Chapter 33

18.6K 1.4K 8
                                    

[Elbara pov]

Tidak bosan gue mengirim SMS atau chat di WA. Gue kangen banget sama Raya. Sudah beberapa minggu gue nggak melihat wajahnya sejak ia menjalani operasi.

"El, ke ruangan papa sekarang!" Perintah papa dengan wajah yang tampak serius.

Dahi gue mengernyit. Tak biasanya papa pulang sore seperti ini. Apalagi kali ini dia tak membawa pelacur ke rumah. Sebenarnya, apa yang sedang terjadi? Gue pun berjalan malas ke ruang kerja papa.

"Apa ini, El?" Tanya papa sambil menyodorkan beberapa foto gue bersama Raya.

Mata gue melebar. Bagaimana mungkin papa mengetahui aktivitas gue selama ini? Apa papa mengirim mata-mata?

"Kenapa kamu pacaran sama anak pengusaha yang hampir bangkrut?" Tambah papa.

"Itu bukan urusan papa," sahut gue singkat.

"Putuskan dia sekarang dan pergilah ke Singapura untuk belajar bisnis."

"Aku tidak mau." Gue memanglingkan muka, merasa muak melihat lelaki paruh baya yang suka mengatur kehidupan gue.

"Kalau kamu tidak mau, papa akan mempercepat kebangkrutan keluarga gadis ini."

Mata gue mendelik kaget sambil menatap papa yang masih duduk santai di belakang meja kerjanya. Papa adalah seseorang yang berwatak keras. Apa pun yang dia inginkan harus terpenuhi walau dengan cara kotor sekali pun. Ancaman seperti ini bukan ancaman kosong.

Gue tercekat, memikirkan ancaman papa. Di saat seperti ini, gue harus berpikir cepat. Sebelumnya, Sam sudah membahayakan hidup Raya. Dan sekarang? Sekarang papa ingin mempercepat kebangkrutan keluarga Raya. Gue sadar, ini semua gara-gara gue yang egois ingin menjadi kekasihnya. Gue nggak mau Raya terluka lagi gara-gara gue.

"Baiklah, Pa. Aku akan pergi ke Singapura dan belajar bisnis sesuai keinginan Papa. Tapi beri aku waktu seminggu untuk menemui gadis itu." Gue mencoba bernegosiasi.

Papa tersenyum miring. "Seminggu? Jangan bercanda kamu, El!" Tukasnya.

"Aku sangat menyayanginya, Pa. Jika papa mengizinkanku menemuinya, aku berjanji akan belajar bisnis dengan baik di sana."

"Tiga hari. Papa beri kamu waktu tiga hari dari sekarang."

"Tapi, Pa...."

"Tidak ada tapi-tapian!" Potong papa tegas.

Mulut gue pun terlipat. Tidak ada pilihan lain bagi gue selain menuruti perintah papa. Gue harus secepatnya meninggalkan Raya. Atau kalau tidak, Raya akan terluka lagi.

***

[Raya pov]

Jujur, sebenarnya gue kangen banget sama sahabat-sahabat gue. Mulut gue sudah bisa digunakan buat ngomong, soalnya karet pengait antara gusi atas dan bawah sebagian sudah dilepas. Tapi kawat-kawat aneh masih akan dilepas beberapa minggu lagi. Ah, tidak apa-apa. Setidaknya gue bisa ngomong buat bercanda bersama teman-teman. Masalah kawat aneh ini, bisa gue tutupin masker.

Gue sudah nge-chat mereka di grup WA anak-anak koplak. Gue pengen ketemu mereka. Rasanya sudah lama sekali. Selain Arsyaf, Renan, dan El, gue juga mengajak Lea agar ikutan nimbrung bareng kita berempat.

"Gue nggak nyangka lo mau ketemu sama kita semua, Ray," kata Renan yang saat itu duduk di hadapan gue. Di sampingnya sudah ada Arsyaf dan El.

Gue tertawa kecil di balik masker yang gue kenakan. "Iya. Maap ya, semuanya. Gue cuma mau sendiri dulu."

"Nggak apa-apa kok, Ray! Gue ngerti kok." Lea memeluk gue dari samping sambil tersenyum manis.

"Kamu tega, Ani! Kamu tega! Terlalu!" Cerca Arsyaf dengan nada bicara khas Roma Irama.

"Aku tak bermaksud seperti itu, Roma. Kenapa kamu mempertanyakan cintaku padamu? Dasar lelaki biadap!" Cerca gue balik dengan intonasi ala sinetron.

Renan dan Lea tertawa lepas melihat kekocakan kami. Mereka hanya geleng-geleng dan tak berhenti tertawa. Barang kali mereka berpikir, kami adalah pasangan paling somplak di seluruh dunia.

"Eh! Pesanannya sudah datang!" El menunjuk seorang pelayan cantik yang berjalan ke arah kami.

"Ceweknya kok cuma dua? Satunya mana?" Tanya pelayan cantik itu kepo.

"Kok kepo sih?" Tanya gue judes.

"Apa mungkin mas mas nya ini ada yang jomblo satu?" Tanyanya lagi sambil menata makanan dan minuman yang kami pesan di atas meja.

"Maap, Mbak. Stok cogan udah abis. Adanya colek atu ketinggalan di rumah," jawab gue ketus.

"Colek apaan sih?" Tanya Renan.

"Cowok jelek!" Sahut gue asal.

Hahaha tawa kami berlima riuh melesat ke seluruh restoran. Beberapa pengunjung restoran sempat menoleh ke arah meja kami.

"Gimana mbak? Mau nggak sama colek? Namanya Sobirin. Dia nggak pernah pacaran, jomblo saat masih dalam kandungan," papar gue pada pelayan itu.

"Kalau colek mah saya juga ogah, mbak!" Tukas pelayan itu bete. "Saya maunya sama mas mas cogan kek begini." Pelayan itu melihat Arsyaf, Renan, dan El secara bergantian.

"Ya elah, Mbak! Mana ada cogan hidup tragis dengan menjomblo? Di mana-mana, hidup jomblo tragis hanya dialami oleh para colek doang."

"Bener juga sih." Pelayan itu tampak berpikir.

Tak berapa lama berpikir, pelayan itu menulis sesuatu di kertas kecil lalu memberikannya ke gue. Astogeh! Dia ngasih gue nomor togel, eh maksud gue nomor telepon. Dahi gue mengernyit.

"Itu nomor telepon saya, Mbak. Kalau semisal ada temen Mbak yang putus, Mbak bisa telepon saya," papar pelayan itu.

Ya elah nih pelayan ngotot amat yak cari jodoh? Daripada ngotot cari jodoh, mending cari pesugihan! Apa mungkin nih pelayan nggak laku-laku?

"Oh iya. Kenalkan! Nama saya Rodiyah," sambung pelayan itu.

Kami berlima sempat melongo sebentar sebelum tawa kami membuncah hebat dan lagi-lagi memenuhi seluruh ruangan restoran. Betapa tidak? Cewek cantik seperti dia ternyata memiliki nama bekas zaman pra sejarah. Mungkin emak bapaknya males mikir kali yak? Bushet dah!

****🐤🐤🐤*****
Vote dan komen please!
Kilasan novel Lantunan Lafadz Kerinduan

Bukankah hati tercipta memang untuk mencintai? Atau barangkali untuk membenci? Lantas, salah apakah hatiku ini hingga hatimu tak kunjung mendekat?
-Ahmad Faraby-

FEMME FATALE 2 / Cewek Cetar Season 2 Where stories live. Discover now