Chapter 81

17.8K 1.4K 112
                                    

[Author pov]

Dalam suasana canggung, Renan dan Anila duduk berhadapan. Hening sejenak tanpa kata. Anila menyeruput secangkir kopi arabika. Sedangkan Renan masih bungkam.

"Jadi, elo mau ngomong apa, Ren?" tanya Anila mendahului.

Renan menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal. "Gue ...." ucapnya enggan.

Anila masih berusaha untuk menyimak, menunggu apa yang akan dikatakan Renan.

"Gue mau ngucapin terima kasih sama elo karena elo nolongin gue pas mabuk kemarin," sambung Renan.

"Nggak masalah. Nyantai aja, Ren." Anila menimpali.

"Oh iya. Gue harap, elo nggak ngomong ke Raya kalau gue sebut-sebut namanya pas mabuk."

"Jadi lo ingat apa yang lo omongin? Lo ingat kalau lo manggil-manggil nama Raya?"

Renan mengangguk.

"Kenapa Raya nggak boleh tahu kalau elo suka sama dia?" tanya Anila penasaran.

"Karena gue nggak mau persahabatan antara kita hancur. Dia sudah menganggap gue seperti saudara. Dan nggak akan pernah bisa lebih dari itu."

"Kenapa lo suka sama Raya?" tambah Anila penuh selidik.

Renan berdiri dari tempat duduknya dan menatap Anila marah. "Sepertinya ... lo terlalu ikut campur dalam urusan pribadi gue deh."

Anila mendongak, menatap Renan yang berdiri di hadapannya. "Bukan begitu maksud gue, Ren. Gue hanya ingin tahu alasan lo suka sama Raya," ucapnya lalu berdiri.

"Gue nggak butuh alasan untuk mencintai seseorang," kata Renan tegas lalu mencoba beranjak pergi.

"Gue suka sama lo!" teriak Anila dari belakang, membuat langkah Renan terhenti lalu berbalik.

Dahi Renan mengerut, melihat Anila yang menunduk. Ia belum berkata apa pun.

"Sejak pertama kali gue kenal sama elo, gue sudah suka sama lo. Gue juga nggak punya alasan mengapa gue suka sama elo," papar Anila sambil menitihkan air mata.

Mata Renan sedikit melebar mendengar pernyataan yang diungkapkan oleh Anila. Tapi ia masih berdiri di tempatnya dan tak menghampiri Anila yang menangis.

"Sejak awal gue sudah tahu kalau elo suka sama Raya. Dari tatapan elo ke dia, dari perhatian elo ke dia, gue sudah bisa menebaknya. Tapi nggak tahu kenapa, gue tetap suka sama elo," lanjut Anila dengan langkah kaki yang mulai melangkah ke depan, menghampiri Renan yang mematung.

"Anila, gue minta maaf. Gue ...." ucapan Renan terpotong ketika Anila tiba-tiba memeluknya.

"Gue nggak butuh permintaan maaf dari elo. Yang gue butuhkan hanya cinta lo, Ren."

"Anila, gue ...."

"Gue mau lo jadi pacar gue, Ren," potong Anila. "Gue janji akan buat lo ngelupain Raya. Biarkan dia bahagia sama Pak Bara."

Hati Renan melunak mendengar kata-kata Anila. "Apa lo bisa buat gue ngelupain Raya? Apa lo bisa buat gue menghapus rasa yang sudah tumbuh selama dua puluh dua tahun?"

Anila melepaskan pelukannya lalu mendongak, menatap Renan yang memang postur tubuhnya lebih tinggi daripada dia. Kemudian ia mengangguk.

"Baiklah. Ayo kita coba pacaran," ucap Renan kemudian.

Anila tersenyum bahagia meskipun ia tahu bahwa Renan ingin pacaran dengannya hanya untuk melupakan Raya. Tak apa, pikirnya. Asalkan Renan di sisinya, itu sudah lebih dari sekedar cukup.

FEMME FATALE 2 / Cewek Cetar Season 2 Where stories live. Discover now