76. Sam

22 6 0
                                    

Tahu, nggak, sih, rasanya ketika mimpimu akhirnya tercapai, tapi kau malah jadi sadar bahwa mimpi itu sebenarnya tai kambing?

Ya, sekarang aku sedang mengalaminya.

Nggak, aku nggak memimpikan dibuat pingsan oleh cowok-cowok kekar kemudian diikat dan disumpal-sumpal kayak pocong, kemudian ditawan di ruangan antah-berantah. Yang benar saja, aku, kan, nggak homo. Maksudku, dulu aku sering sekali memimpikan membuka mata dan langsung melihat wajah cantik Catherine di depan mataku.

Ya, aku nggak percaya mimpi itu akhirnya terkabul, tapi bukannya senang, aku malah ketakutan setengah mati.

Setelah dibekap saputangan penuh cinta oleh keroco-keroco Panji, yang kuingat hanyalah kegelapan, rasa pusing, dan mulas, sampai saat di mana aku mendengar sebuah suara yang nggak asing.

"Gue nggak punya rencana!" Itu Bryan, sedang berseru lantang seperti mengumumkan kemenangan. Aku, yang baru bangun dalam posisi terguling cupu di lantai dengan tangan dan kaki diikat, mulut disumpal apa yang terasa seperti kaos kaki bekas (ew, aku ingin muntah), dan mata ditutup kayak sedang main petak umpet, otomatis mengumpat dalam hati.

Sialan, malah bangga! Apa dia nggak lihat mereka sudah setengah jalan membuatku jadi pocong begini? Dasar nggak berperikemaharajaan!

Kalau aku bisa membuka mulut, pasti sudah kukata-katai cowok yang sok keren tapi ternyata cuma omdo itu. Berhubung aku memang nggak bisa apa-apa, aku memutuskan untuk mencoba membebaskan diri sendiri seperti cowok mandiri yang keren. Enak saja Bryan mau ongkang-ongkang kaki sementara aku kayak begini. Huh, aku juga bisa menyelamatkan diri!

Aku memutuskan untuk mencoba membuka penutup mataku dulu. Berhubung posisiku terguling di lantai, gampang sekali untuk melakukannya. Aku hanya perlu menggaruk-garukkan kain penutup di kepalaku ke lantai sampai kain itu naik sedikit-demi-sedikit, sampai akhirnya berhasil kusingkirkan dari pandanganku.

Oke, terus sekarang apa?

"BAJINGAN!"

Aku tertegun mendengar kata-kata kasar yang biasanya hanya diucapkan oleh Andrew si monster, keluar dari mulut Catherine. Sebelumnya, aku nggak dengar apa yang ia bicarakan dengan Bryan karena sibuk berusaha membuka penutup mata, jadi aku nggak tahu dalam konteks apa ia mengumpat seperti itu, tapi tetap saja aku syok berat.

Seorang Catherine, yang selama ini bersikap kayak malaikat?

Jangan salah. Bukannya aku masih belum bisa menerima fakta bahwa ia tergabung dalam geng psikopat Panji. Hanya saja, bahkan ketika fakta itu sudah jelas dan terbukti nyata, dalam bayanganku, ia masih cewek sopan santun yang sama seperti yang kami kenal, cuma otaknya agak terganggu. Di film-film, bukannya nggak ada penjahat kayak begitu. Bahkan, ada pembunuh yang minta maaf dulu sebelum menggorok kepala korbannya dengan gergaji. Kupikir Catherine setidaknya tipe yang begitu. Aku nggak menyangka ia bisa membabi-buta seperti ini.

Yang dilakukan Catherine setelah itu benar-benar persis seperti di film-film: ia berbicara dengan dirinya sendiri, tapi sebagai dua orang yang berbeda. Yang pertama adalah Catherine yang biasa kami kenal: sopan dan sensitif, serta agak-agak penakut. Yang kedua adalah iblis jahanam yang bakalan ditendang juga oleh Lucifer dari neraka saking kasarnya. Pokoknya, kalau aku pernah berpikir Iris si mantan hantu CCTV atau Monster Gwen seram, itu nggak ada apa-apanya dengan Catherine yang ini. Soalnya, cewek itu sampai melukai dirinya sendiri seperti tubuh dan wajah cantiknya nggak berharga sama sekali. Padahal, kalau aku cewek dan punya wajah seperti dia, aku bakal maskeran pakai timun setiap hari dan daftar ajang model.

Aku kesal banget melihatnya. Kau mau memberitahuku bahwa aku pernah naksir gila-gilaan terhadap cewek seperti ini? Memang, Tuhan senang banget mengerjaiku! Nggak cukup cewek yang dulu kutaksir ternyata member geng penjahat, ia harus banget jadi member paling gilanya?

[COMPLETED] Fall of the Last FortressOù les histoires vivent. Découvrez maintenant