3. Bryan

35 9 0
                                    

Matahari sudah bergantung rendah di langit saat taksi yang kutumpangi bersama Joshua, Alice, dan Andrew melambat di parkiran kantor polisi. Gwen, Rosaline, dan Luke, bersama dengan Pak Joseph, yang berangkat secara terpisah dengan sarana transportasi yang disediakan khusus oleh polisi, sudah tiba terlebih dahulu dan sedang menanti kami di depan pintu masuk. Tak hanya mereka berempat, ternyata, Pak Asep pun turut mendampingi dalam kunjungan kali ini. Beliau mengangguk pelan menyapa kami. Begitu pula Pak Joseph, yang dalam beberapa hari saja sudah tampak sepuluh tahun lebih tua, dengan raut wajah penuh kelelahan yang tidak bisa ditutupi oleh senyum lebar beliau.

"Tenang saja jawabnya," wejang beliau pada Gwen, Rosaline, dan Luke. "Kalau kalian nggak nyaman menjawab beberapa pertanyaan, bilang jujur saja sama petugas polisinya. Jangan jadi tekanan, ya?"

"Siap, Pak," Luke menjawab sambil memaksakan seulas senyum. Aku melirik cowok itu, baru menyadari bahwa wajahnya dipenuhi kerutan tertekan. Biasanya, ia orang yang sangat cuek dan easygoing. Namun, kali ini, raut muka itu mengatakan bahwa bahkan seorang Luke pun hanya ingin cepat-cepat menuntaskan semua kegilaan ini dan melanjutkan hidup normal. Walau begitu, aku lega karena setidaknya, ia tidak harus menjalani terapi psikis seperti Andrea dan Kim.

Tidak ada yang mengatakan apa-apa selagi melangkah memasuki ruangan utama. Begitu berada di dalam, wajah Inspektur Owen yang keruh adalah yang pertama kali menyambut kami. Sepertinya, penyelidikan non-stop mengenai kasus ini selama berhari-hari juga telah menguras energinya, yang dalam pertemuan pertama masih tampak membara. Saat ini pun, ia sedang berbincang-bincang serius dengan petugas polisi lain yang sepertinya jauh lebih senior, dengan perawakan tegap dan rambut penuh uban yang malah membuat beliau tampak lebih berwibawa.

Aku mengamati mereka berdua. Entah hanya bayanganku atau bukan, hawa di antara mereka diliputi ketegangan.

"Sore, Pak Martin, Pak Owen," Pak Joseph menyapa dengan hati-hati, menarik perhatian kedua petugas polisi tersebut.

"Oh, Pak Joseph sudah datang. Selamat sore," Inspektur Owen berkata. Ia berjabat tangan dengan Pak Joseph dan Pak Asep singkat, lalu melempar pandangan pada kami semua dan menyambung, "Lukas, Gwen, dan Rosaline sudah datang semua, ya. Banyak, ya, temannya? Ada Alice juga."

Inspektur Owen dan polisi-polisi lain yang terlibat dalam kasus memang mengenali Alice. Itu karena mendiang ayahnya dulunya adalah polisi berpangkat tinggi yang amat disegani. Bahkan, kalau bukan Inspektur Owen yang menyapa, pasti cewek itu sudah dipanggil dengan sebutan 'putri Irjen Heri'.

"Nggak apa-apa, kan, Pak, kami ikut?" tanyaku memastikan, "Cuma nunggu di sini aja, kok."

"Nggak apa-apa," balas beliau sambil tersenyum ramah. Dari ekor mata, aku bisa melihat polisi senior di sebelahnya, yang sepertinya bernama Pak Martin, melirik kami tidak senang. Aku mengembalikan lirikan tersebut dengan dingin, mendadak merasa tidak nyaman dengan aura yang dipancarkan orang itu. Terlebih, sejak tadi, ia tidak repot-repot ikut beramah-tamah dengan kami semua, yang bagiku sangat tidak sopan, bahkan untuk ukuran polisi senior sekali pun.

"Oh, iya, ini Pak Martin," Inspektur Owen akhirnya memerkenalkan dengan resmi, lebih kepada Luke, Gwen, dan Rosaline-dan mungkin Pak Asep juga, sebab beliau sepertinya tidak familier dengan satu pun anggota kepolisian (aku masih tidak paham kenapa beliau bahkan ikut kemari). "Hari ini, beliau akan memimpin interogasi. Tapi, kalian tenang saja. Walaupun judulnya interogasi, sebenarnya kita hanya ngobrol-ngobrol santai, kok."

"Sore, Pak." Secara bergiliran, yang lain memberikan salam pada Pak Martin. Tetapi, aku hanya mengangguk singkat-begitu pula dengan Gwen, yang sejak tadi diam mengamati kedua polisi di hadapan kami dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca.

"Ya sudah, kita langsung mulai saja," Pak Martin, tanpa mengembalikan salam kami, berkata. Setelah memindai kumpulan, ia menatap Gwen singkat dan menyambung, "Kamu dulu. Kamu Marsha Gwen, kan?"

[COMPLETED] Fall of the Last FortressWhere stories live. Discover now