Chapter 42

17.4K 1.4K 66
                                    

[Arsyaf pov]

Setelah gue menutup pintu taksi, gue pun berbalik, menatap sejenak sebuah rumah kos bercat putih. Tak lama berdiri, tiba-tiba seorang cewek cantik super montok berpakaian ketat keluar dari gerbang. Ia terhenti sambil senyum-senyum nggak jelas saat melihat gue. Apa dia idiot?

Cewek itu pun menghampiri gue sambil menyibakkan rambutnya ke belakang. Masih mending iklan sampo di TV, rambutnya pada hitam berkilau. Lha ini? Rambutnya kayak kresek rombeng aja pakek acara disibakkan segala.

"Maaf, Mas. Masnya sedang cari kos ya? Maaf nih sebelumnya, tapi ini kos-kosan cewek. Kalau Mas mau cari kos-kosan cowok, saya bisa bantu nyari," cerocosnya.

Gue menggaruk kepala gue yang tak terasa gatal. "Enggak, saya nggak sedang cari kos-kosan," sahut gue santun.

"Terus Mas cari apa? Cari ma'mum biar Mas bisa jadi imam?" tanyanya sambil mengedipkan mata beberapa kali.

Mendengar ocehannya, gue langsung bergidik ngeri. "Saya cari Raya. Apa di kos ini ada yang namanya Raya?" tanya gue to the point. "Soraya Aldric," tambah gue untuk memperjelas.

Cewek itu langsung mendelik keget. "Iya. Di sini ada yang namanya Raya. Memangnya kalau boleh tau... Mas ini apanya Raya ya?" tanyanya kepo.

"Perlu dijawab?" tanya gue sinis, mencoba meniru gaya El saat menghadapi cewek-cewek gatel.

Cewek itu langsung meringis kecut dan seketika terdiam tanpa kata. Yaelah ternyata gaya sinis El ampuh juga buat menghadapi cewek gatel.

"Sayang?" ucap seorang cewek yang baru saja keluar dari pintu rumah kos lalu berlari-lari kecil menghampiri gue.

"Raya?" Cewek gatel tadi menoleh ke samping, melihat Raya yang berdiri di sebelahnya. "Jadi cowok ini pacar lo?"

Raya mengangguk kuat. "Iya. Kan aku sebelumnya udah bilang ke Mbak Widya kalau pacarku tuh ganteng, nggak buluk."

Cewek bernama Widya itu tiba-tiba memegang kepalanya yang tidak terasa pusing. Ia terlihat keliyengan.

"Mbak Widya? Mbak Widya nggak apa-apa?" tanya Raya cemas sambil memegangi kedua bahu Widya.

"Enggak, gue nggak apa-apa." Widya kemudian kembali berdiri tegak. "Em... BTW, kalian mau ke mana nih?"

Raya melirik gue sejenak. "Kita mau ke..."

Sebelum Raya menyelesaikan kalimatnya, gue buru-buru membungkam mulutnya rapat-rapat agar setan yang bernama Widya itu nggak tau kita mau kencan ke mana.

"Ke mana aja asalkan nggak ke neraka." Gue mengambil alih bagian Raya untuk menjawab.

Setelah itu, gue pun memberi kode mata pada Raya agar tidak memberi tau Widya di mana kita akan pergi. Untung cewek gue, cewek pinter. Dia langsung mengangguk pelan setelah memahami kode mata gue.

"Eh, sayang. Aku mau keluarin motor dulu ya," ujar Raya lalu berjalan menuju garasi, mengeluarkan motornya, memarkirkannya di samping gue, lalu menyodorkan sebuah helm berwarna hitam pada gue.

"Ya udah, sayang. Ayo kita pergi," ajak gue sembari menyambar helm yang disodorkan Raya.

"Eh eh." Widya dengan cepat memegangi tangan Raya hingga Raya yang tadinya bersiap duduk di jok belakang terhenti. "Gue ikut dong!" rengeknya.

Raya pun memutar mata malas. "Ya ampun! Mbak Widya mau jadi obat ngamuk?" tanyanya.

"OBAT NYAMUK!" tegur gue geram.

Raya meringis dengan cengiran khasnya. Gue pun merasa gemas dengan cengiran yang sudah lama hanya bisa gue saksikan dalam vidiocall. Langsung saja gue cubit pipi halusnya sambil terkekeh kecil. Entah mengapa si Widya tiba-tiba cemberut manyun sambil menghentak-hentakkan kaki ke tanah.

"Ayo Mas pacar! Nggak usah dihiraukan nih demit satu," ujar Raya lalu menaiki motor di jok belakang, di balik punggung gue.

Kami pun melesat, melewati jalanan Surabaya yang rindang akan tanaman. Tak menghiraukan teriakan Widya yang merengek meminta ikut acara kencan kami.

Setelah melewati jalanan kota Surabaya, akhirnya kami pun tiba di KBS, Kebun Binatang Surabaya. Di sana kami bergandengan tangan sambil melihat-lihat berbagai macam satwa yang ada. Ada unta, rusa, ular, buaya, dan masih banyak yang lainnya. Setelah puas mengelilingi KBS, kami pun memutuskan untuk duduk santai di salah satu bangku panjang yang ada di sana.

"Eh, ngomong-ngomong, bagaimana kabarnya Lea? Dia baik-baik saja kan, Yang?" tanya Raya setelah meneguk air yang mengandung ION, Ponari sweat merk-nya.

"Dia baik," jawab gue singkat.

Iya. Lea sekarang sekampus sama gue. Dia tidak diterima di Univetsitas Negeri yang ia inginkan dan akhirnya dia kuliah di Universitas Swasta bareng gue, di jurusan yang sama pula!

"Aku dengar, dia satu kelas sama kamu," kata Raya sambil menyandarkan pipinya di bahu kanan gue. "Kamu kok nggak cerita sih?" tanyanya manja.

Gue tersenyum tipis. Nggak tau kenapa, gue suka banget kalau dia bersikap manja kayak gini, bikin aku makin gemas sama dia.

Alis gue terangkat. "Kenapa? Kamu cemburu?" goda gue.

"Ya enggak lah. Masa' aku cemburu sama sahabatku sendiri sih?" tukasnya tak terima.

"Terus kenapa cobak?"

"Ya... aku khawatir aja sama dia."

"Khawatir kenapa?"

"Aku khawatir kalau nanti dia nggak punya temen di sana. Jadi, aku harap kamu bisa jadi temannya."

Alis gue terangkat lalu menoleh ke samping, melihat puncak kepala Raya. Dia masih bersandar di bahu gue.

"Kamu nggak takut aku selingkuh apa? Lea itu jauh lebih cantik daripada kamu lho," ucap gue mencoba menakut-nakuti. Gue paling senang lihat dia cemburu.

Dia menggeleng pelan, matanya masih menatap lurus ke depan. "Enggak. Aku nggak takut. Soalnya, aku percaya sama kamu dan Lea. Kalian nggak bakalan khianati aku," jelasnya gamblang.

Gue pun tersenyum lalu menyandarkan kepala gue di atas kepalanya. Gue benar-benar nggak menyangka kalau dia sangat mempercayai gue. Dan detik ini juga gue bersumpah demi nama semua satwa yang ada di kebun binatang ini bahwa gue nggak akan pernah menghianati kepercayaan yang telah diberikan Raya. Gue bersumpah.

*****🐤🐤🐤*****
Vote dan komen

Authornya pengen baper-baperan dulu. Maap ya 😉

Klimaksnya nanti, beberapa chapter lagi.

FEMME FATALE 2 / Cewek Cetar Season 2 Where stories live. Discover now