Chapter 43

17.6K 1.3K 34
                                    

[Raya pov]

Lama sekali gue bersandar di pundak Arsyaf, dia juga menyandarkan kepalanya di atas kepala gue. Lama-lama berat juga tuh pala! Gue pun langsung mencoba menyingkirkan kepala Arsyaf. Berat cuy! Kalau kepala gue penyet gimana?

Dia pun beralih lalu melihat gue heran. "Kenapa, Mbak pacar? Pala aku kok dikacangin sih?"

"Berat! Entar pala aku gepeng kayak uang koin gimana?" sahut gue manja.

Arsyaf hanya mengangguk, mulutnya membentuk huruf O tanpa suara. Kemudian gue mengeluarkan HP dari dalam ransel lalu memutar vidio klip Black Pink Boombayah. Sambil menikmati lagu tersebut, gue ikut bernyanyi pelan.

"Kamu nyanyi apaan sih, Mbak pacar?" tanya Arsyaf heran, dahinya mengernyit.

"Boombayah boombayah oppa! Yayayaya..." gue nggak mengihiraukan apa yang dikatakan Arsyaf dan terus menyanyi pelan.

"Apaan sih cewek gua. Masa' nyanyi lagu Korea cuma bisa ngikutin boombayah boombayah oppa-nya doang. Lirik yang lain cuma modal mangap-mangap kayak orang stroke," gerutu Arsyaf sebal karena perkataannya tadi nggak gue dengarkan.

Gue langsung mematikan lagu Black pink boombayah yang gue putar. Kemudian menoleh ke samping, melotot ke arah Arsyaf. Jakunnya bergoyang. Ia tampak menelan ludah takut.

"Apa kamu bilang barusan?" tanya gue ketus.

"Enggak. Aku nggak bilang apa-apa kok, Mbak pacar." Dia menggeleng kuat.

"Beneran?" tambah gue curiga.

"Iya, bener, Mbak pacar," ucapnya sambil mengacak poni gue.

"Awas ya kalau kamu berani ngatain aku," ancam gue manja.

"Iya deh, Mbak pacar."

"Eh ngomong-ngomong, tiga minggu lagi kamu ulang tahun. Kamu mau minta kado apa?"

Bola mata Arsyaf naik ke atas. "Em..." ia tampak masih berpikir.

Gue tersenyum senang sambil menunggu. Sudah gue maklumi kalau otak pacar gua agak lemot, LOLA, Loading Lama.

"Kalau minta cium boleh nggak?" celetuknya setelah berpikir lama.

"Ha?" Gue terperanjat. "Kagak boleh! Ciumnya setelah nikah aja."

"Yah..." Dia menghela napas kecewa.

"Minta yang lain aja deh. Cium ciuman itu bahaya! Bahaya!"

Setelah berkata seperti itu, gue terdiam. Sepenggal pertanyaan tiba-tiba menyapa gue. Apa gue pantas berkata seperti itu? Padahal saat di pantai beberapa bulan lalu, bibir gue hampir saja mendarat di bibir pria lain. Untung ada seekor keong yang mengganggu. Kalau tidak, prinsip gue no kiss no secret affair bisa hancur semuanya.

"Ya udah. Apa pun yang kamu kasih ke aku, pasti aku bakalan suka deh," kata Arsyaf.

Dahi gue mengernyit, mata gue memicing ke arahnya, menatapnya penuh curiga. Tidak biasanya dia mengalah. Biasanya, dia pasti merengek kalau bahas ciuman.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Arsyaf agak menjauhkan badannya dari gue. "Kamu napsu ya?" Dia tiba-tiba menutupi dadanya dengan kedua tangan.

"Enggak. Aku nggak napsu. Cuma aneh aja lihat tingkah laku kamu yang nggak seperti biasanya."

"Kenapa emang?"

"Ya biasanya kamu merengek minta cium. Sekarang kok enggak?"

Arsyaf terkekeh lalu mengacak puncak kepala gue gemas. "Ya karena aku tahu kalau kamu belum siap. Mulai sekarang, aku akan hargai keputusan Mbak pacar," paparnya.

Pipi gue berdesir, mungkin mulai memerah karena panas. Penjelasan Arsyaf barusan membuat gue tersipu malu. Gombalannya kali ini berbeda dengan gombalan-gombalannya yang sebelumnya.

"Eh, jadi kamu minta kado apa nih, Mas pacar?" tanya gue mengalihkan pembicaraan, mencoba menutupi betapa senangnya gue karena digombalin kayak gitu.

"Apa aja terserah kamu."

"Apa aja?" Alis gue terangkat. "Yang bener?"

Arsyaf hanya mengangguk.

"Ya udah. Nanti aku kasih kamu kado boxer pink polkadot," celetuk gue asal.

"Mbak pacar!" tegurnya marah.

Gue terkekeh puas setelah melihat pipinya memerah karena malu, mengingat kejadian beberapa tahun lalu saat celananya kedodoran di tengah khalayak ramai.

"Ya udah. Ya udah. Kalau kamu nggak suka boxer pink polkadot nggak apa-apa. Nanti aku belikan yang warna ijo," kata gue sembari mengulum tawa.

"Kamu pikir aku kolor ijo apa?" Dia mendelik.

Sesaat setelah itu, kami pun tertawa bersama. Momen seperti ini mungkin jarang akan gue jumpai, nggak seperti pas jaman SMA dulu, canda dan tawa adalah hal yang biasa. Tapi... saat kuliah, momen indah seperti hari ini bakalan menjadi sesuatu yang langka.

"Duuuuaaarr!!" teriak seorang cewek dari belakang. Bersamaan dengan teriakan itu, dia menepuk kuat punggung gue dan punggung Arsyaf.

Gue dan Arsyaf langsung terlonjak kaget dan membalik badan. Mata kami melotot spontan ketika melihat Mbak Widya cengengesan setelah tawanya kian membuncah, membuat takut binatang-binatang lucu yang ada di KBS.

"Mbak Widya!" tegur gue marah sambil mengelus-elus dada, mencoba meredam jantung gue yang berdenyut tak karuan.

Mbak Widya meletakkan tangannya di pinggang lalu melotot. "Salah kalian sendiri nggak ngajak gue. Ya... gue ikutin kalian dari belakang lah!" omelnya seolah-olah ia adalah orang paling benar sedunia.

Sebenarnya, gue heran dengan kehidupan gue. Nggak di kos, nggak di kampus, selalu aja ada orang-orang yang mengganggu kenyamanan hidup gue. Bagaimana tidak? Di kos ada Mbak Widya yang selalu kepo. Sedangkan di kampus, kalian tau siapa yang ganggu? So. Bi. Rin. Haaaasshh... ya ya ya... Sobirin diterima di kampus gue melalui jalur mandiri. Meskipun dia jelek, setidaknya dia mempunyai otak. Ya sudahlah. Nggak perlu dibahas. Lagipula nggak penting juga. Males juga bahasnya.

*****🐤🐤🐤******
Vote dan komen gaeess

Sabar sabar konflik puncaknya masih belom, sabar ya gaees 😉

FEMME FATALE 2 / Cewek Cetar Season 2 Where stories live. Discover now