68. Rosaline

32 8 0
                                    

Rencananya kami mau menyusup ke dalam markas Panji setelah Bryan, Joshua, Gwen, Pak Owen, dan dua rekan polisinya berhasil mengancam Pak Martin untuk menyebarkan berita bohong bahwa Pak Stenley berhasil kami bantu kabur dari tahanan ke Panji. Menurut Bryan, tidak ada skenario lain yang akan membuat Panji turun tangan secara langsung. Maka, kami menggunakan alat sadap yang ada di kalung Alice untuk membuat sandiwara yang meyakinkan, lalu memanfaatkan Pak Martin supaya Bos percaya bahwa semua itu bukan hanya akal-akalan kami saja.

Sebenarnya, aku bingung, kenapa Panji tidak menghubungi saja polisi lain yang ada di tahanan Pak Stenley untuk memastikan kebenaran beritanya daripada harus datang sendiri ke tempat? Pasti dia punya koneksi di sana juga, kan? Pak Owen juga sepertinya tidak dekat dengan polisi yang berjaga di tahanan, jadi tidak mungkin mereka semua bisa dipengaruhi untuk ikut berbohong. Tapi, sepertinya, Bryan yakin sekali rencananya akan berhasil, entah mengapa. Yah, dia lebih pintar daripada aku, sih, jadi aku percaya saja padanya. Toh, yang lain juga tidak ada yang mengatakan apa-apa.

Begitulah, aku pun mengikuti peran yang sudah ditetapkan untukku hari ini, yaitu mengikuti tim yang langsung menuju ke daerah markas Panji. Tapi tak disangka, koordinat yang diterima Pak Owen membawa kami ke sebuah pedesaan di luar kota Jakarta. Awalnya aku berpikir bahwa markas mereka setidaknya sebesar panti asuhan kami, sehingga kami nggak perlu kesulitan mencarinya, tapi di koordinat tersebut, sejauh mata memandang, hanya ada rumah-rumah warga yang tampak berukuran normal.

Saat ini, kami sedang bersembunyi di dalam kontainer truk milik rekan Pak Owen yang diparkirkan agak jauh dari desa sambil menunggu aba-aba dari tim satu.

Untuk menjalankan misi kali ini, Pak Owen berhasil mengumpulkan sepuluh orang polisi terpercaya yang sukarela membantu kami. Katanya, mereka mantan anak buah almarhum ayahnya Alice dan ingin ikut membantu penyelidikan mengenai kematian almarhum. Melihat kesetiaan orang-orang itu, sepertinya ayahnya Alice juga merupakan orang berpengaruh yang baik dan dihormati.

Sayangnya, perangkat kami sangat terbatas karena beranggotakan beberapa polisi magang yang masih 'bersih' dan pensiunan. Mereka hanya berhasil menggelapkan dua buah HT dari kantor karena sisanya tidak bisa dipindahkan dari mobil jaga. Maka dari itu, hanya masing-masing leader yang diberikan HT untuk berkomunikasi, sisanya menggunakan cara lama yaitu dengan berhubungan melalui ponsel masing-masing (yang sebenarnya agak riskan karena dibatasi oleh sinyal). Selain itu, yang memegang senjata api di tim kami juga sangat sedikit, hanya ada tiga orang termasuk Pak Owen sendiri.

Tim dua berisi aku, Alice, Sam, dan empat anggota kepolisian lain yang bertugas mencari informasi. Karena markas mereka tersembunyi di antara rumah warga, kami perlu mencari tahu secara pasti rumah mana yang merupakan kediaman Panji dengan cara menyamar. Sekarang aku baru tahu kenapa kami perlu membawa gerobak bakso dan Sam diberikan kostum seperti pedagang bakso lengkap dengan handuk lusuh yang disampirkan di lehernya.

Memilih Sam sebagai aktor utama sepertinya bukan pilihan bagus. Tetapi pihak polisi mengatakan akan lebih tidak mencurigakan kalau anak-anak remaja yang turun ke lapangan untuk mencari informasi, berjaga-jaga kalau masih ada mata-mata Panji yang tersebar. Oleh karena itu, tim dua berisi anak-anak dan orang dewasa yang setidaknya masih kelihatan cocok menjadi anak-anak.

"Eksekusi." Pak Doni, pemimpin tim dua memberikan aba-aba.

Ketiga polisi lain membantu Sam untuk menurunkan gerobak baksonya, dan kami pun menyebar masuk ke desa dengan peran masing-masing. Aku dan Alice sama-sama kebagian peran menjadi mahasiswi pertanian yang sedang mencari tempat untuk melakukan survei lapangan. Entah dari mana, pihak polisi bisa menyediakan almamater universitas untuk kami kenakan agar lebih meyakinkan.

Ting ting ting ting ting...

Tak lama setelah aku dan Alice berpura-pura sedang mengobrolkan skripsi sambil berjalan, Sam masuk sambil memukul-mukul mangkok ala tukang bakso. Sebenarnya, dilihat dari sisi mana pun, anak itu tidak cocok menjadi penjual bakso, bahkan mendorong gerobak saja ia hampir tidak bisa. Kulitnya yang putih dan halus seperti bayi juga kelihatan tidak pernah terkena sinar matahari. Tapi, kami tetap harus bekerja membantunya sebagai tim.

[COMPLETED] Fall of the Last FortressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang