Chapter 29

19K 1.6K 51
                                    

[Elbara pov]

Gue menyandarkan kepala gue ke kursi. Beberapa kali gue memijat pelipis gue yang terasa pusing lalu menghela napas. Gue benar-benar tidak tega melihat Raya kesakitan di rumah sakit. Kenapa nggak gue aja yang kecelakaan? Kenapa harus Raya? Beberapa pertanyaan terus membelenggu pikiran gue, membuat gue akhir-akhir ini tidak bisa berpikir jernih.

Ddddrrrtt...

Sebuah SMS masuk. Dengan malas gue menyambar HP gue yang terletak di atas meja, mengusap layarnya, lalu membaca SMS yang masuk.

Gimana keadaan pacar lo? Baik?
By : anak iblis
Pesan ini akan hilang dalam 5 detik.

Rahang gue mengeras, marah bukan main. Tangan gue mengepal lalu melepar HP gue ke arah tembok. Dan braaakk... HP gue terpecah menjadi beberapa keping.

"Sialan!" Umpat gue.

Gue buru-buru mengambil jaket lalu memakainya sambil berlari menuju garasi. Ini tidak bisa dibiarkan!

"El, lo mau ke mana?" Tanya Renan sambil melepaskan helmnya.

Gue nggak mendengarkan pertanyaan Renan dan langsung mengendarai motor gue dengan kecepatan maksimum. Renan terus memanggil-manggil nama gue dari belakang. Tapi gue nggak peduli. Walau bagaimana pun juga, gue harus menghajar Ozora Samitra.

Sesampainya di gudang usang tak terpakai, base camp Sam bersama anak buahnya, gue langsung menghampiri Sam yang saat itu tengah duduk santai sendirian sambil membaca buku. Kerah bajunya gue angkat. Mata gue melotot sambil mendengus geram. Sam tidak terlihat takut. Dia malah tersenyum senang mendapati gue yang datang menemuinya.

"Dasar bajingan!" Teriak gue sambil mendaratkan sebuah tinju mentah ke pipi Sam dengan sekuat tenaga.

Sam terjerembab ke atas tanah. Sudut bibirnya berdarah. Dia kembali tersenyum seolah mengolok. Gue semakin geram dan berjalan menghampirinya untuk mencengkram kembali kerah bajunya.

"Jadi, cewek itu kelemahan lo?" Sam menghempaskan tangan gue dari kerah bajunya.

"Dari mana lo tahu kalau dia cewek gue?"

Sam lagi-lagi tersenyum. "Lo lupa kalau gue ini jenius? Gue bisa menghack semua HP atau PC yang gue mau, termasuk HP dan PC yang lo punya," paparnya.

"Brengsek!" Gue mencoba melayangkan tinju lagi ke pipinya tapi dia dengan cepat menahan tangan gue yang masih melayang di udara.

"Dari menyadap HP lo, gue jadi tau kalau bukan Pamela yang lo suka. Tapi seorang cewek yang bernama Raya," imbuhnya.

"Sebenernya lo mau apa? Lo mau balas dendam? Lo mau melakukan apa yang gue lakukan dua tahun lalu? Huh?"

"Enggak." Sam menggeleng. "Gue mau kita duel. Kalau gue menang, gue mau lo jadi bawahan gue. Kalau gue kalah, gue nggak bakal ganggu cewek lo."

"Dasar pecundang! Kenapa lo harus melibatkan cewek dalam urusan kita?" Bentak gue dengan rahang yang masih mengeras. "Kalau lo mau duel sama gue, its okay!"

"Kalau gue nggak mencelakai cewek itu, mungkin lo nggak akan semarah ini. Kemarahan lo yang gue cari. Gue ingin tau seberapa ku...."

Braaakk....

Tinju gue lagi-lagi mendarat sempurna di pipinya. Dia terpental beberapa langkah ke belakang. Gue melangkah maju lalu mencoba menendang perutnya. Tapi dia menahan kaki gue dan menghempaskannya. Dia membalas pukulan gue hingga gue terpental dan terjerembab ke atas tanah. Dia kemudian dengan cepat menindih tubuh gue.

"Jadi hanya ini kekuatan sang raja?" Sam kembali memukul muka gue beberapa kali.

Gue takjub dengan kekuatannya yang sekarang. Sungguh sangat jauh berbeda dengan kekuatannya yang dulu. Sudut bibir gue bahkan sudah mengeluarkan darah. Tapi sial! Gue tidak bisa mengembalikan keadaan.

"Segini aja kekuatan lo? Huh?!" Tambah Sam, tangannya masih belum berhenti memukuli muka gue.

Tiba-tiba Sam terhenti dengan napas ngos-ngosan lalu dia tersenyum miring. "Gimana kalau gue perkosa aja cewek lo?" Tanyanya.

Sudah cukup! Kemarahan gue sudah di ambang batas. Gue langsung mendorongnya menjauh dari tubuh gue. Dia terpental. Kali ini gue yang menindihnya dan melayangkan banyak tinju berantai ke mukanya. Gue bersumpah akan membunuhnya detik ini juga! Tekad gue sudah bulat. Gue nggak peduli bila harus masuk penjara sekali pun. Dia boleh saja menghina gue. Tapi dia nggak boleh menghina Raya. Apalagi menghina kesucian Raya walau hanya dalam bentuk ucapan. Gue nggak terima! Gue bener-bener nggak terima!

"El hentikan, El! Dia bisa mati!" Tiba-tiba Renan datang dan mencoba menghentikan gue yang masih asyik memukuli Sam.

"Lepasin gue!" Gue mencoba menghempaskan tangan Renan.

Napas gue terdengar ngos-ngosan. Rasanya belum puas tangan gue memukul muka Sam.

"Kalau lo ngapa-ngapain cewek gue lagi, lo akan mati!" Ancam gue.

Sam tidak menjawab. Dia terkulai lesu di atas tanah. Seluruh mukanya lebam. Dia hanya melirik gue sebentar lalu menghela napas berat beberapa kali kemudian pingsan tak sadarkan diri.

***

Renan menghampiri gue yang saat itu duduk di salah satu kursi yang berada di taman. Dia membawakan gue sebotol air minuman dingin.

"Ini," dia mengulurkan sebotol air mineral itu pada gue.

Gue mendongak, melihatnya berdiri di hadapan gue. Tanpa berkata apa pun, gue menyambar botol air mineral itu dan menempelkannya ke bagian muka gue yang terasa sakit. Renan kemudian duduk di samping gue.

"Jadi, lo selama ini pacaran sama Raya?" Tanya Renan penuh selidik.

"Hm," jawab gue singkat.

"Gimana lo bisa pacaran sama Raya? Dia itu pacarnya Arsyaf, sepupu lo sendiri!" Omelnya ngotot.

"Gue cinta banget sama dia."

"Meskipun lo cinta sama dia, lo nggak boleh macarin dia. Nggak boleh!"

"Gue tau."

"Terus, kenapa lo masih ngajak dia selingkuh?"

"Awalnya gue mencoba menekan perasaan gue. Tapi semakin lama mengenalnya, semakin gue mencintainya. Rasanya sungguh menyesakkan melihatnya bermesraaan bersama Arsyaf. Itulah sebabnya gue....."

"Apa lo yang maksa Raya? Atau mungkin, Raya juga suka sama lo?" Potong Renan.

"Iya. Raya juga suka sama gue."

Mata Renan mendelik kaget. Ia pasti tak menyangka kalau Raya akan mengiyakan ajakan gue untuk selingkuh. Renan pasti tak menyangka kalau Raya berani melakukan perselingkuhan di belakang Arsyaf mengingat Raya adalah gadis yang lugu.

"Sumpah, gue masih tak percaya ini!" Renan menyibakkan rambutnya yang agak gondrong dari depan ke belakang. Ia tampak frustasi.

"Gue nggak bisa kayak lo, Ren!"

Renan menoleh, wajahnya terlihat kaget ketika gue tiba-tiba berbicara seperti itu.

"Lo bisa menyembunyikan perasaan cinta lo yang teramat besar untuk Raya," imbuh gue.

"Lo ngomong apa sih, El? Gue masih nggak ngerti."

Gue tersenyum kecil. "Gue tau kalau lo juga suka sama Raya. Iya kan? Dan gue yakin, Arsyaf juga tau akan hal itu," kata gue sambil memegang pundaknya.

Mata Renan melebar, ia berpaling muka. Ekspresinya itu menandakan kalau tebakan gue tidak salah. Dia juga sangat mencintai Raya. Itulah faktanya.

***
Note : gimana? Baper?

Ayo gengs... vote dan komen. Ketik emmot atu gpp, ketik apa atau apa juga gpp. Apa ajalah gengs.

FEMME FATALE 2 / Cewek Cetar Season 2 Where stories live. Discover now