Chapter 70

20.8K 1.4K 129
                                    

[Elbara pov]

Akhirnya Raya memaafkan gue setelah Renan menjelaskan kepadanya alasan mengapa gue pergi darinya delapan tahun lalu. Sebelumnya, Renan sudah menelpon gue agar gue datang ke apartemen Raya. Dia seolah merestui hubungan kita berdua. Terima kasih, Ren! Gue janji nggak akan membuat Renan menyesal dengan keputusannya untuk mendukung gue bersama Raya.

"Iiiih! Apaan sih!" Raya menampik tangan gue yang mengelus rambut halusnya.

Gue tersenyum senang ketika melihat pipinya memerah. Agar percakapan ini tidak terasa canggung, gue harus mencari topik lain. Gue pun mengedarkan pandangan. Lalu mata gue tertuju pada sebuah laptop yang masih menyala di atas meja makan. Ya! Ruangan dapur, ruang tamu, dan ruang makan tidak ada sekat. Semuanya dalam satu ruangan kecuali kamar tidur.

"Kamu ngerjain apa? Laptop kamu masih menyala!" Gue menunjuk ke arah laptop.

Dia menoleh ke arah meja makan. "Ooooh... Aku tadi mau ngerjain proyek bersama Arvana Group!"

"Benarkah?"

Raya berjalan menuju meja makan, mengambil laptopnya, lalu kembali duduk di sebelah gue. Kemudian dia menunjukkan hasil rancangannya pada gue.

"Gimana menurutmu?" tanyanya penuh semangat.

Gue melirik sebentar layar laptopnya lalu mengangguk pelan. "Bagus!"

"Baguslah kalau kamu suka!" Dia tersenyum manis.

"Tapi, bisakah kamu menjelaskan konsep rancanganmu lagi?"

Mata Raya terbelalak. "Apa?" mulutnya menganga.

"Ya maaf. Kemarin aku nggak mendengarkan penjelasanmu."

"Kenapa?" tanyanya melotot.

"Ya wajar dong! Aku memperhatikan orangnya bukan materi presentasinya. Aku nggak melihat kamu selama delapan tahun lho!"

Dia mendengus kesal. "Baiklah kalau begitu. Aku akan menjelaskannya satu kali lagi. Tapi kali ini kamu harus mendengarkannya baik-baik. Awas kalau kamu masih belum paham!"

"Siap, Bos!" gue meringis senang.

Tak terasa sudah setengah jam dia menjelaskan panjang lebar pada gue. Rancangannya benar-benar bagus! Wajar saja kalau dia menyandang predikat arsitek terbaik di perusahaannya.

"Raya, aku laper nih." Gue memegang perut gue sendiri.

"Laper? Aku juga laper sih." Raya memegang perutnya juga. "Ya udah! Kita pesan pizza aja."

"Nggak mau ah!" Tolak gue spontan. "Aku mau makan masakan kamu," kata gue manja.

"Ha?" Dia terpental kaget.

***

"Masak apa nih?" Raya tampak kebingungan ketika dia melihat-lihat isi kulkasnya. "Di sini cuma ada ayam, daging, dan sayur-sayuran."

Gue berdiri di belakang Raya sambil melipat tangan. "Ya itu bisa dimasak."

"Tapi aku nggak bisa masak." Dia menggelengkan kepalanya. Kemudian berbalik ke arah gue. "Gimana kalau kamu aja yang masak? Kamu kan pinter masak."

"Tapi aku kan tamu. Emangnya ada tamu disuruh masak sendiri?" omel gue mengulum tawa.

"Emangnya ada ya, tamu minta makan duluan? Dasar tamu rewel!"

"Dasar tuan rumah nggak peka!"

"Terus gimana? Aku hanya bisa masak mie instan doang. Itu pun kadang jadi kadang nggak jadi." Raya mengerucutkan bibir.

"Ya udah masak aja! Nanti aku beri instruksi kapan harus mengangkat mienya."

Dia pun menghentak-hentakkan kakinya kesal, mengambil dua bungkus mie kuah dari dalam laci, menyiapkan air ke panci, lalu menaruh panci tersebut ke atas kompor. Kemudian ia membuka bungkus mie instannya dan hendak memasukkan mie instan tersebut ke dalam panci.

FEMME FATALE 2 / Cewek Cetar Season 2 Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon