Chapter 40

18.6K 1.4K 74
                                    

[Raya pov]

Renan. Dia Renan. Sedari tadi mukanya terlihat panik. Ia berusaha menyadarkan gue dari rasa kantuk yang terus melengket.

"Raya, sekarang cepetan lo cuci muka dan ganti baju! Ayo kita ke bandara!" papar Renan ngotot, dan gue masih belum mengerti apa yang ia maksud.

"Ngapain kita ke bandar? Gue kagak suka narkoba, Ren!" kata gue masih setengah mengantuk.

"BANDARA!" tukas Renan bertambah ngotot.

Mata gue langsung mendelik kaget. "Bandara? Ngapain kita ke sana? Emangnya lo mau ngajakin gue syuting adegan pilem AADC apa!"

Renan menggeprak keningnya. "Ya Dewaaaa!" ucapnya kesal.

"Makanya ngomong yang jelas, Ren. Biar gue paham apa yang lo maksud."

"Oke, gue jelasin. Jadi ceritanya, lo yang mau syuting AADC."

"Ha? Gue?" Mulut gue menganga, sedangkan telunjuk gue mengarah ke diri gue sendiri.

"Iya. Elo, sapi mencret!"

Gue langsung mendorong kepala Renan. "Ih jorok banget sih lo, Kebo guling!"

"Jadi ceritanya, lo berperan jadi Cinta, dan El berperan jadi Rangga. Tapi masalahnya, lo apal puisi AADC nggak?"

"Kalau ngomong yang jelas napa?"

"Oke, kalau Rangga mau pergi ke Amerika buat kuliah, El mau pergi ke Singapura. Bedanya itu doang, puas?"

Lagi, mulut gue menganga. "Apa?" tanya gue kaget bukan main. "El mau pergi ke Singapura?" Mata gue masih terbelalak lebar.

Renan langsung mengangguk cepat. Sementara gue mematung. Apa? El mau pergi ke Singapura? Bukankah dia bilang akan tetap tinggal di Indonesia jika gue mau pacaran sama dia? Kenapa tiba-tiba dia ingin pergi? Gue menggeleng tak percaya. Dada gue terasa sesak.

"Raya, cepetan lo siap-siap!" tegur Renan sembari mengoyak tubuh gue.

Gue pun langsung bergegas mencuci muka dan ganti pakaian. Dengan kecepatan maksimum, Renan membawa gue menuju bandara untuk menemui El. Tapi sayangnya, di tengah perjalanan, kami terjebak macet.

"Renan, cepetan, Ren!" ucap gue panik sambil memaju mundurkan punggung Renan.

"Mata lo katarak apa? Lo nggak lihat jalanan kota Jakarta jam segini suka macet!" omel Renan.

Gue jadi kicep. Jujur, gue masih nggak ngerti apa yang dipikirkan El. Pokoknya, walau bagaimana pun juga, gue harus tahu alasan dia pergi ke Singapura dan meninggalkan gue.

Sesampainya di bandara, gue dan Renan berlari mencari El. Untung satpam bandara tidak menghadang kami seperti di adegan film AADC, Ada Apa Dengan Cintrong. Eh, maksud gue Ada Apa Dengan Cinta ding!

Napas gue dan Renan sudah ngos-ngosan. Kami berdua sudah mencari El ke seluruh tempat tapi tak ada. Kami terlambat! Pesawat yang dinaiki El sudah lepas landas. Gue pun tercekat, mematung di tengah keramaian umat manusia.

"Kenapa? Kenapa El pergi?" tanya gue frustasi.

Renan memegang pundak gue dari samping. "Sudahlah, Ray! Dia kan pergi buat kuliah," hiburnya.

"Enggak! Ini nggak benar!" tukas gue. "Dia janji sama gue kalau dia bakalan stay di Indonesia, Ren!" Suara gue mulai goyah.

"Mendingan kita duduk dulu deh." Renan menuntun gue menuju rentetan kursi tunggu yang ada di bandara.

Gue pun terduduk di salah satu kursi itu, merenung. Gue masih tak percaya dengan apa yang terjadi hari ini. Betapa beruntungnya Cinta yang bertemu Rangga di bandara lalu ciuman. Dan gue sadar, hidup gue tak seindah cerita cinta AADC. Gue terlambat! Rangga ... Eh, maksud gue, El ... sudah pergi. Dan entah kapan kita akan berjumpa kembali.

"Gue masih nggak ngerti kenapa dia pergi ke Singapura. Dan lebih parahnya, dia pergi tanpa pamit ke gue," curhat gue ke Renan. Mata gue sudah berkaca-kaca.

"Jangankan elo. Dia bahkan juga  nggak ngasih tau gue dan Arsyaf, Ray." Renan menimpali.

"Terus, lo tau dari mana kalau El akan pergi ke Singapura?"

"Saat gue pengen maen ke rumahnya, gue nggak sengaja mendengar percakapan El dengan papanya. Itulah sebabnya gue bergegas menjemput elo buat ke bandara."

"Dia tega banget, Ren! Dia tega!" Mata gue sudah menitihkan air mata.

Renan menghadapkan tubuh gue ke arahnya. Lalu ia memeluk gue sambil menepuk-nepuk ringan punggung gue. Gue pun menangis di dada Renan.

***

[Renan pov]

Gue bisa merasakan air mata Raya membasahi baju gue. Nggak ada yang bisa gue lakukan kecuali memeluknya. Tadinya gue nggak setuju Raya pacaran sama El. Karena El adalah ketuanya para ketua geng dari beberapa sekolah. Walaupun gue adalah temannya, tetap saja gue merasa kalau El itu tidak pantas untuk Raya. Dia adalah cowok yang berbahaya menurut gue. Hingga akhirnya pendapat gue berubah ketika gue nggak sengaja mendengar percakapan antara El dengan papanya sebelum berangkat ke bandara.

Saat itu gue tertegun. El dengan muka murung menyeret kopernya menuju mobil lalu membuka pintu. Ia terhenti ketika papanya memanggilnya. Ia pun menoleh.

"El, jangan lupa janjimu!" kata Pak Suryabara, papanya El. "Kamu harus belajar dengan baik di Singapura kelak."

El mengangguk. "Iya, Pa. El nggak akan mengingkari janji asalkan papa tidak mengusik keluarganya Raya."

"Kamu tenang saja! Tanpa papa usik sekali pun, cepat atau lambat keluarga pacarmu itu akan mengalami kebangkrutan."

Alis gue terangkat saat mendengar percakapan itu. Mata gue terbelalak. Apa? El akan ke Singapura? Dan dia pergi demi Raya? Pikiran gue teraduk jadi satu, kacau. Tapi... gue harus bertindak cepat. Dan gue pun akhirnya bergegas pergi menuju rumah Raya untuk memberitahunya tentang kepergian El.

Sayangnya ...

Kami terlambat. El sudah terlanjur pergi. Pesawat yang dinaikinya sudah lepas landas. Dan kini, Raya pun menangis dalam pelukan gue. Bagaimana pun juga, gue nggak boleh ngasih tahu dia kalau El pergi untuk melindunginya dari kekejaman Pak Suryabara. Jika Raya tahu, dia pasti akan merasa bersalah sama El. Gara-gara dia, El tidak bisa kuliah di Indonesia. Ya. Pasti Raya akan berpikiran seperti itu.

*****🐤🐤🐤*****
Vote dan komen

Dadaaaahh... mungkin lanjutannya minggu depan ya guys. Author mau ngerjain tugas kuliah dulu, buat jurnal ilmiah dan ppt.

FEMME FATALE 2 / Cewek Cetar Season 2 Where stories live. Discover now