Chapter 61

18.2K 1.3K 436
                                    

[Raya pov]

Gue menekan beberapa tombol password untuk memasuki apartemen Sam. Dahi gue mengernyit heran ketika melihat Sam sudah duduk di atas sofa dengan tatapan dingin. Dia kenapa? Batin gue.

"Lo dari mana saja?" tanya Sam sinis.

"Gue habis cari home stay. Kan nggak enak kalau kita tinggal bersama. Lagian kita bukan muhrim keles," papar gue santai sambil melepas sepatu dan menaruhnya di rak.

"Kenapa lo nggak ngangkat telepon dari gue?"

"Lo nelpon?" Alis gue sedikit terangkat. "HP gue batrenya habis mungkin." Gue berjalan santai menuju sofa lalu duduk di samping Sam.

"Lo baru tinggal dua malam di sini. Kenapa buru-buru pergi?"

"Ya nggak enak aja ngerepotin orang. Lagian bukan muhrim juga. Takut napsu tinggal bareng ama cogan," kata gue asal sambil menyeringai.

"Gue nggak ngerasa direpotin kok. Masalah muhrim atau bukan, lagian gue juga nggak nyentuh elo. Jadi elo nggak perlu khawatir."

"Aduh Sam! Please deh! Gue ini cewek dan elo cowok. Bukan saudara dan tidak memiliki ikatan darah. Kagak boleh tinggal bareng! KAGAK BOLEH!" Gue menekan kalimat terakhir dengan setengah berteriak.

"Jangan pergi, Raya."

"Maaf, Sam. Tapi gue harus pergi." Gue berdiri lalu berjalan menuju kamar, membuka lemari dan mulai berkemas.

"Lo nggak boleh pergi, Raya!" teriak Sam dari ambang pintu.

Gue menoleh, dahi gue mengernyit heran.

"Em... Maaf karena gue berteriak. Baiklah kalau lo mau pergi. Gue nggak bisa nahan elo." Sam kelihatan salah tingkah.

***
[Sam pov]

Shit! Gue barusan meneriaki Raya. Tenang, Sam. Tenang. Kalau gue meneriakinya, bertanya ini dan itu, melarangnya, terlalu mengekangnya, dia bisa pergi seperti Olivia. Jadi, gue harus tenang dan memberinya sedikit kelonggaran.

"Kalau lo belum nemu tempat, lo bisa tinggal di sini kok. Apartemen ini selalu terbuka buat elo, Ray," sambung gue mencoba menahan emosi.

Raya tersenyum manis. "Makasih ya, Sam. Gue hargai kebaikan elo," sahutnya lalu kembali berkemas.

Gue masih berdiri di ambang pintu, menungguinya. Tiba-tiba ia kembali menoleh ke arah gue, membuat mata gue sedikit melebar.

"Sam, elo kan ahli komputer," kata Raya.

Gue mengangguk pelan. "Iya. Kenapa emang?"

"Elo bisa bantuin gue nggak?" tanya Raya sambil membawa ponselnya ke arah gue.

"Bantuin apa?"

"Gini, ponsel dan laptop gue jadi aneh. Sudah dua hari ini, gue nggak bisa menghubungi sahabat gue di Indonesia. Jaringannya selalu eror. Kenapa ya?"

Gue harus tenang. Gue nggak mungkin bilang ke Raya kalau gue yang meng-hack ponsel dan laptopnya agar dia tidak bisa lagi menghubungi Renan.

"Padahal saat gue menghubungi kakak gue, bisa kok. Tapi tiba-tiba nggak bisa ketika gue menghubungi sahabat gue. Aneh kan?" sambung Raya.

"Coba sini, gue lihat." Gue menyambar HP yang disodorkan Raya dan berpura-pura mengecek HP tersebut sebentar.

"Gimana? Ada yang salah ya?"

"Kayaknya emang penyedia jaringannya yang eror deh."

"Aneh deh. Kemarin gue udah ganti kartu. Tapi jaringannya tiba-tiba putus."

FEMME FATALE 2 / Cewek Cetar Season 2 Where stories live. Discover now