15. Alice

21 7 0
                                    

Aku tidak fokus hari ini.

Yah, sebenarnya aku ingin memertahankan hatiku yang berbunga-bunga karena kejutan Bryan tadi pagi, dan karena anak-anak IMS ternyata ingat dengan ulang tahunku juga dan sudah memberikan ucapan ulang tahun padaku, tapi pemandangan tadi siang benar-benar mengusikku.

Ini soal Andrew lagi.

Selain ia tampaknya lupa dengan ulang tahunku karena sejak tadi ia diam saja dan tidak mengucapkan ucapan selamat ulang tahun padaku, aku melihatnya sedang duduk berdua di bawah pohon dengan Fellicia tadi siang. Mereka berpelukan. BERPELUKAN. Dan kulihat Fellicia sedang menangis saat itu. Tanpa perlu bertanya, aku bisa menyusun skenario yang tepat untuk kejadian itu, seperti mereka ternyata sudah pacaran secara backstreet, tanpa diketahui orang-orang, dan kini ia melihatku bersama Andrew dan cemburu, lalu menangis dan memarahi Andrew dan dia merasa bersalah. Atau Fellicia baru saja ditembak oleh Andrew di tempat tersembunyi dan mereka berciuman, lalu Fellicia menangis karena terharu. Yah, yang terakhir agak tidak masuk akal, sih, tapi tetap saja rasanya aku kesal.

Dasar, Lampu Merah itu terus-terusan membuatku baper dan mengecewakanku kemudian hari. Aku benar-benar dibuat bingung oleh cowok itu. Atau aku harus menjauhinya mulai sekarang? Kami memang satu perkumpulan, tapi tidak perlu bertemu secara tatap mata berduaan, kan? Iya, mungkin sebaiknya begitu.

"Sarimin siapa lagi?" tanya Gwen. Suara tegasnya membuatku mau-tidak mau kembali pada diskusi panjang ini.

"Eh... Itu...." Sam menggantungkan kalimatnya di udara dengan salah tingkah. Tanpa perlu mendengar penjelasan Sam, aku sudah tahu kalau 'Sarimin' di sini pasti julukan lain yang ia berikan pada oknum Topeng Putih. Sepertinya karena belakangan kami memanggilnya dengan sebutan Topeng Monyet, dan biasanya nama monyet yang paling terkenal adalah 'Sarimin'.

"Topeng Putih kan kebagusan, jadi kita ganti jadi Topeng Monyet namanya. Trus karena kepanjangan, ya gue singkat aja jadi Sarimin." jelas Sam panjang lebar.

Tuh, kan, aku benar.

"Oh...." Sahut Bryan tidak tertarik sebelum menyambung, "Pokoknya, sementara asumsi kita itu dulu. Gue juga udah punya nomor Pak Owen, dan beliau minta kita kerjasama, tukeran update dan sebagainya. Seenggaknya kita bisa bergerak bebas, nggak kayak dia yang diawasi sama atasan-atasannya yang mungkin udah dikasih uang suap."

"Tapi, kok lo yakin Pak Owen bukan salah satu oknum itu? Ngeliat dari Topeng Putih yang berhasil melarikan emas cukup banyak, sekarang dia pasti bisa ngajak polisi kerjasama juga, kan?" tanya Andrew.

Bryan menggeleng singkat, "Gue rasa Pak Owen orangnya bersih, sih. Kalau dari awal dia dibayar sama Topeng Putih, pasti waktu penyelidikan Alexa, dia nggak nyampein pesan Rosaline gitu aja, kan? Dia pasti berusaha nutupin, atau yang gawat, nyelakain Rosaline langsung di rumah sakit berhubung nggak ada yang sadar."

"Kok bisa nggak akan ada yang sadar?" tanya Rosaline.

"Soalnya ada banyak cara membunuh seolah-olah itu penyakit, apalagi setelah lo jadi korban penyiksaan yang dianggep nggak waras." sahut Gwen.

"Oke." sahut Andrew pasrah. "Tapi, soal gue nge-hack—"

"Tenang aja. Kita semua tau, kok, kalo itu rahasia dari polisi." sahut Bryan.

"Hah? Nge-hack apa?" tanya Sam, yang sepertinya mengidap penyakit ingatan jangka pendek.

"Udah, gitu aja, sih." sahut Bryan menyimpulkan. "Oh, iya, buat Andrew, kayaknya lo aja yang nanya ke Rey soal Benny, deh. Biar lo bisa atur gimana caranya nggak nyinggung dia."

Andrew menghela napas panjang, kentara sekali masih tidak setuju dengan ide barusan namun akhirnya ia mengangguk pasrah juga.

"Oke. Sekarang kita bubar dulu." umum Bryan.

[COMPLETED] Fall of the Last FortressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang