After Story 2 - The Intern

33 5 0
                                    

Minggu, 17 April 2022, 09.00 WIB

Suasana studio tampak sepi dan lengang di hari Minggu pagi itu. Di sana-sini ruangan, tampak jejak-jejak kekacauan bekas syuting hari sebelumnya, seperti kain gorden yang berserakan di lantai, kursi-kursi properti yang belum disusun rapi dan dibiarkan begitu saja di pojokan, dan kabel-kabel yang berpotensi membuat orang-orang jatuh tersandung.

Di meja di pojok ruangan, seorang gadis berambut panjang sedang beberes. Ia sudah bersiap mengenakan jaket jins tebal, dan helm miliknya sudah disiapkan di atas salah satu kursi untuk dibawa. Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal, ia menutup ritsleting tas perlengkapannya yang besar, menimbulkan bunyi yang memuaskan.

Akhirnya, weekend dimulai baginya. Setelah berhari-hari lembur, inilah yang dibutuhkannya. Hanya beberapa jam saja waktu untuk bersantai dan minum kopi di kafe-kafe baru yang sedang hits, window shopping, lalu pulang ke rumah dan menonton fi-

Ya ampun. Hampir saja ia memikirkan menonton film. Padahal, sejak mulai serius bekerja di sini, menonton film sudah bukan lagi kegiatan yang menyenangkan, melainkan lebih mirip pekerjaan. Sekarang, ia tidak bisa menonton sebuah film tanpa menganalisis lighting, pengambilan gambar, dan lain sebagainya secara tidak sadar. Ia tersenyum ironis memikirkan itu. Rasanya, bekerja di industri media sudah mengutuknya selamanya, deh.

Tring!

Bunyi notifikasi chat membuat gadis itu otomatis mengecek ponsel. Selama beberapa saat, ia menatap serius ke layar ponsel, mengulang dan mengulang lagi membaca pesan yang baru masuk. Keningnya berkerut dalam-dalam, sepertinya tidak memahami maksud chat yang diterimanya.

Tring!

Ponselnya berbunyi sekali lagi. Chat baru dari orang yang sama.

'Sori salah kirim, hehe.'

"Oh…" gadis itu bergumam dan mulai mengetikkan balasan.

'Ohh okok, pantesan'

Ia segera memasukkan ponsel ke dalam saku dan mengabaikan notifikasi baru yang masuk setelahnya.

"Loh, Meisha?" Terdengar suara seseorang memanggil gadis itu, tepat saat ia sudah bersiap menyahut helm untuk keluar. Ia menoleh dan mendapati seorang wanita paruh baya sedang mendatanginya. "Kamu lembur?"

"Eh, Bu Ayu," sapa Meisha. "Iya, saya nulis proposal semalaman. Ini baru mau pulang, mandi-mandi."

"Aduh aduh, rajinnya. Kok nggak di rumah aja nulisnya?" sahut Bu Ayu.

"Saya kalo di rumah lembur, bisa diomelin Mama, Bu. Jadi, lebih suka di sini, hehe," jawab Meisha.

"Oh begitu…" Bu Ayu manggut-manggut. Ia lalu terpikir sesuatu. "Eh, Meisha, rumah kamu di mana, sih?"

"Di deket stasiun, Bu," jawab Meisha. "Ada apa?"

Mata Bu Ayu langsung berbinar antusias. "Wah, kalau gitu bisa dilewatin monumen, dong?"

Meisha langsung menelan ludah. Sial, bau-bau direpotkan, nih. "Em… bisa, sih…"

"Asyik! Ibu titip barang, ya. Cuma harddisk aja, kok. Kamu kasih ke intern baru itu, yang di tim screenwriting. Kamu kayaknya lumayan deket juga, kan, sama dia? Nanti Ibu share loc lewat WA alamat apartemennya."

Tuh, kan, batin Meisha setengah malas. "Nggak dikasih besok aja, Bu?" tanyanya. "Ini Minggu, loh. Kasihan dia, nanti takut, loh, kerja di sini. Haha."

"Ah, nggak apa-apa. Saya emang suka kasih PR review film ke dia, buat belajar. Toh, dia anaknya rajin banget, jadi nggak masalah," Bu Ayu mengibaskan tangan. "Kemarin ibu mau kasih harddisk-nya ke dia, tapi lupa. Malah ibu yang ditagihin lewat chat."

[COMPLETED] Fall of the Last FortressWhere stories live. Discover now