan anak laki-laki. Menurut author, wajahnya Pamela Bowie itu kalem banget. Jadi, dia cocok berperan sebagai Lea.

Rizky Nazar as Ozora Samitra Aldebaran

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Rizky Nazar as Ozora Samitra Aldebaran

Sam adalah bad boy jenius. Ganteng dan jago berkelahi tentunya. Rizky Nazar itu paket lengkap menurut author. Dia udah ganteng, mukanya muka bad boy banget, dan maco tentunya.

***

[Raya pov]

Setelah kak Icha, Arsyaf, dan El lama mengobrol, akhirnya mama dan papa datang bersama mantan. Eh, maksud gue, datang dari Kalimantan.

"Icha, bagaimana keadaan Raya?" Tanya mama cemas.

Kak Icha mengangkat bahu. "Icha masih belum tau, Ma. Sepertinya nggak ada masalah sama otak nih anak. Tapi...."

"Tapi apa?"

"Tapi sepertinya, ada yang nggak beres sama rahangnya."

"Maksud kamu apa, Icha?" Tanya papa terlihat begitu khawatir.

"Dari tadi Raya mengeluh susah mangap lebar tiga jari. Pasti ada sesuatu yang salah, Pa. Icha yakin itu! Makanya Icha masih menunggu hasil rontgen."

Mama mendekat ke arah gue. Air matanya mengalir tak henti-hentinya. Papa juga demikian. Hellow! Jangan bertingkah seolah Raya akan nyusul Dono sama Kasino ke akhirat deh. Nih tubuh biar pun lemes tapi terasa baik-baik aja kok. Eh BTW, Dono yang ngajar kimia masih sehat wal afiat ding.

Arsyaf dan El langsung peka. Mereka berdiri dari tempat duduk mereka dan membiarkan mama sama papa duduk di samping gue.

"Kamu harus cepet sehat ya, Nak!" Ucap Mama yang masih menangis histeris.

"Iya, Sayang! Kamu harus cepet sembuh!" Tambah papa sambil memeluk gue erat.

"Adaw!" Teriak gue ketika lengan papa tak sengaja menyentuh luka bekas jahitan dokter di dagu gue.

Papa langsung melepaskan pelukannya. "Maaf!" Ucapnya kaget.

"Ma....." gue mencoba beranjak bangun dari tempat gue tidur. "Raya pengen pipis."

"Ya udah. Mama anter ya?" Kata mama lembut.

"Nggak usah, Ma. Raya bisa jalan sendiri kok!"

Tanpa menghiraukan ucapan gue, mama langsung memegangi lengan kiri gue. Mama juga menyuruh kak Icha buat memegangi lengan kanan gue. Bushet dah! Nih dua emak-emak! Emangnya mereka pikir mereka rokib dan atit apa?

Gue pun berjalan dengan diiringi dua emak-emak tersebut menuju toilet. Di belakang kami sudah ada papa. Tadinya Arsyaf dan El mau ikut nganter gue ke toilet. Tapi gue bersikeras melarang mereka.

Di tengah perjalanan menuju toilet, tiba-tiba kepala gue terasa pening, pandangan gue seketika menjadi kabur meskipun mata gue beberapa kali sempat mengerjap berusaha memulihkan pandangan.

Braaaak.....

Gue pun terjatuh bersama mama dan Kak Icha di lantai. Mereka berdua tak mampu menopang tubuh gue.

"Icha! Cepet panggil Arsyaf dan El kemari!" Suara papa yang terdengar panik masih bisa gue dengar.

"Baik, Pa!" Jawab kak Icha siaga.

Mama kembali menangis histeris. Mereka bertiga tampak tidak mampu menggendong gue yang begitu berat. Dengan tubuh jakung gue dengan tinggi 165 cm, berat badan gue 54 kg. Apa itu terlalu berat? Apa gue seorang sumo?

Beberapa menit berlalu. Tapi kak Icha masih belum datang juga. Sempat punggung rapuh papa mencoba menggendong gue. Tapi baru beberapa langkah papa sudah berjalan gontai. Ya! Ini hari Sabtu. Tak banyak orang yang ada di rumah sakit.

"Pak, sini Pak!" Teriak papa pada seseorang yang entah itu siapa. Mata gue nggak bisa dibuka tapi gue masih bisa mendengar apa pun di sekeliling gue. "Tolong bantu saya, Pak!"

Napas gue melaju tak beraturan. Tersengal sesak seolah ada yang mengganjal. Gue mencoba membuka mata gue. Dan bushet! Seorang om-om berwajah mesum berada di hadapan gue, lebih tepatnya menggotong gue dari sisi kanan dan papa di sisi kiri. Sedangkan mama memegangi bagian kaki gue. Melayang. Ya. Saat itu gue melayang di atas enam tangan menuju kamar UGD gue.

Di atas ranjang UGD, lagi-lagi gue terbaring. Tapi gue masih kebelet pipis.

"Raya pengen pipis," ujar gue lemas.

"Ya udah! Mama ambilin pispot ya?" Kata mama lembut.

Mata gue langsung mendelik kaget. Ha? Pispot? Apa gue ini bayi? OGAH AH!

"Nggak mau ah!" Tolak gue.

"Terus kamu mau pipis di mana, Sayang?"

"Toilet."

"Kamu mau pingsan lagi?"

"Iya, Ray! Lo pipis di pispot aja. Lagi pula Arsyaf sama El nggak ada di sini kok. Mereka sedang mengambil hasil rontgen dan CT scan pala lo," jelas kak Icha.

"Pipis di sini Raya ogah!" Tolak gue ngotot.

"Ya sudah kalau kamu nggak mau pipis di pispot. Biar mama panggilin perawat agar pasangin kateter," opsi mama.

Ha? Kateter? Mama sudah gila apa? Malu coy! Malu! Entar ada selang nyambung ke itunya gue menuju kantong bening putih. Gila! Ogah dah gua!

"Ogah! Ya udah Raya mau pipis di pispot! Tapi kak Icha dan papa jagain agar Arsyaf dan El nggak masuk ke dalam korden," ucap gue marah.

"Siap!" Ucap papa dan kak Icha bebarengan.

Mereka keluar dari korden dan menutupnya rapat-rapat agar tidak ada yang mengintip. Dengan terpaksa, akhirnya gue pipis di pispot.

FEMME FATALE 2 / Cewek Cetar Season 2 Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt