77. Jennifer

19 6 0
                                    

Anjing, anjing, anjing.

Kenapa Catherine harus berulah pada saat seperti ini? Aku tidak bisa bekerja dengan benar kalau ia terus-terusan menghambatku seperti ini. Padahal perintah Papa sudah sangat jelas: jaga markas dan bila ada yang menyusup, langsung saja lumpuhkan, tapi jangan sampai mati. Tapi anak ini terus-terusan merengek dan membuat kepalaku hampir pecah. Belum cukup dengan rengekan Catherine sambil menarik-narik tangan dan kakiku meski sudah kutampar berkali-kali, anak cowok ingusan ini terus-terusan ngoceh hal yang tidak jelas. Dan dia berani-beraninya menyebutkan kata terlarang itu pada kami?

Padahal, kukira aku sudah melewati masa-masa itu. Saat kecil dulu, Papa pernah berkata bahwa aku dan Catherine itu kepribadian ganda. Itu adalah pertengkaran terbesar kami dengan Papa. Bahkan Catherine pun sampai marah sekali. Kenapa Papa nggak percaya pada kami? Jelas-jelas kami ini dua orang yang berbeda. Apa dia mau mengatakan bahwa aku sama dengan Catherine, dan bahwa kami dua-duanya sakit jiwa?

Tentu saja aku dan Catherine kabur dari rumah waktu itu. Buat apa tinggal bersama orang yang mengatai kami gila, walaupun orang itu sudah menyelamatkan nyawa kami?

Tapi, untungnya, Papa bukan orang seperti itu dan kami sudah salah menilainya. Mungkin waktu itu, Papa juga sedang berada dalam situasi sulit, makanya mengatakan hal yang menyinggung seperti itu tanpa sengaja. Yang penting, setelah itu, Papa menemukan kami lagi dan meminta maaf. Selanjutnya, kalau ada anak buah Papa yang berusaha mengatai kami 'kepribadian ganda' lagi, Papa selalu turun tangan secara langsung.

Yah, kadang aku tidak sengaja ikut turun tangan, sih, karena sebenarnya aku ingin sekali memberi pelajaran pada orang-orang jahat itu dengan tanganku sendiri. Seperti korban pertamaku di panti asuhan itu. Padahal, saat itu, aku cuma ingin keluar sebentar untuk bermain bersama Catherine karena aku bosan dikurung terus di rumah dan tidak diperbolehkan untuk menampakkan diri di depan anak-anak panti. Catherine yang paham bahwa aku pasti sangat kesal diperlakukan tidak adil oleh Papa, diam-diam mengizinkanku keluar bermain dengannya saat kami kira sedang tidak ada orang di taman. Ternyata, kakak tingkat sialan itu sedang berada di sana dan menjerit-jerit ketakutan melihatku. Dia bilang Catherine kerasukan. Yang benar saja! Wajar saja aku kesal sampai harus turun tangan langsung untuk membungkamnya.

Tapi, ternyata, efek dari tindakanku cukup besar. Untung Papa pintar, sehingga bisa menanganinya, walaupun ia sangat marah padaku dan berakhir mengurungku lebih ketat lagi. Tapi setidaknya, setelah itu, aku tidak perlu lagi mendengar omongan memuakkan tentang kondisi kejiwaanku dan Catherine dari siapa pun.

Sampai bocah pendek ingusan ini mengucapkan kata terlarang itu.

Tidak bisa dimaafkan! Aku ingin menghancurkan badannya hingga menjadi bubur. Memotong-motong organ dalamnya hingga menjadi lautan merah dan berbaring di atasnya... Menyenangkan sekali.

Tapi Papa bilang jangan sampai mati.

"Oke, aku akan menyerahkan yang ini pada Catherine dulu." pikirku sambil melirik ke arah Catherine yang terbaring di lantai sambil kutindihi.

Toh, mereka tidak membahayakan karena kami mengikat mereka kuat-kuat. Aku harus menahan hasratku, setidaknya sampai Stenley sudah dijatuhi hukuman dan kami bebas dari tuduhan. Setelah itu aku bisa diam-diam menculik gelandangan dan mencelakainya seperti biasa untuk memuaskan hobiku. Dan mungkin... anak-anak yang menyulitkan rencanaku dan Papa ini juga akhirnya bisa kuhancurkan. Mulai dari siapa ya? Alice? Atau si sok tahu Gwen yang sering dipuji oleh Papa? Ngomong-ngomong ke mana anak itu? Apa yang direncanakan—

"Atau ini keinginan Jokowi dan lo takut ngelawan dia? Gue tahu dia emang serem, tapi gue janji, kalo kali ini lo berani ngomong ke Jokowi, gue bakal berusaha lindungin lo sekuat tenaga gue!"

[COMPLETED] Fall of the Last FortressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang