Chapter 45

17.9K 1.4K 143
                                    

[Author pov]

Raya mengguratkan pensilnya di atas kertas A4. Sambil tersenyum, ia sesekali melihat wajah tampan Arsyaf di layar ponselnya. Setelah selesai menggambar, rencananya dia akan menaruh karikatur yang ia gambar di dalam sebuah pigura hitam.

"Yes! Selesai!" Raya mengusap keringatnya yang hampir menetes.

Senyuman lebar mengembang indah di kedua sudut bibirnya saat melihat gambar karikatur yang telah ia buat. Di dalam gambar itu tampak Arsyaf memboncengnya dengan sepeda ontel. Ya. Walaupun Raya sekarang menempuh studi di jurusan ekonomi, tapi tidak dapat dipungkiri kalau dia mempunyai bakat yang sangat luar biasa dalam hal menggambar.

***

Zen, Teo, Renan, dan Arsyaf malam itu asyik memandang layar laptop. Sesekali mereka jingkrak-jingkrak sendiri, melihat beberapa adegan tidak senonoh yang ditampilkan layar kotak bercahaya itu. Zen, Teo, dan Renan memang satu kampus dengan Arsyaf. Tapi mereka tidak satu jurusan. Arsyaf mengambil studi di jurusan informatika, Zen dan Teo mengambil studi di jurusan kelautan, sedangkan Renan di jurusan teknik mesin. Mereka berempat tinggal dalam satu rumah kontrakan yang tak jauh dari kampus mereka.

"Eh Zen, lo sudah ngelakuin yang model begono nggak?" dagu Teo menunjuk ke arah laptop.

"Ya udahlah!" sahut Zen bangga.

"Kalau elo, Ren?" tanya Teo, beralih melihat ke Renan.

"Rahasia dong!" jawab Renan membuat Teo semakin penasaran.

Bukannya Renan sok suci, tapi ia hanya tidak ingin teman-temannya tahu kalau masa lalunya terlalu kelam untuk diingat kembali. Ah, tidak! Bukan masa lalu. Sampai sekarang pun Renan masih sering melakukan hal kotor itu dengan cewek-cewek yang ia kencani.

"Halah, Ren! Ngaku aja!" Teo menyesap sepuntung rokok lalu mengeluarkan kepulan asap beberapa saat kemudian. "Pasti elo sudah ngelakuin itu sama Tantri dan Monica," tebaknya benar.

"Apaan sih lo, Yo? Najis bahasan elo!" Renan tak mengaku.

"Kalau elo, Syaf? Elo sudah nyoba model apa aja sama Raya?" tanya Zen seolah melakukan hal kotor itu adalah hal yang sudah biasa baginya.

"Udah ah. Dosa! Dosa! Lagian kalian ngelakuin hal itu sebelum nikah, apa kalian nggak takut dosa? Ingat, ada Tuhan men!" papar Arsyaf ngotot seolah ia tidak pernah melakukan dosa. Padahal, sedari tadi ia menonton vidio porno dengan Zen dan lainnya.

"Halah ngaku aja lo!" tukas Teo. "Elo sama Raya kan udah pacaran lama. Pasti kalian sudah ngelakuin berbagai model. Iya kan?" tebaknya salah.

"Ya elah. Boro-boro ngelakuin yang model begono!" Arsyaf menunjuk layar laptop Zen dengan dagunya. "Ciuman aja nggak pernah!"

"BUSHET!!" ujar Renan, Zen, dan Teo serempak.

"Sumpeh lo?" Teo masih tak percaya dengan perkataan Arsyaf barusan.

"Terus, selama ini, elo ngapain aja sama Raya?" tanya Zen mengabaikan laptopnya yang masih menampilkan adegan panas. Ia menatap Arsyaf dengan raut muka heran.

"Paling mentok pelukan. Itu pun sejak kami mulai pacaran, nggak sampai lima kali," jelas Arsyaf. "Tiap kali gue minta cium, pasti dia mengelak. Dia cuma mau dicium setelah nikah katanya."

"Terus kenapa lo bisa betah sama si Raya? Nggak ada fungsinya! Kok bisa ya ada cewek yang nggak mau digrepe-grepe sama cowok ganteng kayak elo," kata Zen heran bukan main.

"Ya itu yang bikin gue masih sayang sama dia. Itu tandanya dia cewek baik-baik." Arsyaf tersenyum bangga.

"Jadi, lo mau pacaran hambar kayak gitu terus? Kagak ada luapan emosi melalui grepe-grepe?" ujar Zen mulai memanas-manasi seperti setan. "Apa lo nggak pengen pacaran seperti anak muda jaman sekarang?"

"Maksud lo, elo pengen gue pacaran seperti gaya berpacaran elo, gitu?" tanya Arsyaf setengah berpikir.

"Ya iya. Coba aja tiru gaya berpacaran kita kita," cerocos Teo sambil menaik turunkan alisnya. "Pasti, gue jamin elo bakal ketagihan. Sumpah deh gue!"

"Emangnya enak ya?" tanya Arsyaf mulai tertarik.

Sebelum Zen atau Teo berbicara, Renan mendahului. "Awas aja kalau elo berani grepe-grepe Raya! Gue pastikan elo bakalan mati di tangan gue. Cam kan itu!" ancamnya serius.

"Ya elah, Ren. Mana mungkin gue merusak orang yang gue sayang. Nggak mungkinlah!" tukas Arsyaf setelah menelan ludah.

"Ren, kok jadi elo yang sewot?" tanya Zen dengan nada agak meninggi.

"Ya iyalah gue sewot. Raya itu sahabat gue dari TK. Gue kenal banget siapa dia. Meskipun dia agak bandel, tapi dia cewek baik-baik. Gue nggak bakal iklas cowok mana pun grepe-grepe dia."

Arsyaf menutup laptop Zen tanpa mengklik shut down. "Udah. Udah. Nggak usah bertengkar gara-gara masalah sepele."

Tangan Renan mengepal. Masalah sepele Arsyaf bilang? Zen dan Teo membahas hal yang tidak senonoh tentang Raya, dan Arsyaf hanya menganggap hal itu hanya masalah sepele? Daripada tinjunya melayang ke wajah Arsyaf, ia memutuskan untuk mengambil jaket di atas kasur, memakainya cepat, lalu keluar dari ruangan.

"Ren! Elo mau ke mana, Ren?" teriak Arsyaf masih tak mengerti.

"Ren! Renan!" panggil Teo.

"Iya, Ren! Lo mau ke mana? Katanya lo mau ngopi bareng kita." Zen menambahkan.

Teriakan dan ajakan semua temannya tidak Renan hiraukan. Ia hanya ingin naik motor, ngebut di jalan untuk menghilangkan stress. Menurutnya, Arsyaf tidak pantas untuk Raya. Dia bahkan tidak membela Raya di hadapan Zen dan Teo. Brengsek!

*****🐤🐤🐤*****
Vote dan komen
125++ comment untuk chapter selanjutnya 😉

Ah males! Banyak banget Thorr 😧

Author lagi sibuk, jadi syaratnya diperketat hahaha (author tertawa jahat di atas gunung dengan tangan di pinggang)

Kabuuur aja deh gua thor. Kamu jahat!

Jangan pergi, Ders, Blenders. Aku chayank kamu 😚

FEMME FATALE 2 / Cewek Cetar Season 2 Where stories live. Discover now