Chapter 71

21.1K 1.6K 221
                                    

[Author pov]

Lama sekali Raya dan El berbincang-bincang. Mulai dari membahas proyek pembangunan resort, masa-masa kuliah, sampai mengenang masa-sama SMA. Tak terasa sudah jam 12 malam lebih. Raya mulai mengantuk. Ia sudah menguap beberapa kali sedari tadi.

"Udah. Kamu tidur aja di kamar. Jangan sampai, besok kamu terlambat kerja," kata El sambil mengelus-elus rambut Raya.

"Ya udah. Aku mau tidur dulu ya," pamit Raya sambil berdiri lalu berjalan menuju kamar.

El tersenyum gemas melihat pacarnya yang berjalan gontai menuju kamar karena mengantuk. Setelah Raya benar-benar menutup pintu, dia pun bergegas membaringkan tubuhnya di atas sofa. Sayup-sayup ia melihat langit-langit ruangan tengah lalu matanya terpejam, tidur.

Diam-diam, dengan langkah pelan, Raya keluar dari kamarnya sambil membawa selimut dan bantal. Perlahan ia mendekati El, meletakkan selimut di atas meja, lalu dengan hati-hati menaruh bantal di bawah kepala El. Raya sempat kaget ketika El menggeliat memposisikan diri. Tapi ia dapat menghela napas lega saat melihat mata El masih terpejam. Untung saja ia tidak membangunkan El. Raya pun melanjutkan aktivitasnya. Ia kemudian menata selimut di atas sekujur tubuh El sampai dada, tidak sampai kepala, nanti dikira orang mati, pikirnya.

Setelah selesai, Raya kembali ke kamarnya dan menutup pintu. Tak lupa juga ia mengunci pintunya rapat-rapat. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, pikirnya hati-hati. Sementara itu, di atas sofa, El hanya bisa tersenyum senang mendapati Raya yang begitu perhatian terhadapnya. Rupanya dia sedari tadi hanya berpura-pura tertidur.

***
Sambil mengucek mata, Raya keluar dari kamar. Samar-samar ia sudah melihat El berkutat di dapur. Matanya melebar, dengan setengah berlari ia menghampiri El.

"Buat apa, Beb?" tanya Raya sambil membau aroma sedap yang semerbak memenuhi apartemennya.

"Beb?" Dahi El berkernyit heran. Seingatnya, Raya tidak pernah memanggilnya sayang, beb, atau yang semacamnya.

"Ooo ... kamu nggak mau aku panggil beb?"

"Mau kok."

Entah mengapa tiba-tiba El merasa terganggu dengan keberadaan Raya yang berdiri di sampingnya sambil memperhatikan gerak-geriknya. Ia salah tingkah hingga ia sempat salah mengambil garam. Ia pun segera mematikan kompornya, berbalik dan menatap Raya tajam, lalu mengangkat tubuh Raya kemudian mendudukkannya di atas meja dapur bersih yang tentu saja hal itu membuat Raya terkejut.

"Jangan memperhatikanku seperti tadi!" kata El sambil meletakkan kedua tangannya di atas meja, di samping paha Raya.

"Ke ... kenapa?" tanya Raya sedikit gugup. Ia tak pernah sedekat ini dengan El sebelumnya.

"Karena kamu mengganggu konsentrasiku."

"Ganggu?" Kening Raya berkernyit. "Ganggu itu kayak gini." Raya tiba-tiba mengalungkan kedua tangannya di leher El.

Mata El melebar. Jantungnya beritme semakin cepat. Matanya tertuju pada bibir Raya yang saat ini tengah mengembangkan senyuman manis. Rasanya ingin sekali ia mendaratkan sebuah ciuman di bibir manis itu. Perlahan ia mendekatkan wajahnya, matanya mulai terpejam mengikuti suasana. Tapi ... matanya kembali terbuka ketika Raya menghentikan laju bibirnya dengan jari telunjuk sebelum benar-benar mendarat ke bibir gadis berambut panjang itu.

"Ciumnya setelah nikah ajah," bisik Raya ke telinga El lalu meringis lucu.

El terkekeh malu, ciumannya ditolak mentah-mentah. Kesal memang. Tapi ia bisa memakluminya. Ia tidak ingin memaksakan keinginannya pada Raya. Jika Raya tidak mau, ya sudah, tak jadi masalah baginya.

FEMME FATALE 2 / Cewek Cetar Season 2 Where stories live. Discover now