After Story 5 - Isn't It Romantic?

33 8 8
                                    

Minggu, 17 April 2022, 11.00 WIB

Ting tong…

Bel rumah Caca berbunyi tepat saat ia selesai merapikan bukunya ke dalam tas. Hari ini ia ada janji kerja kelompok dengan teman-teman sekolahnya untuk mengerjakan proyek fisika dari guru mereka. Ketika membuka pintu rumahnya, ia langsung disambut dengan senyum sumringah temanya yang sedang duduk di atas motor.

"Katanya ada patisserie yang baru buka nggak jauh dari sini, lho." kata Delima, temannya.

"Oh ya? Lo udah nyobain ke sana?" tanya Caca antusias sambil keluar dari rumah.

"Belum, sih. Si Theo sama temen-temennya yang udah, katanya yang jaga cantik banget. Ini mereka mau ke sana lagi." 

"Yee, kalo ada cewe cantik aja mereka langsung sigap, ya?"

"Tapi kata Vanesa makananya enak-enak juga kok, nggak cuma pastry aja tapi ada cake juga. Cheesecake juga ada kalo lo mau coba. Sama dia juga sedia kayak minuman kopi gitu, katanya latte-nya enak." 

Mendengar nama Vanesa, teman satu kelasnya, membuatnya teringat sesuatu. Ia sempat menguping pembicaraan Vanesa dengan teman-temannya saat ia sedang menceritakan patisserie baru yang lagi hits tersebut. 

"Eh kayaknya gue tau, deh. Bakery yang katanya dulu bekas toko bunga nggak, sih?" kata Caca tidak mau terlihat kudet.

"Iya, katanya bekas florist, tapi karena nggak terlalu rame, dia beralih profesi jadi bakery."

"Ih sayang, dulu gue pernah dikasih buket dari florist itu. Bagus juga kok sebenernya, kok tutup, ya?" 

"Florist-nya tetep buka kok, yang punya florist sama patisserie-nya sama. Cuma sekarang yang florist ngga pake toko offline gitu, jadi pesennya lewat website atau kontak ke owner-nya langsung."

Caca manggut-manggut sambil berkata, "Info lo lengkap banget, ya, sampe sejarah tokonya aja lo tahu. Jangan-jangan lo salah satu agen marketing mereka buat ngajak pelanggan, nih?" candanya. 

"Iya ya, harusnya gue dikasih diskon nih, gara-gara udah promosiin tokonya ke temen-temen." canda Delima.

Caca melirik jam di ponselnya, lalu berkata, "Boleh deh ke sana, jam jarpok kita juga masih lama. Sekalian makan siang."

Mereka berdua pun melaju menuju tempat tersebut dengan bantuan Google Maps. Ternyata, tempat itu tidak besar, hanya dapat menampung empat meja di dalam ruangan, dan empat meja di luar ruangan. Meski begitu, tampak banyak orang yang sudah mengantri di depan bangunan yang memiliki tema serba putih tersebut. 

"Gila, antrinya banyak banget." kata Caca sambil menggelengkan kepala.

"Berarti enak, dong." kata Delima langsung berdiri di belakang antrian dengan antusias.

"Iya, sih, tapi berapa lama, ya?" katanya sambil melirik ke jam di ponsel yang ia genggam, takut terlambat menghadiri acara kerja kelompok mereka.

"Nggak lama harusnya, kan semuanya udah ready tinggal dipanasin trus dibungkus aja."

"Tapi ini mejanya penuh semua, sih. Kalo ngga dapet meja gimana?"

"Dibungkus makan di tempat Bobi? Lagian kita telat dikit nggak apa-apa, lah, yang lain belum tentu dateng awal juga, kan? Biasanya pada ngaret."

"Boleh, lah. Gue jadi kepo seenak apa sampe orang-orang rela ngantri segini panjang padahal nggak ada diskon."

Caca dan Delima menunggu dengan sabar mengikuti antrian yang cukup panjang sambil melirik ke arah jam beberapa kali untuk memastikan mereka tidak terlambat. Lima belas menit kemudian, akhirnya mereka bisa sampai di depan kasir. Penjaga kasir sekaligus pemilik toko tersebut memang secantik yang digosipkan. Ia berperawakan mungil, dengan mata belo yang menggemaskan. Rambutnya disemir coklat dengan panjang sedada dan poni tipis membuatnya tampak seperti artis Korea. Seragam dengan celemek bernuansa earth tone dan topi beret yang ia kenakan juga membuatnya tampak bertambah cantik. Meskipun sudah bekerja seharian, rambutnya sama sekali tidak berminyak dan masih tampak berkilau.

[COMPLETED] Fall of the Last FortressHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin