80. Joshua

22 4 0
                                    

Perjalananku masuk kemari bukanlah hal yang mudah.

Pertama-tama, mencari keberadaan benang tipis di tengah kegelapan ternyata susahnya setengah mati, sampai-sampai aku kepikiran untuk mengajukan permohonan revisi untuk peribahasa 'seperti mencari jarum di dalam tumpukan jerami' menjadi 'seperti mencari benang di ruang bawah tanah Panji'. Lalu, begitu sampai di ruangan yang dijaga oleh lima pria kekar bermasker gas, aku masih harus berakting dan meyakinkan mereka bahwa Bos menyuruh mereka untuk berjaga di atas. Kalau boleh jujur, aku capek sekali harus berpura-pura menjadi orang lain seharian. Tambahan lagi, peran jahat sepertinya benar-benar tidak cocok denganku, karena aku harus mengatakan hal-hal yang tidak benar-benar kusetujui sampai energiku rasanya terkuras.

Tetapi, semua kesulitan itu tidak ada apa-apanya dibandingkan perasaanku ketika melihat kondisi teman-temanku.

Sam sudah memberitahuku sekilas tentang apa yang terjadi. Kabarnya, Catherine mengidap kepribadian ganda, dan kepribadian satunya lah yang bertanggung jawab atas semua kekerasan dan tindakan psikopatik yang dilakukannya. Hal itu membuatku semakin geram saja. Aku memang tidak begitu paham soal kepribadian ganda, tetapi bukankah berarti kalau Catherine tertangkap pun, dia tidak bakalan dimasukkan penjara? Aku tahu mungkin pusat rehabilitasi kejiwaan tidak lebih baik daripada penjara, tetapi tetap saja aku sedikit merasa kesal karena ada semacam pembenaran dari tindakannya.

Padahal, lihat saja apa yang sudah dilakukannya pada Sam. Benar-benar tidak punya hati. Sam adalah orang paling baik yang kukenal. Memang ia sering dianggap menyebalkan dan bertindak seolah-olah dirinya egois, tetapi kurasa semua orang yang mengenalnya tahu bahwa cowok itu tidak pernah punya maksud terselubung, selalu ingin membela teman-teman yang disayanginya, dan selalu ingin membantu semampunya.

Aku yakin, apa pun yang sudah dikatakan Sam di dalam tadi juga hanya salah satu usahanya untuk membantu. Terlebih terhadap Catherine, yang aku tahu, sampai saat ini pun, masih memiliki tempat di hatinya.

Benar-benar tidak bisa dimaafkan.

"Gue rasa, mendingan Sam sama Rosa berlindung di tempat aman, deh," saranku. "Sam kondisinya nggak baik. Rosa juga pucet banget. Gue takut kalo amit-amit ketangkep, mereka nggak bisa kabur. Selain itu, karena Sam jalannya harus diseret, bunyinya juga agak mencolok."

"Gue setuju," Alice cepat menyahut. "Gimana kalo mereka naik aja, gabung sama tim polisi?"

Aku menggeleng. "Nggak bisa. Gue terlanjur bilang sama keroco-keroco tadi buat jaga di rumah atas. Kalo keluar, pasti ketahuan mereka."

"Kalo gitu, di ruang piala tadi aja," putus Bryan. "Kalo ngikutin benang, pasti bakal sampe, kan?"

Gwen mengangguk.

"Oke," Rosa menjawab. "Sori, ya, guys, gue nggak bisa bantu. Jujur aja, gue takut banget berada di sini, dan walaupun gue udah mencoba memberanikan diri, gue bukan superwoman yang bisa ngilangin trauma dalam beberapa hari aja. Jadi, daripada malah memberatkan tim, gue terpaksa setuju sama usulan kalian."

"Gue juga terpaksa setuju," timpal Sam. Wajah cowok itu juga sangat pucat. Sepertinya ia kehilangan banyak darah. "Tapi, gimana kalo kalian ketangkep lagi? Apa kita perlu bunyiin sirene setelah beberapa lama?"

"Gue rasa jangan," jawab Bryan. "Kita nggak akan pergi sampe setidaknya nemuin bukti bahwa Pak Stenley nggak bersalah, supaya sidang besok dibatalin. Kalo nggak, semua usaha kita ke sini sia-sia. Lagian, gue rasa, mereka nggak akan bunuh kita, kecuali Bos sendiri yang ngasih perintah. Bahkan, Catherine pun nggak akan bunuh kita."

"Oke," Sam membalas ragu-ragu. "Jangan mati, ya, guys. Jangan... jangan sampe ketemu Catherine juga. Biarpun nggak dibunuh, bisa aja kalian di-dikuliti... atau apa..."

[COMPLETED] Fall of the Last FortressWhere stories live. Discover now